Banda Aceh (Waspada Aceh) – Calon Wali Kota Banda Aceh dari paslon nomor urut 04, Irwan Djohan menyerang paslon 01 Illiza Sa’aduddin Djamal di debat perdana yang berlangsung di Hotel Amel Convention Hall, Rabu malam (30/10/2024).
Saat memasuki segmen sesi tanya jawab, Irwan Djohan menanyakan kepada Illiza, pada Agustus 2024, Indonesia termasuk Aceh dan Banda Aceh dihebohkan dengan penampilan Illiza di Banleg DPR RI, yang menyetujui perubahan RUU Pilkada yang membuat seluruh masyarakat Indonesia kecewa.
Karena keputusan itu, kata Irwan, dianggap membegal demokrasi dan berpihak kepada oligarki. Berpihak kepada partai, walaupun sebenarnya Illiza mengatakan bertentangan dengan hati nurani.
Karena itu dia menanyakan apakah Illiza menyesal atau merasa bersalah? Apakah ingin meminta maaf atas kesalahan yang telah dilakukan atau menganggap itu adalah wajar, sehingga tidak perlu untuk meminta maaf.
Menangapi hal itu, Illiza mengatakan bahwa Irwan Djohan ingin menjatuhkan dirinya di depan masyarakat. Tapi perlu diingat, kata Illiza, dia menjalankan itu semua sesuai sebagai Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi).
“Dan saya ini politisi nasional dan anda (Irwan Djohan) masih lokal,” sebutnya.
Tetapi ketika dia mengambil keputusan itu dirinya sudah mempertimbangkan dan ingin menyelamatkan beasiswa yang telah dialokasikan kepada masyarakat Aceh termasuk Banda Aceh. Maka dia rela menerima konsekuensinya walaupun dihujat asal masyarakat hari ini bisa menikmati beasiswa.
Namun, pernyataan itu kembali ditanggapi oleh Irwan Djohan. Dia menegaskan, Illiza tidak merasa menyesal terhadap apa yang telah dilakukan bahkan melakukan pembenaran .
“Bahkan bunda mengatakan partai NasDem juga mendukung RUU Pilkada. Tapi jelas saya bukan petugas partai, bukan boneka partai. Karena di saat yang sama saya memposting peringatan darurat garuda biru, dan saya berani menyatakan diri berada di barisan rakyat untuk menentang perubahan RUU Pilkda,” tegasnya.
Sementara, lanjut Irwan, di seberang sana (Illiza Sa’aduddin) anggota DPR RI, politisi yang tadinya mengaku sudah di level nasional justru membuat rakyat di Aceh dan Banda Aceh berdarah-darah. (*)