Minggu, September 8, 2024
BerandaTausiahBergembiralah, Jangan Seperti Lebarannya Qarun dan Abu Lahab

Bergembiralah, Jangan Seperti Lebarannya Qarun dan Abu Lahab

Qarun ketika keluar rumah memamerkan harta kekayaannya. Dia menggunakan pakaian yang sangat mewah, jumlah harta benda yang dibawanya harus diangkut oleh 60 ekor unta, dengan didampingi sebanyak 600 orang pelayan yang terdiri 300 laki-laki dan 300 orang perempuan.
Penulis: Hamdani, SE.,M.Si

Dalam waktu yang tidak lama lagi, dalam hitungan jam, umat Islam yang telah berpuasa selama sebulan penuh akan segera merayakan hari kemenangan, Hari Raya Idul Fitri 1440 H. Hari kemenangan karena mereka telah berhasil melawan hawa nafsu.

Hari raya atau lebaran Idul Fitri merupakan hari yang dinanti-nantikan oleh umat Islam yang berpuasa. Pada hari itu mereka bergembira dan bersuka cita sambil mengucapkan Taqabballahu minna waminkum kepada saudara-saudara muslim lainnya.

Suasana lebaran begitu terasa bila sebelumnya mereka telah melakukan puasa dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Dengan selesainya menjalani ibadah puasa yang telah melarang mereka makan, minum, dan hal-hal yang dapat membatalkannya, kini umat Islam dibebaskan untuk menikmatinya kembali.

Malam ini, nanti setelah pelaksanaan shalat magrib seluruh umat muslim mulai bertakbir mengagungkan asma Allah sebagai bentuk syukur kepada Nya karena manusia telah dibebaskan dari segala dosa. Manusia telah menjadi sosok yang telah bersih dari segala dosa seperti seorang bayi yang baru lahir.

Idul Fitri berarti bahwa manusia yang sebelum Ramadhan dilumuri dengan berbagai dosa, kini kembali kepada asalnya yakni fitri (fitrah). Mereka kaum shaimin (orang-orang yang berpuasa) telah terlahir kembali sebagai manusia yang baru.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam menganjurkan umatnya untuk merayakan hari Idul Fitri dengan berbagai kebaikan dan kemuliaan. Misalnya sejak malam sampai pagi atau menjelang subuh mengumandangkan takbir di masjid-masjid. Lalu dilanjutkan pada pagi hari sebelum pelaksanaan shalat Idul Fitri.

Shalat Idul Fitri biasanya dilakukan ditempat terbuka, hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah agar Shalat Ied dilakukan di lapangan luas. Sunnah Nabi ini berkaitan dengan syiar Islam. Jika biasanya shalat lima waktu dilakukan di dalam masjid maka Shalat Ied dianjurkan di luar masjid, kecuali ada halangan atau hujan misalnya, itu diperbolehkan di dalam masjid.

Sejak pukul 07.00 WIB masyarakat berbondong-bondong menuju tempat-tempat shalat. Sambil bertakbir, para jamaah disunnahkan untuk berjalan kaki secara bersama-sama dengan jamaah lainnya.

Dianjurkan pula agar saat pulang melewati jalan lain yang berbeda dengan saat pergi. Filosofi di balik ini agar kita dapat berjumpa dengan banyak orang lalu saling bersalam-salaman dan memaafkan satu sama lain.

Jangan lupa pada Hari Raya Idul Fitri agar menggunakan pakaian baru jika ada. Ini bagian dari sunnah Nabi yang sangat dianjurkan.

Dari Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu, bahwa: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan kami pada dua hari raya untuk memakai pakaian terbaik yang kami punya, dan memakai wangi-wangian yang terbaik yang kami punya, dan berkurban dengan hewan yang paling mahal yang kami punya.” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadrak)

Dari hadits tersebut, telah jelaslah bahwa salah satu sunnah Nabi Muhammad sebelum salat Idul Fitri adalah memakai pakaian terbaik dan wewangian. Dengan begitu kita akan terlihat lebih bersih, harum, dan menyenangkan.

Perkara lainnya yang perlu diperhatikan oleh kaum muslimin saat sebelum menuju tempat shalat adalah hendaknya mereka makan (sarapan) terlebih dahulu walau hanya sedikit atau satu biji kurma.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Janganlah keluar pada hari Idul Fitri sampai dia makan dulu, dan janganlah makan ketika hari Idul Adha sampai dia shalat dulu.” (HR. At Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Ahmad).

Setelah tiba di tempat shalat maka khusuklah bertakbir mengesakan Allah Subhanahu Wata’aala dengan penuh keimanan. Tertiblah dalam saf-saf shalat serta dapat mendengarkan rukun dua al khutbah saat khatib di atas mimbar.

Para jamaah sangat tidak dianjurkan untuk lalai dengan kesibukan lainnya saat khutbah berlangsung karena dapat membuat shalat Idul Fitri yang dijalankan tidak sah. Mungkin kita sering melihat beberapa jamaah yang asik dengan smartphone bahkan main game saat khutbah berlangsung. Perbuatan ini tidak dibenarkan dan akibatnya shalat menjadi tidak sah.

Setelah proses shalat selesai dilaksanakan. Biasanya kaum muslimin melakukan berbagai kegiatan lain yang bersifat sosial atau hubungan antar manusia. Menjalin silaturrahim dan menyambung kembali tali persaudaraan yang terputus dengan sesama merupakan ajaran yang wajib dijalankan bila puasa mereka ingin diterima oleh Allah.

Berkunjunglah ke rumah orang tua lalu minta maaf atas segala dosa-dosa dan kesalahan yang pernah kita lakukan pada mereka agar kita benar-benar terbebas dari sifat durhaka kepada orang yang telah melahirkan dan membesarkan kita. Berilah mereka pakaian baru, uang, dan apa saja yang kita mampu agar mereka bahagia dan senang.

Bila kedua orangtua kita sudah tiada maka berziarahlah ke makam mereka dan doakan agar mereka mendapatkan ampunan dari Allah Subhanahu Wata’aala. Bersihkan kuburan mereka dari ilalang atau rumput yang menutupi makam, lalu tanamkan bunga-bunga nan harum di atas pusara mereka.

Bagi mereka yang di perantauan barangkali tidak mempunyai kemampuan untuk pulang menjenguk orang tuanya, mungkin karena biaya tiket yang mahal atau sulitnya mendapatkan uang di negeri orang. Jangan bersedih hati, ucapkan selamat lebaran dan mohon ampun dengan menelpon mereka atau melalui tetangga kita. Intinya orang tua kita adalah paling utama dan pertama kita kunjungi saat Idul Fitri tiba.

Orang tua kita yang dimaksud termasuk kedua mertua kita. Sebab tidak ada perbedaan dalam melayani mereka. Kita mesti berlaku adil baik kepada orang tua kandung kita maupun mertua. Karena ibu dari suami juga merupakan ibu kita begitu sebaliknya.

Dan yang lebih penting kemudian adalah kita tetap bisa menjaga amal-amal kita selama Ramadhan meskipun kita dalam suasana bergembira ria pada hari lebaran. Jangan sekali-sekali kita lupa bahwa apa yang dilarang oleh Allah agar senantiasa dipatuhi.

Diantara perbuatan yang dilarang pada saat lebaran dan hari-hari lainnya adalah misalnya pesta mabuk, berzina, main judi, atau perbuatan-perbuatan maksiat lainnya. Semua itu dilarang karena dapat menyebabkan manusia kembali bergelimang dosa.

Bahkan umat muslim dilarang untuk merayakan lebaran seperti modelnya lebaran Qarun. Qarun adalah sepupu Musa, anak dari Yashar adik kandung Imran ayah Musa. Baik Musa maupun Qarun masih keturunan Yaqub, karena keduanya merupakan cucu dari Quhas putra Lewi.

Lewi bersaudara dengan Yusuf anak dari Yaqub, hanya berbeda ibu. Silsilah lengkapnya adalah Qarun bin Yashar bin Qahit/Quhas bin Lewi bin Yaqub bin Ishaq bin Ibrahim.

Qarun dikenal sebagai orang yang sangat kaya. Kekayaannya membuat iri orang-orang Bani Israil. Karena kekayaannya itu pula, Qarun senantiasa memamerkan dirinya kepada khalayak ramai.

Bahkan, begitu banyak kekayaan yang dimilikinya, sampai-sampai anak kunci untuk menyimpan harta kekayaannya harus dipikul oleh sejumlah orang-orang yang kuat. (Al-Qashash [28]: 76).

Nah jangan sampai kita berprilaku seperti Qarun yang suka memamerkan kemewahan dan kemegahan saat kita merayakan lebaran. Mentang-mentang memiliki mobil mewah, pakaian mahal, perhiasan yang banyak, lalu kita lupa diri. Sehingga membuat kita ujub dan sombong. Seakan kitalah paling hebat diantara manusia yang lain.

Qarun ketika keluar rumah memamerkan harta kekayaannya. Dia menggunakan pakaian yang sangat mewah, jumlah harta benda yang dibawanya harus diangkut oleh 60 ekor unta, dengan didampingi sebanyak 600 orang pelayan yang terdiri atas 300 laki-laki dan 300 orang perempuan. Saat itu, Qarun juga dikawal sebanyak 4000 orang dan diiringi oleh sebanyak 4000 binatang ternak yang sehat.

Sehingga orang-orang menyaksikan betapa kehidupan dunia yang dapat melalaikan orang lain dari mengingat akhirat. Perbuatan pamer Qarun dapat pula menyebabkan orang lain sangat berkeinginan sebagaimana kekayaan yang dimiliki oleh Qarun. Akibatnya orang lupa pada tujuan hidup yang sebenarnya yaitu mencapai akhirat dengan predikat taqwa.

Tidak hanya model hari raya Qarun yang tidak boleh kita tiru, hari raya Abu Lahab (paman Nabi) pun jangan sampai kita tiru. Abu Lahab dan beserta Abu Jahal mengadakan pesta besar-besaran ketika merayakan hari raya mereka.

Menyajikan makanan mewah dan lezat, mengundang orang-orang hebat untuk menikmati pesta yang di dalamnya disajikan minuman khamar, serta diiringi dengan tarian-tarian yang dimainkan oleh perempuan-perempuan seksi.

Sementara anak yatim dan fakir miskin sangat dibenci oleh Abu Lahab dan kawan-kawannya. Mereka para fakir tidak diperbolehkan mendekati pesta Abu Lahab. Jangankan diizinkan untuk menikmati makanan, melewati depan rumahnya saja dilarang.

Pesta mewah hari raya Abu Lahab dijaga ketat oleh para pengawal dan tentara. Setiap orang yang masuk diperiksa secara teliti oleh pengawal Abu Lahab.

Begitulah perbedaan hari raya yang nyata antara hari raya Idul Fitri yang dilakukan oleh umat Islam sebagai bagian dari ajaran agama dan syi’ar Islam. Tidak seperti hari raya Qarun dan Abu Lahab, mereka lebih mementingkan kemegahan dan menuruti syahwat serta hawa nafsu mereka.

Dengan demikian sebagai muslim kita harus menyadari bahwa ibadah puasa yang kita lakukan selama sebulan penuh harus dapat kita pertahankan dan bahkan kita tingkatkan pada bulan Syawal. Sebagaimana arti dari Syawal adalah meningkat. Artinya ibadah kita harus lebih meningkat dari sebelumnya.

Bergembira pada hari lebaran sangatlah dianjurkan oleh Rasullullah namun tetap dengan memperhatikan kemaslahatan dan kebajikan. Misalnya mengajak anak-anak yatim bermain di tempat-tempat permainan, memberikan mereka makan yang lezat, membeli mereka pakaian yang bagus serta memberi sedikit uang, itu merupakan sunnah Rasul. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER