Senin, Oktober 20, 2025
spot_img
BerandaAkademisi Unmuha: Praktik Idle Money BAS Rugikan Makroekonomi Aceh

Akademisi Unmuha: Praktik Idle Money BAS Rugikan Makroekonomi Aceh

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Pengamat ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Aceh (Unmuha), Taufik Abdul Rahim, menyoroti praktik penyimpanan dana Bank Aceh Syariah (BAS) sebesar sekitar Rp8 triliun di Bank Indonesia (BI).

Menurutnya, praktik yang disebut sebagai idle money atau uang menganggur itu merugikan perekonomian makro Aceh karena dana tidak berputar di sektor produktif masyarakat.

Taufik menjelaskan, dalam aturan perbankan, Capital Adequacy Ratio (CAR) atau rasio kecukupan modal sekitar 8 persen mengharuskan bank umum menyediakan sejumlah uang tunai. Untuk memenuhi ketentuan tersebut dan menjaga likuiditas serta solvabilitas, bank melakukan clearing dan menyimpan dana di BI maupun bank lainnya.

“Ini memanfaatkan spreat atau selisih bunga uang bagi yang melakukan simpanan uang pada bank sentral atau bank umum lainnya. Tujuannya untuk memenuhi kepatuhan aturan perbankan, agar kondisi bank sehat dalam penilaian likuiditas dan solvavilitas bank,” sebutnya kepada Waspadaaceh.com, Jumat (17/10/2025).

Namun, Taufik menegaskan bahwa secara ekonomi, moneter, dan fiskal, praktik “idle money” tidak boleh dibenarkan karena membuat uang produktif justru menganggur.

“Praktik ini terjadi pada BAS yang menyimpan sekitar Rp8 triliun di BI. Sehingga ini mengorbankan makroekonomi Aceh karena uang tersebut tidak berputar untuk kepentingan masyarakat,” katanya.

Ia menilai kebijakan manajemen BAS terlalu berorientasi pada keuntungan jangka pendek semata, tanpa mempertimbangkan dampak sosial-ekonomi terhadap rakyat Aceh.

“Kebijakan Direktur BAS yang hanya berfikir mengejar profit semata, sesuai dengan prinsip bisnis keuangan dan perbankan. Jangan sampai mengorbankan uang rakyat hanya berfikiran sempit, keuntungan jangka pendek, picik dengan alasan menjaga likuiditas dan solvabilitas bank, sementara uang menganggur di BI,” tegasnya.

Karena itu, Taufik juga mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memperketat pengawasan dan memberikan peringatan terhadap praktik tersebut. Menurutnya, dana masyarakat harus memiliki nilai produktif dan menjadi stimulus ekonomi, khususnya untuk sektor riil dan sektor dasar (basic sector).

“Jangan berlindung di balik aturan perbankan. BAS memegang nominal yang sangat besar. Dana Rp8 triliun seharusnya bisa menggerakkan aktivitas ekonomi rakyat Aceh, bukan disimpan pasif,” tutupnya. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER