Banda Aceh (Waspada Aceh) – Direktur Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Pangarso Suryotomo, menekankan pentingnya peran penyandang disabilitas dalam pengurangan risiko bencana.
Dalam diskusi bertema “Hambatan, Kapasitas, dan Peran Penyandang Disabilitas dalam Pengurangan Risiko Bencana” yang berlangsung di SMEA Premium Lamnyong Banda Aceh, Selasa (8/10/2024),
Pangarso yang akrab disapa Papang ini juga menyoroti bahwa selama ini kapasitas penyandang disabilitas belum terintegrasi secara optimal dalam penanganan bencana di Aceh.
“Kita perlu melihat disabilitas bukan hanya dari sisi fisik, tetapi juga kapabilitas mereka. Diskusi ini bertujuan mengeksplorasi peran mereka dalam tahapan pra, saat, dan pasca bencana,” ujar Pangarso dalam acara kolaborasi bersama Forum Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Aceh dan didukung Pemerintah Australia.
Menurut Pangarso, bencana alam sering kali menyebabkan disabilitas baru, baik karena akses yang terputus maupun kondisi fisik akibat bencana.
Oleh karena itu, keterlibatan penyandang disabilitas dalam perencanaan kebencanaan adalah hal yang krusial untuk mencegah terjadinya “disabilitas ganda” akibat kurangnya akses layanan pascabencana.
“Jangan sampai muncul disabilitas baru atau bahkan disabilitas ganda. Kita perlu mendengarkan masukan dari teman-teman disabilitas untuk menciptakan kebijakan yang ramah bagi mereka,” tambahnya.
BNPB juga sedang mendorong pembentukan Unit Layanan Disabilitas di setiap provinsi. Saat ini, unit tersebut sudah ada di Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Pangarso menyatakan Aceh akan menjadi salah satu provinsi prioritas dalam upaya ini.
“Unit Layanan Disabilitas akan menjadi forum bagi penyandang disabilitas dan non-disabilitas dalam merencanakan aksi kebencanaan, mengakses informasi, serta mendorong kebijakan daerah yang lebih inklusif,” jelasnya.
Ia juga mendorong agar Aceh menjadi provinsi yang ramah disabilitas, baik dari segi infrastruktur maupun layanan publik. Misalnya, ia mengajak pemerintah daerah dan pelaku usaha, seperti kafe-kafe di Aceh, untuk menyediakan akses yang memadai bagi penyandang disabilitas.
“Tempat-tempat umum seperti hotel, rumah sakit, hingga kafe perlu diperhatikan agar ramah disabilitas. Mari kita bersama-sama menciptakan Aceh yang inklusif, karena tamu yang datang ke Aceh juga bisa saja penyandang disabilitas,” tutupnya (*)