Banda Aceh (Waspada Aceh) – Alokasi anggaran untuk Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Aceh yang tertera dalam APBA Perubahan (APBA-P) 2019, menuai kritikan dari berbagai pihak. Salah satunya disampaikan lembaga Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh.
Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani menyebutkan, secara etika Kadin tak diperkenankan menerima subsidi dari pemerintah. Apalagi usulan dananya bahkan memasukkan item-item terkecil, seperti kendaraan, kulkas, hingga alat tulis.
“Kadin ini merupakan lembaga tempat berkumpulnya para pengusaha, kumpulan orang-orang kaya, sebenarnya. Secara etika politik dan anggaran, justru merekalah yang seharusnya berkontribusi untuk menaikkan penerimaan daerah,” terangnya, Kamis (14/11/2019).
Di sisi lain, Askhalani menyoroti proses penganggaran yang diduga ilegal. Sebab, perencanaannya sama sekali belum pernah dibuka ke publik.
Dalam rencana anggaran di tahun 2018 lalu, anggaran tersebut tak terlihat sama sekali. “Jadi ini masuk di tengah jalan.”
Ini disebutnya logika sesat berpikir. Sebenarnya tak boleh diterima. Apalagi sampai ke item-item terkecil. “Lembaga sebesar Kadin ini seharusnya malu menerima dana tersebut,” ucap Askhal.
Sebut Kadin Bukan Organisasi Nirlaba
Secara kelembagaan, Askhalani mengatakan Kadin bukanlah organisasi nirlaba yang bisa menerima dana hibah.
Dia menjelaskan, pada Pasal 6 ayat (5) Permendagri disebutkan, hibah kepada badan dan lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d diberikan kepada badan dan lembaga yang bersifat nirlaba, sukarela dan sosial yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan.
“Selain itu, badan dan lembaga nirlaba, sukarela dan sosial ini telah memiliki surat keterangan terdaftar yang diterbitkan oleh menteri, gubernur atau bupati/wali kota,” lanjut Askhal.
Keberadaan lembaga tersebut perlu diakui oleh pemerintah pusat ataupun daerah melalui pengesahan dari pimpinan instansi vertikal, atau kepala satuan kerja perangkat daerah terkait sesuai dengan kewenangannya.
“Nah, jika melihat dari nomenklatur dan tata organisasi maka Kadin itu bukan bagian yang berhak mendapatkan anggaran secara terus menerus,” tukas dia.
GeRAK menduga, proses pemberian anggaran ini punya kepentingan tertentu. Bahkan, pihaknya memastikan ini bagian dari barter politik anggaran antara Pemerintah Aceh dengan pengusaha.
Sementara, kebutuhan hibah dan bansos sifatnya harus berpedoman untuk efektivitas, efisiensi dan akuntabilitas pengelolaan belanja hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Ini sebagaimana ditetapkan dalam Permendagri 123/2018 tentang Perubahan Keempat Atas Permendagri 32/2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBA.
“Usulan untuk anggaran Kadin jelas tidak dibenarkan, karena ia bukan lembaga struktural organisasi pemerintahan, sama sekali tidak memiliki hirarki dari sudut tata organisasi daerah manapun, jadi berpotensi menimbulkan celah pelanggaran hukum terencana,” pungkasnya.
Tetap Aset Milik Negara
Sebelumnya Wakil Ketua Bidang Organisasi dan Kesekretariatan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Aceh, Muhammad Iqbal, mengatakan, aset yang digunakan oleh asosiasi pengusaha itu adalah aset milik negara dan pengadaannya sesuai dengan Undang-undang dan peraturan yang berlaku.
Secara nasional, Kadin Indonesia adalah wadah pembinaan pengusaha yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 1 tahun 1987. Kadin Aceh sendiri, merupakan organisasi di daerah, yang keberadaanya merupakam satu kesatuan tidak terpisahkan dari Kadin Indonesia.
Sehubungan dengan informasi yang beredar di media daring dan lini masa media sosial, terkait dengan bantuan berupa belanja barang, yang diperuntukkan bagi Kadin Aceh, Muhammad Iqbal menjelaskan, semua proses pengadaan dan pengelolaan anggarannya dilakulan oleh instansi teknis terkait, yakni Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh.
Proses pengusulan item anggaran tersebut, dilakukan oleh Kadin Aceh. Dalam proses perencanaan dan penganggarannya disetujui oleh Pemerintah Aceh dan DPRA, dengan penempatan mata anggaran pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan.
Sebagaimana organisasi lain, seperti KONI, KNPI dan juga Pramuka, yang keberadaan institusi tersebut diatur oleh UU, maka Kadin yang kelembagaannya juga dibentuk berdasarkan UU, maka sebagai organisasi mitra pemerintah yang menjalankan fungsi pembinaan pengusaha, bentuk bantuan yang diberikan tersebut adalah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Dapat kami terangkan, Kadin Aceh merupakan organisasi yang sama seperti lembaga lain, yakni Pramuka, Koni dan KNPI. Merupakan wadah yang sewajarnya juga mendapatkan dukungan dari negara. Sebab tugas pokok dan fungsinya adalah sebagai sarana pembinaan pengusaha dan UMKM,” kata Iqbal. (Fuadi)