Rabu, Desember 24, 2025
spot_img
BerandaAcehCokbang, Cokelat Khas Sabang yang Angkat Derajat Kakao Lokal

Cokbang, Cokelat Khas Sabang yang Angkat Derajat Kakao Lokal

Sabang (Waspada Aceh) – Kota Sabang tidak hanya dikenal dengan keindahan alam dan lautnya yang memikat. Kini, salah satu hal yang membuat wisatawan tak lupa membeli oleh-oleh adalah Cokbang, atau Coklat Sabang.

Produk olahan kakao lokal ini bukan hanya menawarkan rasa manis dan aroma khas, tetapi juga cerita perjuangan di balik setiap batang cokelat yang mampu mengangkat nama kakao Sabang.

Kepala Produksi Cokbang, Melan Deta Diansyah, menuturkan bahwa tujuan mereka yaitu menaikkan nilai kakao lokal sekaligus mengangkat nama daerah.

“Kami ingin menaikkan nama kakao di Sabang. Kakao bisa meningkatkan nama sebuah daerah, dan nama sebuah daerah juga bisa meningkatkan nilai kakao itu sendiri,” ujarnya.

Melan Deta Diansyah menjelaskan hal itu saat menerima kunjungan Forum Komunikasi Jurnalis Mitra Bank Indonesia Aceh, di galeri Cokbang berlokasi di Gampong Aneuk Laot, Kecamatan Sukakarya, Kota Sabang pada Rabu (5/11/2025).

Ide membuat cokelat lokal lahir setelah pelatihan yang digelar Dinas Perindustrian dan Perdagangan pada masa pandemi 2020–2021.

Saat itu, peserta diajarkan mengolah biji kakao menjadi cokelat dengan peralatan lengkap. Melan dan tim kemudian berpikir, apakah bisa membuat cokelat sendiri dengan alat sederhana.

Hasilnya, mereka menggunakan blender dan teflon untuk menggongseng, dan mulai memproduksi dengan komitmen agar harga kakao di Sabang meningkat.

Keunggulan kakao Sabang tidak hanya pada cerita usaha. Biji lokal ini memiliki kadar lemak 52,15 persen, jauh di atas rata-rata nasional 30–40 persen.

“Itu sebabnya rasanya tidak terlalu pahit, dan ada cita rasa fruity yang khas,” jelasnya.

Lingkungan Sabang yang dikelilingi laut dan tanah vulkanik memberikan mineral alami pada biji kakao, sementara kadar asam lemak bebasnya hanya 1,2 persen.

Kondisi ini membuat biji kakao dapat disimpan hingga empat tahun tanpa berjamur, jauh lebih awet dibanding biji kakao lain yang biasanya hanya bertahan tiga bulan.

Seiring waktu, Cokbang berkembang dari produksi rumah tangga menjadi UMKM yang lebih terstruktur. Dukungan dari Bank Indonesia Aceh menghadirkan peralatan modern, memungkinkan produksi mencapai 40 kilogram per minggu.

Selain cokelat batang, Cokbang juga mengolah kulit biji kakao menjadi teh cokelat kaya antioksidan, dikemas dalam saset praktis, dan bisa diseduh langsung.

Langkah lain yang membedakan Cokbang adalah membeli biji kakao dengan harga tinggi, jauh di atas pasaran. Dulu harga biji di Sabang hanya Rp13.000–Rp16.000 per kilogram.

Melan dan tim membeli hingga Rp50.000 untuk biji berkualitas, Rp70.000 untuk fermentasi terang, dan Rp150.000 untuk fermentasi gelap. Inisiatif ini tidak hanya meningkatkan kualitas cokelat, tetapi juga mendorong kesejahteraan petani lokal.

Kakao Sabang juga menarik perhatian pengusaha cokelat dari luar daerah. Ketika dicicipi, mereka terkesan dengan rasa dan tekstur biji yang unik.

“Waktu dicicipi oleh salah satu owner bisnis cokelat di Aceh, beliau bilang, ‘kok enak ya biji unik?’ Dari situ muncul rasa percaya diri,” kata Melan.

Kini, Cokbang bukan hanya sekadar oleh-oleh. Produk ini menjadi simbol keberhasilan petani dan pelaku UMKM Sabang. Melalui agroforestry dan inovasi produksi, mereka ingin memastikan kakao Sabang tidak hanya diminati wisatawan, tetapi juga berkelanjutan dan memberikan nilai ekonomi tinggi.

“Cokelat kami bukan sekadar oleh-oleh. Ini bukti bahwa kakao Sabang bisa bersaing, memberikan manfaat bagi petani, dan membanggakan daerah kami,” jelasnya. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER