“Tidak ada musuh abadi, yang ada kepentingan bersama”
Catatan: Aldin Nainggolan
Sahdan, 4,5 thn silam di Solo. Saya saat itu sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua PWI Aceh, pemegang mandat suara pada Kongres PWI yang dibuka oleh Presiden Joko Widodo.
Saya dan beberapa pengurus tetap konsisten menyumbangkan suara kepada Bang Hendry CH Bangun, satu kandidat Ketum PWI yang menurut saya memilik keunggulan komparatif. Selain pengalaman cukup lama di organisasi (dua periode sebagai Sekjen PWI), Wakil Ketua Dewan Pers dan dari koran yang ternama, Kompas.
Dalam foto di bawah ini, di sebelah kiri Hendry CA Bangun, Firdaus (Ketum SMSI Pusat), yang saat itu sebagai pendukung inti kelompok sebelah, yakni Atal S Depari (ketika itu Atal menjabat Wakil Ketua Bidang Daerah PWI).
Firdaus adalah tokoh kunci di balik kesuksesan Atas S Depari. Selisih tiga suara untuk keunggulan bang Atal. Firdaus pun didapuk sebagai orang paling dekat dan menjabat tempat sebagai Wakil Ketua 1 Bidang Organisasi. Sebuah jabatan strategis, sesuai pengalaman organisasi yang luas yang ia timba sejak menjadi kader HMI.
Dalam perjalanan, Firdaus terpilih sebagai Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) mengalahkan Teguh Santosa, koalisi Atal dan Aury dalam kongres SMSI. Konon, nama terakhir ini rupanya yang diinginkan petinggi PWI untuk masuk di PWI.
Akhirnya PWI mengeluarkan “qanun” (peraturan) yang tidak membolehkan pengurus PWI rangkap jabatan di SMSI. Firdaus harus memilih salah satu. Apakah tetap sebagai Wakil Ketua PWI atau mengurusi organisasi perusahaan media siber yang didirikan dari rahim PWI, bernama SMSI. Walaupun kemudian realitasnya, Aury rangkap jabatan di SPS dan PWI.
Firdaus, mantan sekretaris PWI Banten dan mantan Ketua PWI Banten dua periode, jabatan itu membuktikan bahwa Ia merupakan kader inti PWI.
Sebagai kader, Firdaus bersikukuh dan mengambil tanggung jawab sebagai Ketum SMSI yang lahir dari rahim PWI. Jabatan strategis di PWI ia tinggalkan.
Dinamika pun cepat sekali berubah.
Adagium, “Tidak ada musuh abadi, yang ada kepentingan bersama,” itulah yang menyatukan bang Hendry CH Bangun dan Firdaus. Padahal saat Kongres PWI, 29 September 2018 di Solo itu, keduanya adalah rival yang sangat keras. Boleh dikata, tanpa Firdaus (maybe), jejak langkah Atal S Depari berliku dan terhadang, sedangkan bang Hendry boleh jadi bisa melangkah mulus.
Belakangan, bang Hendry dan Firdaus jalan seiring dalam membesarkan SMSI. Di periode kepengurusan SMSI Pusat, Hendry mendapat tempat terhormat dan menjadi Direktur Utama Siberindo.co, portal yang didirikan SMSI.
Kini, SMSI menjadi organisasi perusahaan pers dengan jumlah anggota fantastis. Lebih 2.000 perusahaan pers se tanah air bergabung. Angka yang sangat besar dan menjadikannya organisasi perususahaan media terbesar sejagat. Hal itu paling tidak diakui oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, saat memberi sambutan virtual di acara HUT SMSI pada masa pendemi COVID-19.
Di sela Hari Pers Nasional (HPN) 2023 yang sedang berlangsung, SMSI memilih melaksanakan sejumlah program yang keren: Bahkan lebih booming dari induknya. Antara lain, Ekspredisi Geopark Kaldera, melibatkan sejumlah kepala daerah yang wilayahnya masuk kawasan kaldera Toba.
SMSI memberi kontribusi besar dalam ekspose Ekspredisi Geopark Kaldera, dalam menjaga warisan nasional untuk dicatat di Unesco, lembaga PBB yang mengurusi soal itu.
Kegiatan yang berlangsung pada 4 – 6 Februari 2023, dilanjutkan dengan acara Silaturahmi Nasional SMSI di Kantor Gubernuran Sumatera Utara, sekaigus pelantikan pengurus SMSI Sumatera Utara.
Hendry CH Bangun, Wakil Ketua Dewan Pers periode lalu, ikut mengisi acara seminar terkait disrupsi media siber sejak pagi menjelang siang. Dan sore ia tampak terus bergabung di acara Silaturahmi Nasioanal SMSI di situ.
Sejumlah pejabat hadir, antara lain Gubsu Edi Rahmayadi dan sejumlah tokoh penting lainnya dari Sumateta Utara.
Usai silaturahmi dan pemberian penghargaan, Firdaus lebih memilih pulang duluan ke Jakarta. Dia tidak ikut acara puncak HPN yang dibuka oleh Kepala Negara, pada 9 Februari 2023.
“Sedih hati saya, bila teringat kenangan manis setiap momentum HPN. Kita bertemu dan bertukar pikiran dengan para keder PWI setanah air,” kenang Firdaus.
Tanpa menunggu esok, Firdaus terbang ke Jakarta. Kesedihan Firdaus adalah sesuatu yang wajar dan manusiawi, apalagi ia merasa dipersona-nongratakan. Begitu juga sewaktu HPN di Kalimantan Selatan, nama Firdaus seperti “diharamkan” masuk dalam kepanitiaan.
Sebaliknya, yang “dihalalkan” beberapa fungsionaris pusat bukan kader PWI, tetapi SDM cabutan atau dicomot dari “jalanan”. Terlepas apapun latar belakangnya. Itulah kehidupan, ada yang (baru) datang dan pergi, mengikuti perjalanan waktu. (*)
Salam HPN,
dari posko kamar hotel Grand Inna Medan,
07,02,2023
Aldin Nainggolan (Ketua SMSI Aceh)