Senin, April 29, 2024
Google search engine
BerandaKulinerBerburu "Halua Bluek" di Hari Meugang, Penganan Khas Pidie

Berburu “Halua Bluek” di Hari Meugang, Penganan Khas Pidie

Halua berarti kue manisan yang terbuat dari tepung seperti dodol, namun teksturnya lebih kasar dibanding dodol.

Pasar Garot Pidie tampak ramai dua hari sebelum Ramadhan, Minggu (10/3/2024).  Pedagang musiman berjejer di sepanjang Jalan Jabal Ghafur – Sigli Kabupaten Pidie menawarkan berbagai macam dagangan.

Warga yang berlalu lalang di pasar tersebut semangat berbelanja untuk menyiapkan segala hal menjelang Ramadhan.

Salah satu yang menarik perhatian tampak ramai pedagang yang berjualan penganan khas yaitu  “Halua Bluek”, di setiap lapak juga tersedia lemang.

Halua berarti kue manisan yang terbuat dari tepung seperti dodol, namun teksturnya lebih kasar dibanding dodol.

Sementara kata bluek merupakan nama desa-desa di Kecamatan Indrajaya Kab Pidie di mana kue halua  tersebut diproduksi. Sehingga masyarakat Pidie menyebut  kue khas tersebut dengan nama “Halua Bluek”

Kue tradisional ini  sudah populer di Aceh sejak zaman dahulu. Rasanya manis, dan legit, dengan warna coklat tua yang dihasilkan dari campuran gula dan kelapa.

Halua bluek sering dijadikan penganan khusus pada momen perayaan hari besar Islam seperti menjelang Ramadhan  (hari meugang) dan hari raya. Meugang adalah tradisi masyarakat Aceh untuk menyembelih hewan kurban sebelum puasa dan lebaran.

Pada saat itu, banyak orang yang membawa daging meugang, halua, atau lemang saat berkunjung ke rumah saudara atau tetangga.

Kemudian, di Pidie, tradisi yang masih terjaga adalah saat Bulan Ramadan, pengantin baru laki-laki biasanya membawa  hadiah berupa makanan atau  bingkisan ke rumah keluarga istrinya. Bingkisan tersebut umumnya meliputi daging meugang, pisang, halua, gula, buah-buahan, dan lainnya sebagai simbol menyambut bulan suci ramadan.

Mariani, 50,  salah satu penjaja kue khas ini. Di atas meja kecil dengan atap payung, beberapa potongan halua bluek yang dibungkus dengan plastik bening dijajakan di atas meja juga dengan sebuah timbangan.

“Piyoh…piyohh, Bloe Halua kak. (Mampir..mampir, beli Halua kak!! ), ” sapa Mariani kepada siapa saja yang melewati lapak dagangannya.

Ia menjual halua dengan harga Rp60 ribu per kilogram, sementara warga biasanya membeli dalam kuantitas ons seharga Rp6 ribu.

Salah seorang pembeli, Cut Mutia,56, mengatakan sengaja mampir ke Pasar Garot untuk membeli halua bluek. Ia merantau di Banda Aceh dan pulang kampung menjelang puasa untuk berziarah ke kuburan orangtuanya. Sehingga ia ingin membawa penganan khas tersebut untuk dibagikan ke sanak saudaranya.

“Setiap meugang pertama pasti pulang kampung khusus berziarah ke kuburan orang tua dan juga berkunjung ke rumah saudara. Kalau meugang, tradisinya bawa ini,” kata Cut Mutia sambil menujukkan Halua Bluek dan lemang.

Mariani menjelaskan, proses pembuatan Halua bluek dengan bahan-bahan seperti tepung ketan, tepung beras, manisan, gula pasir, dan santan kelapa. Proses memasaknya membutuhkan waktu hingga 5-7 jam dengan diaduk secara terus- menerus agar tidak gosong dan mengeras.

“Kalau mau hasilnya bagus, harus aduk terus. Kalau berhenti, bisa gosong atau keras. Makanya saya minta bantuan anak atau suami untuk aduk,” kata Mariani.

Mariani mengatakan zaman dulu membuat kue ini bisa sampai seharian. Karena menumbuk berasnya saja dengan menggunakan Jingki, alat tumbuk beras tradisional orang Aceh. Jadi bisa dibayangkan sendiri betapa banyak waktu yang dihabiskan. Halua bluek bisa bertahan hingga seminggu  tanpa mengalami perubahan warna dan rasa.

Halua bluek merupakan warisan kuliner yang sudah ada sejak zaman Belanda. Menurut Mariani, kakeknya pernah bercerita bahwa halua bluek sudah dibuat oleh nenek moyangnya sejak ratusan tahun lalu.

“Dulu, halua bluek dibuat untuk disimpan biasanya menyambut tamu, karena tahan lama, halua bluek bisa dimakan kapan saja,  apalagi ditemani dengan kopi,” kata Mariani.

Mariani berharap, halua bluek bisa terus dilestarikan sebagai salah satu kuliner khas Pidie. Ia juga berharap, pemerintah bisa memberikan dukungan kepada para pengrajin halua bluek agar bisa meningkatkan kualitas dan kuantitas produksinya.

“Halua bluek ini sudah menjadi ciri khas Pidie. Jangan sampai punah atau hilang. Harus terus dibina dan dikembangkan,” kata Mariani. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER