Minggu, November 24, 2024
spot_img
BerandaBMKG Ingatkan Agar Waspadai Kebakaran Lahan di Aceh Selama Musim Kering

BMKG Ingatkan Agar Waspadai Kebakaran Lahan di Aceh Selama Musim Kering

Aceh Besar (Waspada Aceh) – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan masyarakat Aceh akan potensi kekeringan yang dapat terjadi di wilayah tersebut.

Feqri, Prakirawan BMKG Kelas I Blang Bintang, menyatakan puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada bulan Juni, yang dapat membawa potensi kekeringan secara signifikan.

Namun demikian, Feqri juga menjelaskan, beberapa minggu ke depan masih ada potensi hujan, terutama di wilayah Aceh Utara, termasuk Aceh Besar dan Banda Aceh. Sementara itu, wilayah selatan Aceh, seperti Aceh Tenggara, diperkirakan mengalami musim kemarau yang berpotensi menyebabkan kekeringan.

Perubahan cuaca tersebut telah menunjukkan dampaknya, dengan terjadi tiga titik api kebakaran di beberapa wilayah Aceh, seperti Aceh Tengah, Aceh Barat, dan Aceh Tenggara. Kebakaran lahan menjadi salah satu dampak serius yang timbul akibat kekeringan.

“Dampak paling rawan saat kenaikan suhu jika kekeringan daerah lahan gambut yang menyebakan kebakaran,” kata Feqri saat ditemui Waspadaaceh.com di kantor BMKG Kelas I Sultan Iskandar Muda, Blang Bintang, Selasa (30/5/2023).

Feqri menjelaskan, daerah-daerah dengan lahan gambut menjadi lebih rentan terhadap kebakaran saat suhu meningkat dan kekeringan melanda. Wilayah rawan adalah barat daya hingga tenggara Aceh, termasuk Subulussalam dan Aceh Tenggara.

Beberapa waktu lalu, Banda Aceh mencatat suhu tertinggi pada tanggal 14 Mei mencapai 36,2°C. Pada bulan April 2023, suhu tertinggi di Aceh bahkan mencapai 38,8°C di wilayah Kutacane. Sementara itu, suhu minimum rata-rata di Aceh mencapai 15°C.

Rata-rata curah hujan normal di Aceh berkisar antara 200 hingga 300 mm. Namun, terdapat catatan bahwa di beberapa wilayah Aceh pernah terjadi curah hujan yang sangat tinggi, mencapai 1000 mm dalam sehari.

Feqri juga menjelaskan perubahan iklim di Aceh dipengaruhi oleh faktor ekvatorial. Pengaruh ini berasal dari Samudera Hindia, yang membawa uap air kemudian berubah menjadi hujan. Inilah sebabnya mengapa hujan di Aceh bisa sangat deras, sementara suhu menjadi sangat tinggi saat musim kemarau.

Menurut Feqri, kondisi ini sudah terjadi sejak zaman dahulu. Namun, dalam konteks perubahan iklim saat ini, suhu di Aceh mengalami pergeseran dan meningkat dengan lebih cepat, seperti yang terjadi pada bulan Mei. Perubahan ini berdampak pada datangnya musim kemarau yang lebih cepat dan berkurangnya ketersediaan air di wilayah tersebut.

Feqri menjelaskan bahwa musim kemarau tahun ini terjadi lebih cepat pada bulan Mei karena adanya anomali pada siklon tropis Mawar di wilayah timur.

Lebih lanjut, ia menyebutkan tingkat presisi prediksi cuaca berkisar antara 70 hingga 90 persen.

Feqri juga memberikan penjelasan mengenai siklon tropis Mawar yang dapat menyebabkan kekeringan di suatu wilayah. Ia menjelaskan bahwa siklon tropis ini menarik massa udara dari laut ke titik tertentu, sehingga menyebabkan kekeringan di wilayah tersebut.

Fenomena ini terjadi karena penurunan tekanan udara akibat energi diterima laut dari sinar matahari yang signifikan dan suhu yang lebih tinggi dibandingkan sekitarnya. Akibatnya, massa udara berkurang dan potensi hujan juga berkurang di wilayah tersebut.

BMKG terus memantau perkembangan cuaca dan memberikan informasi terkini kepada masyarakat untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim yang terjadi.

Masyarakat di wilayah Aceh diimbau untuk tetap waspada terhadap kemungkinan terjadinya kekeringan dan kebakaran lahan selama musim kemarau. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER