Minggu, November 24, 2024
spot_img
BerandaInternasionalAnggota PPLN Kuala Lumpur Asal Aceh Dituduh Lakukan Pelanggaran Pemilu Hingga Kejanggalan...

Anggota PPLN Kuala Lumpur Asal Aceh Dituduh Lakukan Pelanggaran Pemilu Hingga Kejanggalan Penetapan DPO

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Masduki Khamdan Muchamad, mantan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) di Kuala Lumpur, tiba-tiba terjerat kasus dugaan pelanggaran Pemilu 2024 di Malaysia.

Saat ini kasus tersebut sudah melalui proses sidang. Jaksa menyebut Masduki bersama 6 anggota PPLN Kuala Lumpur didakwa tindak pidana dugaan penambahan dan pemalsuan data Daftat Pemilih Tetap (DPT) pada pelaksanaan Pemilu 2024 di Kuala Lumpur.

Masduki bercerita, ada kejanggalan dalam kasus ini. Ia mempertanyakan mengapa dia yang dipersalahkan. Padahal Masduki telah mundur dari PPLN sejak Mei 2023. Sementara itu kasus ini terjadi pada 21 Juni 2023.

Namanya juga sempat tercoreng dengan adanya berbagai pemberitaan di media massa yang menyebutkan dirinya masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) Kepolisian RI.

“Ketika pelanggaran yang dituduhkan ke saya ini terjadi, posisi saya tidak ada di Malaysia,” kata Masduki kepada Waspadaaceh.com, Sabtu (16/3/2024).

Masduki terkejut saat ia tiba-tiba dinyatakan sebagai DPO,  pada 8 Maret 2024. Informasi itu ia dapatkan saat Masduki sedang mengajar di salah satu universitas di Aceh. Dia mengaku menerima pesan dari nomor yang tidak dikenal.

Pesan tersebut berisi screenshot berita yang menyebutkan bahwa Ditreskrimum Polda Aceh menyatakan Masduki sebagai buronan atau DPO.

“Saya kaget. Mengapa saya menjadi tersangka dan DPO, padahal tidak ada surat pemeriksaan dan tidak ada surat panggilan. Kok tiba-tiba langsung jadi DPO. Foto saya terpampang di berbagai media dengan indentitas lengkap tersebar,  Dasarnya apa?,” ungkap Masduki.

Kemudian ia memutuskan bertemu dengan penyidik pada hari Sabtu, 9 Maret 2024. Namun, permintaannya tidak dapat dipenuhi karena waktu tersebut merupakan hari libur. Penyidik kemudian merekomendasikan agar Masduki datang ke Bareskrim Polri pada hari Rabu, 13 Maret 2024.

“Bapak pergi aja dulu ke Bareskrim untuk cabut status DPO, kemudian siangnya langsung ikut sidang,” kata Masduki menirukan yang disampaikan penyidik Bareskrim Polri.

Kejanggalan Penetapan DPO

Pada Selasa, 12 Maret 2024, Ia harus meninggalkan keluarganya di Aceh untuk berangkat  ke Jakarta. Masduki didampingi pengacaranya, Akbar Hidayatullah dari Bantuan Hukum Indonesia Justice Watch, mendatangi Bareskrim Polri untuk meminta keterangan atas status buronan itu.

“Sayangnya pemberitaan di media menyebutkan saya menyerahkan diri dan sebagainya. Seolah-olah saya memalsukan data, narasi tunggal ini memposisikan saya seolah membuat kejahatan besar,” tuturnya.

Jika ia mengetahui lebih awal dia bisa melakukan pra peradilan untuk melindungi haknya. “Karena waktunya singkat, kami tidak ada kesempatan melakukan pra peradilan,” jelasnya.

Ia menjelaskan Bareskrim menetapkannya DPO karena alasan waktu sidang perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat singkat. Prosedurnya hanya dengan sekali mengeluarkan surat pemanggilan.

“Seharusnya Bareskrim baru bisa menetapkan seseorang sebagai buronan setelah memanggil tiga kali tapi tidak ada respon. Menurut saya ini upaya kriminalisasi,” jelasnya.

Saat dikirimkan surat pemanggilan, ada kesalahan alamat yang tertera yang ternyata bukan alamat terdakwa. “Alamat yang tertera ternyata bukan alamat saya.  Ketika saya konfirmasi, kesalahan dari tim pembuat surat dakwaan. Kan ini lucu, padahal nomor saya tidak pernah ganti,” tuturnya.

Lanjut Masduki, saat tiba di Jakarta, usai menemui Bareskrim, ia  segera mengikuti persidangan.

Masduki baru mengetahui permasalahan terkait temuan adanya pengubahan data dari salah satu anggota PPLN tanpa melalui prosedur yang benar.

“Ketika pembacaan dakwaan itu baru tau permasalahan temuan adanya replacement atau pengubahan data dari salah satu anggota PPLN, bahwa data DPT diubah tanpa melalui prosedur yang benar,” jelasnya.

Jaksa menyatakan para terdakwa memasukkan data yang tidak benar dan tidak valid karena tidak sesuai hasil pencocokan dan penelitian data (coklit) ke dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS), menjadi DPS Hasil Perbaikan (DPSHP), dan ditetapkan menjadi Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Para terdakwa juga disebut memindahkan daftar pemilih metode Tempat Pemungutan Suara (TPS) ke metode Kotak Suara Keliling (KSK) dan Pos dalam kondisi data dan alamat pemilih tidak jelas atau tidak lengkap.

Sidang dalam kasus tersebut telah memasuki sidang ketiga. Pada sidang pertama, jaksa penuntut umum membacakan dakwaan, diikuti dengan pengajuan eksepsi oleh terdakwa pada sidang kedua.

Sidang dilanjutkan dengan  pernyataan saksi dari terlapor, yakni Panwaslu LN Kuala Lumpur. Fakta persidangan mengungkap saksi menyatakan bahwa dalam penetapan Daftar Pemilih Sementara (DPS) tidak ditemukan masalah, ini bertentangan dengan temuan yang ada.

Proses sidang masih berlanjut, dan Masduki berharap hasilnya segera mengungkap kebenaran. Dia berharap bisa terbebas dari jeratan kasus tersebut juga memulihkan nama baiknya terkait dengan isu-isu di media yang mencoreng nama baiknya. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER