Banda Aceh (Waspada Aceh) – Organisasi masyarakat sipil (CSO) mendorong Pemerintah Aceh untuk lebih inklusif dalam perencanaan pembangunan.
Dalam Forum Konsultasi Publik Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah Aceh (RKPA) 2026 di Grand Nanggroe Hotel, Selasa (25/3/2025), Founder YouthID Foundation, Bayu Satria, menyerahkan Risalah Kebijakan kepada Plt. Kepala Bappeda Aceh, Husnan.
Forum ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA), Satuan Kerja Perangkat Kabupaten/Kota (SKPK), serta organisasi masyarakat sipil.
Plt. Sekretaris Daerah Aceh, M. Nasir, dalam sambutannya menegaskan pentingnya kerja sama multipihak untuk menghadapi tantangan pembangunan, khususnya dalam menekan angka kemiskinan dan pengangguran.
Mendorong Kesetaraan dalam Pembangunan
Sebagai perwakilan CSO, Bayu Satria mengatakan pentingnya akses kerja bagi kelompok rentan, seperti perempuan, penyandang disabilitas, dan pemuda.
Ia menekankan bahwa proyek-proyek pembangunan, termasuk investasi luar, harus memastikan keterlibatan mereka secara nyata.
“Ada regulasi yang menjamin partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan, seperti PP 45/2017. Pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk membuka ruang konsultasi publik dan memastikan kebijakan yang berpihak kepada kelompok rentan,” ujar Bayu.
Risalah Kebijakan yang disusun oleh sejumlah CSO dengan dukungan SKALA Aceh memuat tujuh rekomendasi utama.
Di antaranya, pemanfaatan data sosial-ekonomi yang lebih akurat, integrasi konsep GEDSI (Gender Equality, Disability, and Social Inclusion) ke dalam seluruh sektor pembangunan, serta pembentukan forum multipihak dalam perencanaan dan penganggaran daerah.
Secara rinci berikut rekomendasi yang diberikan:
1. Bappenas perlu mendorong regulasi operasional untuk pemanfaatan data Regsosek dan SEPAKAT secara konsisten guna menghindari perbedaan penafsiran dalam implementasi.
2. Bappenas dan BPS harus memperluas penyajian data terpilah tidak hanya berbasis gender, tetapi juga GEDSI, sebagai acuan bagi OPD dalam berbagai sektor pembangunan.
3. Bappeda dan Tim RKPA perlu memastikan indikator, target, dan pembiayaan pembangunan mencakup kebutuhan perempuan, penyandang disabilitas, pemuda, dan kelompok rentan lainnya.
4. Bappeda Aceh dan Tim RKPA harus menyelaraskan rencana aksi tematik, seperti PUG dan penyandang disabilitas, dalam dokumen RPJPA 2025-2045.
5. Tim RKPA perlu memastikan konsep GEDSI diintegrasikan dalam seluruh sektor pembangunan, bukan hanya menjadi tanggung jawab sektor tertentu.
6. Tim RKPA harus mencantumkan SPM sesuai kewenangan Pemerintah Aceh sebagai bentuk komitmen terhadap hak kelompok rentan atas layanan dasar.
7. Bappeda Aceh perlu mendorong forum multi-pihak yang melibatkan pemerintah, akademisi, dan kelompok masyarakat rentan dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan.
CSO yang terlibat dalam penyusunan Risalah ini termasuk Gerak Aceh, MaTa, YouthID Foundation, Koalisi NGO HAM, Balai Syura, Forum Bangun Aceh, Forum LSM Aceh, Katahati Institute, The Aceh Institute, Hakka, Vihara Dharma Sakyamuni, Flower Aceh, dan CYDC.
Plt. Kepala Bappeda Aceh, Dr. Husnan, menyambut baik rekomendasi yang diberikan. Ia menegaskan bahwa pemerintah akan berupaya mengakomodasi masukan tersebut dalam kebijakan pembangunan Aceh ke depan.
“Pentingnya peran CSO dalam mengawal seluruh tahapan pembangunan, mulai dari perencanaan, implementasi, hingga evaluasi, guna memastikan kebijakan yang inklusif dan berpihak pada kelompok rentan dapat terwujud di Aceh,” tuturnya. (*).