Banda Aceh (Waspada Aceh) – Partai Aceh menggelar buka puasa bersama di Balai Meuseuraya Aceh, Banda Aceh, Rabu (26/3/2025).
Acara ini diawali dengan tahlil dan doa untuk mengenang Sekjen DPP Partai Aceh, almarhum Kamaruddin Abubakar atau Abu Razak, yang wafat di Tanah Suci Makkah pada Rabu (19/3/2025).
Sejumlah tokoh hadir dalam kegiatan ini, termasuk para ulama, guru besar dari berbagai kampus di Aceh, anggota DPRA, pejabat instansi, serta perwakilan partai koalisi.
Gubernur Aceh yang juga Ketua Umum DPP Partai Aceh, Muzakir Manaf, dalam sambutannya menekankan bahwa buka puasa ini bukan sekadar ajang silaturahmi, tetapi juga momentum untuk membangun peradaban dan memperbaiki kerja-kerja pemerintahan ke depan.
“Aceh harus lebih maju seperti daerah lain. Dengan kebersamaan ini, insya Allah kita mendapatkan ridha Allah SWT. Kita juga harus meningkatkan ukhuwah dan ketakwaan agar mendapat jalan yang lebih baik,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya ketakwaan dalam menghadapi berbagai tantangan zaman, terutama fitnah yang semakin merajalela.
Mengenang Perjuangan Abu Razak
Wali Nanggroe Aceh, yang juga Ketua Tuha Peut DPP Partai Aceh, Tgk Malik Mahmud Al-Haythar, mengajak hadirin untuk merenungkan jasa Abu Razak dalam perjuangan Aceh.
“Almarhum di usia 18 tahun bersama ratusan pemuda Aceh kami kirim ke Libya untuk pelatihan militer dan politik. Sosoknya adalah panglima yang berani dan memiliki keteguhan dalam perjuangan,” kenangnya.
Ia menambahkan bahwa Abu Razak tetap setia menjalankan tugasnya sebagai Sekjen Partai Aceh meskipun menghadapi banyak tantangan.
“Ini adalah ciri seorang pemimpin yang harus dicontoh oleh generasi muda Aceh. Sejarah telah membuktikan bahwa laki-laki dan perempuan Aceh mampu menentang penjajahan dan menjaga kehormatan bangsa,” katanya.
Acara ini juga diisi dengan penyerahan santunan kepada puluhan anak yatim dan penyandang disabilitas. Suasana di Balai Meuseuraya tampak ramai, dengan tribun yang penuh oleh peserta.
Tausiah disampaikan oleh Abi Nasruddin Bayu, yang mengingatkan bahwa Ramadan adalah momentum untuk mengambil pelajaran dari sejarah, khususnya peristiwa Fathu Makkah.
“Fathu Makkah adalah bukti bahwa perdamaian bisa membawa perubahan besar. Aceh harus belajar dari sejarah ini untuk terus maju ke depan,” ujar Abi Nasruddin.
Dalam tausiahnya, ia juga menyampaikan enam falsafah hidup yang harus dijadikan pedoman: ibadah, harkat, istirahat, masyarakat, adat, dan adab, serta ilmu.
“Enam falsafah hidup ini, jika kita baca dalam visi dan misi Mualem, akan terlihat bagaimana nilai-nilai ini menjadi dasar dalam membangun Aceh ke depan,” jelasnya.
Acara ditutup dengan doa bersama dan dilanjutkan berbuka puasa. (*)