Senin, Mei 6, 2024
Google search engine
BerandaAcehAceh Darurat Konflik Satwa, Walhi Aceh Minta Pemerintah Akui Koridor Satwa

Aceh Darurat Konflik Satwa, Walhi Aceh Minta Pemerintah Akui Koridor Satwa

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Konflik antara satwa liar dan manusia di Provinsi Aceh semakin sering terjadi. Dalam lima tahun terakhir, tercatat 113 kejadian konflik yang melibatkan gajah, harimau, orangutan, dan badak. Konflik ini menelan korban jiwa baik dari pihak manusia maupun satwa.

Menurut data dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, tiga orang meninggal dunia, 12 orang luka-luka, 34 ekor satwa mati, dan 30 ekor satwa terluka akibat konflik tersebut. Wilayah konflik tersebar di beberapa kabupaten kota, dengan empat daerah yang paling tinggi yaitu Aceh Timur, Aceh Selatan, Pidie, dan Bener Meriah.

Salah satu contoh konflik yang terjadi adalah di Desa Negeri Antara, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah. Di sana, sekawanan gajah liar sering memasuki perkebunan dan pemukiman warga, dan merusak lahan mereka.

Dampaknya tidak hanya bagi petani, tapi juga bagi pendidikan anak-anak. Banyak anak-anak yang enggan pergi ke sekolah karena takut, sebab gajah kerap melintas di jalur yang mereka lewati. Bahkan ada yang harus pindah.

Di sisi lain, gajah juga terancam keselamatannya. Beberapa kali mamalia bertubuh besar ini mati karena memakan pupuk, terkena jerat, atau diburu. Kematian satwa lindung ini dapat membuat ketidakseimbangan pada ekosistem. Padahal, gajah yang biasa disebut Po Meurah atau banag kul ini berperan menebar benih untuk reboisasi hutan secara alami.

Walhi Aceh mengungkapkan bahwa salah satu penyebab konflik ini adalah terputusnya konektivitas koridor satwa, yaitu jalur yang menghubungkan habitat satwa liar yang terpisah oleh aktivitas manusia. Jika koridor terputus, satwa liar akan kesulitan mencari makanan, air, dan tempat berlindung. Mereka akan terpaksa masuk ke wilayah manusia, dan berpotensi menimbulkan konflik.

“Kami meminta pemerintah untuk mengakui ruang untuk koridor satwa dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh. Ini penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan mengurangi konflik antara satwa dan manusia,” kata Kepala Divisi Advokasi Walhi Aceh, Afifuddin Acal, saat ditemui waspadaaceh.com, Kamis (14/12/2023).

Sebelumnya telah berlangsungnya konferensi pers pada November 30 November 2023 yang dihadiri oleh beberapa kepala desa dari Bener Meriah dan Aceh Tengah yang mengungkap sejumlah masalah yang terjadi akibat konflik gajah versus manusia. Mereka berharap agar pemerintah segera mencari solusi.

“Sudah belasan tahun warga merasakan kondisi ini, tim penanganan konflik pun sudah berusaha keras, tapi masih belum menemukan titik terang,” ujar Riskanadi, salah satu kepala desa yang hadir.

Afifuddin juga menyoroti masalah deforestasi yang terjadi di Aceh. Menurutnya, deforestasi ini tidak hanya merugikan satwa, tapi juga manusia. Hutan memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem, mengatur siklus air, mencegah bencana, dan menyimpan karbon. Jika hutan terus-menerus ditebang, dampaknya bisa sangat fatal bagi kehidupan di bumi.

“Sengkarut ruang yang terjadi di Aceh saat ini mengakibatkan ruang gerak satwa lindung semakin sempit. Perebutan lahan antara manusia dan gajah membuat konflik tak berujung. Kondisi ini menyebabkan masyarakat kehilangan mata pencaharian, kehilangan ruang hidup yang aman, bahkan kehilangan hak mendapat pendidikan,” Afif.

Walhi Aceh berharap agar pemerintah, baik pusat maupun daerah, dapat segera mengambil langkah-langkah konkret untuk menyelesaikan masalah konflik satwa dan manusia di Aceh. Selain itu, Walhi Aceh juga mengajak masyarakat untuk lebih peduli dan menghargai keberadaan satwa liar sebagai bagian dari ekosistem alam. (*)

Waspada Aceh on TV

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER