Banda Aceh (Waspada Aceh) – Warga di sejumlah wilayah terdampak bencana hidrometeorologi di Aceh mulai mengeluhkan berbagai gangguan kesehatan.
Keluhan terbanyak yang ditangani tenaga medis di posko-posko darurat adalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), penyakit kulit, diare, hingga tekanan darah tinggi.
Data Health Emergency Operational Center (HEOC) mencatat, hingga Senin (29/12/2025), layanan kesehatan di lokasi bencana telah menjangkau 11.735 warga.
Kondisi lingkungan yang lembap, genangan air, serta keterbatasan akses air bersih menjadi faktor utama munculnya keluhan kesehatan tersebut.
Kepala Dinas Kesehatan Aceh, dr. Ferdiyus, mengatakan sebagian fasilitas kesehatan di wilayah terdampak masih beroperasi dengan penyesuaian.
Namun pelayanan dasar tetap berjalan dan menjadi tumpuan warga untuk mendapatkan pengobatan.
“Tidak ada puskesmas yang berhenti total. Meski ada yang beroperasi terbatas, pelayanan kesehatan tetap diberikan, terutama bagi warga terdampak langsung,” ujarnya, Senin (29/12/2025).
Dari total 309 puskesmas di 18 kabupaten/ kota, sebanyak 291 puskesmas beroperasi normal, sementara 18 puskesmas lainnya masih melayani dengan keterbatasan akibat dampak bencana. Seluruh 65 rumah sakit di Aceh juga dilaporkan tetap beroperasi.
Layanan kesehatan saat ini diprioritaskan bagi kelompok rentan, seperti ibu hamil, ibu menyusui, bayi, balita, lansia, dan penyandang disabilitas.
Selain keluhan pernapasan dan kulit, tenaga medis juga mewaspadai potensi Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit pascabencana.
Untuk menjawab keluhan warga, Dinas Kesehatan Aceh mengerahkan 3.307 tenaga kesehatan dalam 305 tim di 12 kabupaten/kota. Dukungan obat-obatan dan logistik kesehatan juga terus disalurkan ke wilayah terdampak.
Sebagai antisipasi lonjakan pasien, RSUD Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh disiagakan sebagai rumah sakit rujukan, termasuk pemanfaatan kembali ruang perawatan eks COVID-19 jika dibutuhkan.
Pemerintah Aceh menyatakan pemantauan kesehatan warga terdampak akan terus dilakukan, seiring upaya pencegahan penyakit yang berpotensi meningkat akibat kondisi lingkungan pascabencana. (*)



