Singkil–Lele Mutiara merupakan jenis ikan budidaya hasil persilangan dari empat strain. Meliputi lele Mesir, lele Phyton, lele Sangkuriang dan lele Dumbo. Lele mutiara ini varietas unggul dengan laju pertumbuhan lebih cepat.
Lele Mutiara telah dikembangkan oleh para pemuda di Desa Tulaan Kec. Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil, yang tergabung dalam kelompok Satu Kata. Mereka telah membuktikan keunggulan varietas jenis ini dan sukses memanen 500 Kg ikan lele dari 5.000 ekor benih yang dikembangkan dengan memanfaatkan kolam Bioflog. Usia panen antara 60 hari hingga 75 hari.
Budidaya lele sistem bioflok adalah sistem budidaya dengan memanfaatkan mikroorganisme untuk mengolah limbah budidaya itu sendiri. Dengan menumbuhkan mikroorganisme, limbah budidaya ikan lele akan menjadi gumpalan-gumpalan kecil (flok). Gumpalan-gumpalan yang terdiri dari berbagai mikroorganisme air seperti bakteri, algae, fungi, protozoa, metazoa, rotifera, nematoda, gastrotricha dan organisme lain yang tersuspensi dengan detritus, kemudian akan menjadi makanan alami ikan.
Dan para pemuda di Aceh Singkil ini, selain memanfaatkan kolam bioflog, juga menciptakan terobosan dan inovasi untuk penghematan pakan budidaya lele ini. Mereka berinisiatif untuk mengembangkan tanaman gangang. Ganggang jenis Azola ini, dapat dijadikan sebagai makanan tambahan untuk mengurangi biaya pakan. Sehingga dapat lebih memberikan keuntungan.
“Gangang Azola ini dibeli dari Medan, Sumut, perkilogram Rp50 ribu,” kata Rudi Hardiansyah, Ketua Kelompok Pemuda Satu Kata Desa Tulaan, kepada Waspada, Kamis (1/8/2019) di Singkil.
Rudi menceritakan, sebelum membentuk kelompok, awal mulanya para pemuda di Desa Tulaan, membuat kolam rumahan dengan plastik terpal dan bambu seadanya. “Alhamdulillah hasilnya lumayan, sangat membantu perekonomian keluarga,” kata Rudi.
“Pembentukan kelompok ini, gagasan bersama, untuk mengembangkan keterampilan bersama. Sekaligus mengajak pemuda agar tidak terjerumus narkoba,” tambahnya.
Bermodal coba-coba budidaya lele rumahan itu, para pemuda setempat bergabung dan membentuk kelompok. Lantas atas usulan mereka ke perusahaan perkebunan PT Socfindo Kebun Lae Butar, Aceh Singkil, Kelompok Pemuda Satu Kata ini mendapat bantuan paket kolam bioflog, 5.000 benih, pakan serta obat-obatan untuk kelompok, sebut Rudi.
“Alhamdulillah setelah dua bulan, akhirnya lele Mutiara (mutu tinggi hasil tiada tara), sudah bisa di panen,” ucap Rudi sembari gurauan, menyebutkan akronim dari kata Mutiara tersebut.
Sementara, untuk pemasarannya dari hasil kolam lele rumahan sebelumnya, para pemuda ini memasarkan langsung secara lokal. Sebab dari hasil sebelumnya, banyak permintaan pasar di Kecamatan Gunung Meriah dan Singkil.
“Kami ecer langsung ke pekan-pekan (pajak). Harga masih normal Rp25 ribu sampai Rp28 ribu/Kilogram. Jika diambil oleh agen atau tengkulak harganya bisa sangat rendah hanya sekitar Rp18 ribu per kilogram,” ucap Rudi.
Camat Gunung Meriah, Johan Pahmi Sanif, yang menyaksikan panen perdana sistem kolam bioflog bersama Askep PT Socfindo H.Abdul Wahab Daulay, Kepala Pabrik Kebun Lae Butar, Masriadi, Asisten Divisi 1, Manatap Simarmata, turut memberikan apresiasi atas usaha dan kreatifitas para pemuda tersebut.
Johan berpesan agar para pemuda tidak terlena, dan tidak terus-menerus berharap bantuan CSR. “Alangkah baiknya dari bantuan awal, hasilnya tidak seluruhnya untuk konsumtif. Harus disisihkan untuk pengembangan usaha berikutnya agar menjadi usaha yang mandiri,” katanya.
“Saya harapkan usaha Kelompok Satu Kata ini menjadi pilot project desa lain di Gunung Meriah, yang masih akan memulai usaha,” harap Johan.
Askep PT Socfindo Abdul Wahab Daulay juga mengakui usaha kelompok Satu Kata lebih berhasil dengan hasil yang sangat lumayan. Mereka telah mengelola amanah perusahaan dengan sangat baik dan berhasil.
Selain memberi kontribusi untuk para pemuda Tulaan juga memberikan inovasi dalam budidaya gangang Azola yang bermanfaat mengurangi konsumsi pakan dan keuntungan lebih besar.
“Diharapkan menjadi motor penggerak dan bisa berbagi ilmu untuk pembinaan warga lainnya,” ucap Daulay, yang menyebutkan bantuan tersebut merupakan bergulir untuk desa lainnya. (Arif Helmy)