Banda Aceh (Waspada Aceh) – Jelang diadakannya Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) membahas Rancangan Qanun Hukum Keluarga di DPR Aceh, pada 1 Agustus 2019, lembaga pemerhati anak mengingatkan dewan agar tidak mengabaikan prinsip kepentingan anak dalam peraturan tersebut.
Direktur Koalisi Advokasi Pemantau Hak Anak (KAPHA) Aceh, Taufik Riswan mengatakan, draft Qanun Hukum Keluarga saat ini masih kurang mengakomodir kepentingan terbaik bagi anak.
“Masih minim sekali, justru poin poligami dibuka longgar lewat raqan ini. Jika disahkan, kita khawatir dampaknya kepentingan anak akan terabaikan,” kata Taufik di Banda Aceh, Sabtu (27/7/2019).
Menurutnya, jika tujuan penerapannya untuk kelangsungan kehidupan keluarga, mestinya kepentingan anak jadi muatan penting dalam Raqan tersebut.
Apalagi, Taufik menambahkan, Raqan keluarga jelas-jelas mengutip dasar hukumnya, yakni UU Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
“UU ini memuat prinsip dasar, yaitu non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, kehidupan yang layak, mengutamakan proses tumbuh kembang anak, dan didengarkan pendapatnya,” ucap Taufik.
Berkaca pada Kasus Keluarga Poligami
Mengutip data Komisi Perlindungan Anak Indonesian (KPAI) tahun 2018, setidaknya ada enam jenis korban anak dari kasus keluarga pernikahan poligami.
Di antaranya, anak korban di luar pernikahan berjumlah 12 kasus, anak korban konflik keluarga 56 kasus, larangan akses bertemu orang tua 98 kasus, anak korban di luar pernikahan 20 kasus, penelantaran anak 33 kasus, anak korban penculikan keluarga 46 kasus.
“Termasuk juga kasus anak korban permerkosaan ayah tiri yang mencapai 24 kasus,” sesal Taufik.
Rata-rata dari pengaduan di atas, anak kerap berada dalam situasi sulit yang berkepanjangan dan rumit. Dampak lainnya –kendati cukup kasuistik, ditemui pada laki-laki yang akan berpoligami namun tidak bisa menerima anak dari calon istri kedua atau janda yang telah memiliki anak.
Hal itu kian diperparah jika sudah terjadi kekerasan oleh ayah tiri, ibu tiri dan keluarga besarnya yang menempatkan anak dalam situasi buruk berkepanjangan. Pihak keluarga besar biasanya cenderung mengabaikan masalah tersebut.
“Karena itu, Raqan Keluarga yang akan dibahas dalam RDPU nanti, perlu mempertimbangkan semua unsur diatas, termasuk prinsip dasar hak anak dan kepentingan terbaik bagi anak,” katanya mengingatkan.
KAPHA amat mewanti-wanti regulasi yang nanti berlaku. Bahkan, dalam raqan keluarga tersebut maupun turunannya dalam Pergub nanti harus ada peran lembaga pengawasan pernikahan. (Fuadi)