Aceh Besar (Waspada Aceh) – Istidraj merupakan pemanjaan yang diberikan Allah kepada hamba-Nya untuk perlahan-lahan membawa mereka pada kehinaan.
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy dalam tafsir Al-Qur’an Al-Majid An-Nur menjelaskan, istidraj terjadi ketika seseorang yang gemar bermaksiat terus diberikan kenikmatan dunia tanpa disadari hal itu justru menjauhkan mereka dari Allah.
Imam Syekh Masjid Al-Hasyimiah Gampong Rukoh, Darussalam, Banda Aceh, Tgk. H. Ahmad Riziani, S.Ag, menyampaikan hal itu dalam khutbah Jumat di Masjid Besar Lambaro Angan, Kecamatan Darussalam, Aceh Besar, Jumat (17/01/2025), bertepatan dengan 17 Rajab 1446 H.
Ia menyampaikan, bahwa Allah memberikan kemewahan dunia kepada mereka yang tidak beribadah, tetapi nikmat itu justru membawa mereka pada kebinasaan.
“Allah SWT memberikan rezeki berlimpah kepada orang yang jarang shalat, tidak senang pada nasihat ulama, dan terus berbuat dosa. Hidup mereka terlihat bahagia, tetapi jauh dari nilai ketaqwaan,” tegasnya.
Allah SWT telah mengingatkan kita dalam firman-Nya: “Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, akan Kami biarkan mereka berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dengan cara yang tidak mereka ketahui. Dan Aku akan memberikan tenggang waktu kepada mereka. Sungguh, rencana-Ku sangat teguh.” (QS. Al-A’raf [7]: 182-183)
Rasulullah SAW juga bersabda: “Jika kamu melihat Allah memberikan kemewahan dunia kepada hamba-Nya yang suka melanggar perintah-Nya, maka itulah yang disebut istidraj.” (HR. Ahmad, merujuk QS. Al-An’am : 44)
Ahmad Riziani atau biasa disapa Abon Yani mengutip Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar jilid 3 yang menjelaskan, istidraj adalah ketika seseorang dikeluarkan dari jalan lurus kebenaran tanpa disadari. Mereka terus diberi kenikmatan dunia hingga lupa diri, dan pada akhirnya Allah mencabut semua kenikmatan itu secara tiba-tiba.
‘Fir’aun diberi kekuasaan besar, tetapi keangkuhannya menjerumuskannya pada kehancuran. Ia bahkan mengaku sebagai Tuhan. Akhirnya, Allah SWT menenggelamkannya di laut bersama pasukannya. Hal serupa juga terjadi pada Qarun, yang ditelan bumi bersama seluruh hartanya karena kesombongannya,” ungkapnya.
Ahmad Riziani menjelaskan, untuk mengenali istidraj, perhatikan beberapa tanda berikut: Pertama, kenikmatan dunia semakin bertambah, tetapi keimanan semakin menurun, kemudahan hidup diperoleh meski terus bermaksiat, dan rezeki berlimpah, tetapi lalai dalam ibadah.
“Ciri lainnya, kekayaan bertambah, tetapi menjadi kikir, serta jarang diuji dengan kesulitan, tetapi semakin sombong,” tegasnya.
Syekh Ibnu Athaillah As-Sakandari dalam Al-Hikam juga mengingatkan, “Takutlah pada perlakuan baik Allah di tengah durhakamu kepada-Nya, karena hal itu bisa jadi istidraj.”
Ahmad Riziani menegaskan, kenikmatan, baik materi maupun non-materi, amanah yang harus disyukuri. Syukur itu diwujudkan melalui lisan dengan memuji Allah, hati yang selalu mengingat-Nya, dan perbuatan yang mencerminkan ketaatan kepada-Nya, seperti bersedekah dan membantu sesama.
“Kerena itu, kita patut bercermin pada do’a Umar bin Khattab, Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari menjadi mustadraj (orang yang dilalaikan menuju kehancuran). Semoga kita selalu terjaga dari istidraj, semakin mendekat kepada Allah dalam syukur dan ketaqwaan, serta menjadikan nikmat sebagai sarana mendapatkan ridha-Nya,” pungkas khatib Tgk.H.Ahmad Riziani.(t.manaursyah)