Banda Aceh (Waspada Aceh) – Pemutusan hubungan kerja (PHK) yang disebut-sebut juga sebagai “cuci gudang” 88 orang pegawai honorer di RSUD Meuraxa, Banda Aceh, terus menuai polemik. Kali ini mencuat kabar diduga adanya intervensi oknum Anggota DPRK di balik aksi PHK tetsebut.
“Ya, ada peran direksi dan salah seorang oknum Anggota DPRK. Dia yang mengatur siapa yang dikeluarkan dan siapa yang bertahan. Intervensi itu yang kuat,” kata seorang sumber di internal rumah sakit milik Pemko Banda Aceh itu, kepada Waspadaaceh.com, Kamis (14/12/2023).
Sumber ini juga menerangkan, dalam prosesnya, anggota dewan ini memasukkan 30 nama pegawai baru yang diduga merupakan kerabatnya. 30 Orang itu dimasukkan menggantikan posisi yang kosong di beberapa bagian dari 88 orang yang terkena “cuci gudang”.
“Ya, dia masukan banyak orang. Jadi, ketika orang yang dipecat itu sudah dinyatakan tidak lulus evaluasi, orang baru itu masuk kerja di hari yang sama pula,” ujarnya.
Hal yang sama juga diungkapkan seorang sumber, mantan pegawai yang dipecat meski sudah bekerja lebih dari 7 tahun.
“Saya dipecat di hari itu, kemudian orang baru masuk kerja di hari yang sama. Artinya, sebelum evaluasi keluar, orang yang mau masuk sudah dipersiapkan dan disuruh kerja di hari itu juga. Luar biasa,” ungkapnya.
Dia menuturkan, dampaknya, dia harus kehilangan pekerjaan dan hingga sekarang masih menganggur. Sedangkan pegawai yang baru masuk itu sampai sekarang masih proses belajar, belum mahir.
“Saya nganggur sekarang. Belum dapat kerja. Dipecat akibat kita tidak mau mendukung salah satu partai dari Anggota DPRK yang intervensi itu,” jelasnya.
Plt Direktur RSUD Meuraxa, dr Riza Mulyadi, SpAn yang dikonfirmasi terkait masalah ini, enggan menjawab pertanyaan wartawan. Konfirmasi telah dilakukan berulang kali kepada dr Riza, namun bersangkutan tidak juga menjawab.
Waspadaaceh.com juga sudah berupaya mendatangi dr Riza di kantornya, di RSUD Meuraxa, Banda Aceh. Riza enggan ditemui. Konfirmasi ini juga sudah dilayangkan ke dr Riza sejak beberapa hari lalu, namun hingga kini dia belum juga memberikan jawaban.
Pemberitaan sebelumnya, Plt Direktur RSUD Meuraxa, dr Riza Mulyadi, SpAn menegaskan, terkait pemberhentian pegawai honorer itu, dia sudah menjalankan sesuai aturan berlaku. Pemberhentian atau pemutusan hubungan kerja pegawai honorer di sana dinilai berdasarkan evaluasi.
Dia menilai dalam proses evaluasi mulai dari seleksi administrasi, tes tulis, praktik, hingga wawancara dilaksanakan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.
“Kita menegakkan aturan guna mewujudkan asas profesionalitas demi pelayanan prima kepada masyarakat,” kata dr Riza, Rabu (6/12/2023).
Riza juga menjelaskan, pihaknya membentuk tim khusus yang berkompeten guna memastikan setiap tahapan seleksi dilakukan secara ketat. Berdasarkan hasil seleksi itulah, dia selaku direktur rumah sakit mengeluarkan surat keputusan bagi 88 pegawai yang tidak lolos seleksi bahwa kontrak kerja tidak dapat diperpanjang.
“Hasil evaluasi pegawai non PNS ini sudah jelas dasarnya merujuk ke Pemendagri nomor 79 tahun 2018 tenntang Badan Layanan Umum Daerah, dan Surat Menteri PANRB No. B/185/M.SM.02.03/2022 perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,” ujarnya.
Dia juga meluruskan jumlah pegawai yang tidak diperpanjang perjanjian kontrak kerjanya tidak mencapai 140 orang sebagaimana yang beredar di media massa.
“Angka yang benar adalah 88 orang yang tidak lulus dari total 539 pegawai non PNS yang mengikuti seleksi,” ujarnya. (*)