“Lahan tanaman nilam di Aceh Jaya seluas 158 Ha, dan dari luas lahan itu, memiliki kapasitas produksi nilam sebesar 28 ton, dengan jumlah petani sebanyak 383 orang”
— Ridhwan, Disperindag Aceh —
Pemerintah Aceh melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh menetapkan Aceh Jaya sebagai salah satu sentra produksi nilam, kata Kepada Bidang Pengembangan Industri Agro dan Manufaktur Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Aceh, Ridhwan, baru-baru ini.
Dia menyebutkan, ada sekitar 17 kabupaten di Provinsi Aceh yang lahannya cukup sesuai dan memiliki potensi untuk pengembangan tanaman nilam. Sementara itu dari 17 kabupaten, ada sekitar 6 kabupaten yang memiliki Sentra Industri Kecil dan Menengah (SIKM) produksi nilam. Salah satunya di Kabupaten Aceh Jaya.
Kehadiran SIKM tersebut juga bertujuan untuk penguatan akses bahan baku, penguatan kompetensi tenaga kerja, penguatan permodalan, penguatan teknologi, inovasi dan kreatifitas, serta penguatan jaringan.
Untuk pelaksanaan melalui SIKM nilam Aceh Jaya, Pemerintah Aceh mengeluarkan biaya Rp12.2 miliar, dan dana tersebut untuk pematangan lahan awal, pembangunan gedung produksi, pengadaan mesin dan peralatan, serta pendirian unit pelayanan dan bahan baku.
Ridhwan juga menyebutkan lahan nilam di Aceh Jaya seluas 158 ha. Dari luas lahan itu, Aceh Jaya memiliki kapasitas produksi nilam sebesar 28 ton, dengan jumlah petani sebanyak 383 orang.
“Pemerintah Aceh juga telah melakukan pembinaan kepada para petani bahkan dalam hilirisasi produknya. Selama ini telah menghasilkan beberapa produk turunan minyak nilam seperti sabun, bahan wangi-wangian aroma therapi dan parfum,” sebutnya.
Lanjut Ridhwan, Pemerintah Aceh tetap berkomitmen untuk memberikan pembinaan kepada pelaku UMKM di Aceh Jaya agar dapat menjaga kualitas nilam tetap terjaga hingga hilirisasi produknya.
“Apalagi saat ini nilam sebagai Mayor Project Factory Sharing komoditas nilam Aceh, hal ini dapat meningkatan perekoniman Aceh,” sebutnya.
Mayor Project Factory Sharing
Aceh sendiri memiliki riwayat panjang sebagai salah satu sentra penghasil minyak nilam terbaik (pogostemon cablin benth) di tingkat internasional. Kata Nilam diambil dari akronim sebuah perusahaan Belanda bernama ‘Netherlands Indische Land Acheh Maatchappij” yang mengatur tata niaga dan pemasaran nilam untuk ekspor. Tanaman itu umum dimanfaatkan bagian daunnya untuk diekstraksi minyaknya, dan diolah menjadi parfum, cairan anti serangga, dan bahan untuk industri kosmetik.
Nilam Aceh pernah jaya dan memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan di masa lalu. Namun kemudian akibat fluktuasi harga yang tidak stabil dan permintaan pasar naik turun, berpengaruh terhadap perkembangan produksi dan produktivitasnya. Akibatnya, potensi besar nilam Aceh belum signifikan mendongkrak perekonomian para petani Aceh, khususnya di Aceh Jaya.
Badan Perencana dan Pembangunan Nasional (Bappenas) bersama Kementerian Koperasi dan UKM, menetapkan Aceh sebagai daerah sentra utama pengembangan tanaman nilam untuk koperasi dan UKM di Indonesia. Hal ini menyusul dimasukkannya Aceh dalam daftar lima provinsi yang ditetapkan sebagai pelaksana Program Major Project Pengelolaan Terpadu UMKM di Indonesia.
Kepada Bidang Pengembangan Industri Agro dan Manufacture Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh, Ridhwan, mengatakan, pihaknya telah membuat skema perencanaan penguatan pengembangan kawasan terintegrasi dalam pengembangan komoditas unggulan.
Pengembangan nilam merupakan langkah strategis dalam menumbuh kembangkan sektor agroindustri di Aceh. Diperkirakan 90 persen tanaman aromatik selama ini diusahakan oleh petani atau pengrajin di pedesaan dalam bentuk industri kecil..
“Nilam saat ini menjadi mayor project secara nasional. Tahun 2022 ini potensi nilam mulai dikembangkan dan memperkuat infratruktur, terutama dengan dikembangkan kembali Kawasan Industri Ladong,” kata Ridhwan.
Ridwan menyebutkan, sekarang 17 kabupaten di Aceh mulai menanam nilam. Saat ini sentra Industri Kecil dan Menengah (SIKM) produksi nilam berada di Aceh Selatan, Aceh Jaya, Gayo Lues, Aceh Tenggara, Nagan Raya dan Aceh Utara. Pengelolaan Sentra IKM mulai dari penguatan akses bahan baku, penguatan kompetensi tenaga kerja, penguatan permodalan, penguatan teknologi, inovasi dan kreatifitas, serta penguatan jaringan.
“Prospek ekspor komoditi nilam pada masa yang akan datang masih cukup besar, mengingat tingginya permintaan dunia untuk minyak nilam,” katanya.
Menurut Ridwan, program bersama ini akan mendapat dukungan pengembangan lintas instansi pemerintah pusat dan daerah. Seperti dukungan ketersediaan bahan baku, sertifikasi, pangsa pasar, keterampilan SDM, akses permodalan, sarana produksi yang modern, serta sistem informasi dan tata kelola yang baik. (Cut Nauval d)