Perbedaan pendapat adalah hal yang biasa dalam demokrasi, tetapi jangan sampai perbedaan itu memecah belah kita.
Awan kelabu kembali menggantung di atas Ibu Pertiwi. Indonesia, negeri yang kita cintai, kembali diuji dengan riuh aksi demonstrasi yang berujung duka.
Gelombang aksi unjuk rasa yang meningkat sejak 25 Agustus mencapai titik kemanusiaan terendahnya dengan jatuhnya korban jiwa dan kerusakan fasilitas publik.
Kematian tragis Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online yang terlindas kendaraan rantis Brimob, meninggalkan luka mendalam. Ditambah lagi tiga korban di DPRD Makassar, Saiful Akbar, Sarina Wati, Muhammad Akbar Basri (Abay), satu driver ojol Rusdamdiansyah di depan Kampus UMI Makassar, dan Rheza Sendy Pratama, mahasiswa Amikom di Yogyakarta.
Namun, di tengah duka dan keprihatinan ini, harapan akan persatuan dan kedamaian tetap menyala. Para tokoh lintas agama, menyadari bahaya perpecahan. Mereka dengan tegas mengajak masyarakat untuk menjaga demokrasi agar tidak disalahgunakan sebagai alat untuk memicu kekerasan.
Pertemuan antara tokoh agama dan Presiden Prabowo Subianto di Hambalang pada Sabtu, 30 Agustus 2025, adalah bukti nyata komitmen untuk meredakan ketegangan dan mencari solusi bersama.
Dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, juga mengingatkan kita akan pentingnya menjaga demokrasi yang bertanggung jawab dan berkeadaban.
Ketua Umum PP Muhammadiyah, KH Haedar Nashir, menekankan bahwa demokrasi harus digunakan dengan penuh tanggung jawab dan kewaspadaan terhadap segala bentuk kekerasan yang dapat merusak persatuan bangsa.
Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf, menambahkan bahwa dialog antara 16 organisasi kemasyarakatan Islam dan Presiden Prabowo berlangsung terbuka, membahas masalah bangsa secara mendalam. Dukungan ormas Islam terhadap kepemimpinan Prabowo menjadi modal penting untuk mengatasi tantangan yang dihadapi bangsa ini.
Seruan perdamaian tidak hanya datang dari kalangan Islam. Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) juga menyampaikan keprihatinan mendalam atas kekerasan yang terjadi. PGI mengingatkan bahwa aparat keamanan harus melindungi rakyat, bukan dengan tindakan represif.
Para tokoh agama mendesak Kapolri mengusut tuntas kasus kematian warga sipil secara transparan.
Presiden Prabowo Subianto telah merespons kejadian ini dengan mengadakan sidang kabinet di Istana Negara pada Minggu, 31 Agustus 2025. Sidang yang diadakan di akhir pekan ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani situasi. Kehadiran Presiden RI ke-5, Megawati Soekarnoputri, mendampingi Prabowo, mengirimkan pesan kuat tentang pentingnya persatuan dalam menghadapi masalah bangsa.
Di sisi lain, mantan Menko Polhukam Mahfud MD mengajak semua pihak untuk bersabar dan berpikir jernih. Ia mengingatkan bahwa para demonstran tidak bisa disalahkan karena menyampaikan aspirasi mereka. Namun, ia juga memahami bahwa aparat yang mengawal demo juga menghadapi dilema dalam situasi yang sulit.
Tragedi ini harus menjadi kesempatan bagi kita semua untuk memperbaiki diri. Pemerintah dan DPR harus memastikan bahwa kebijakan yang dibuat benar-benar menguntungkan rakyat. Aparat keamanan harus bertindak profesional dan menghormati hak-hak masyarakat dalam menyampaikan pendapat.
Kita semua, sebagai bangsa Indonesia, bertanggung jawab untuk menjaga persatuan. Perbedaan pendapat adalah hal yang biasa dalam demokrasi, tetapi jangan sampai perbedaan itu memecah belah kita. Mari kita utamakan dialog, toleransi, dan saling menghormati.
Mari kita satukan tekad, merajut kembali asa, dan bersama-sama membangun Indonesia yang damai, adil, dan sejahtera. Damailah Indonesiaku, jayalah bangsaku! (*)