Sabtu, Desember 27, 2025
spot_img
BerandaAcehAkademisi Minta Warga Aceh Tak Terprovokasi Isu Politik Pascabencana

Akademisi Minta Warga Aceh Tak Terprovokasi Isu Politik Pascabencana

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Akademisi Aceh, Dr. Wiratmadinata, mengingatkan masyarakat Aceh agar tidak mudah terprovokasi oleh gerakan bernuansa politik di tengah kondisi psikologis warga yang masih rentan pascabencana banjir dan tanah longsor.

Menurutnya, fokus utama masyarakat saat ini seharusnya adalah pemulihan dan saling menguatkan antarwarga, bukan terlibat dalam aksi-aksi yang dapat memicu konflik baru.

“Warga Aceh sedang sedih, kecewa, menderita, bahkan marah akibat tekanan psikologis pascabencana. Namun jangan sampai kondisi ini dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk menyeret masyarakat ke dalam agenda politik,” kata Wiratmadinata, Sabtu (27/12/2025).

Mantan Sekretaris Jenderal Forum LSM Aceh dan eks Ketua Badan Pengurus Koalisi NGO HAM Aceh itu menilai, saat ini ada upaya dari kelompok tertentu yang memanfaatkan kerentanan psikologis korban bencana untuk menggeser isu sosial menjadi isu politik.

Ia merujuk pada insiden kericuhan antara aparat TNI dan warga pendemo yang membawa bendera bulan bintang simbol yang selama ini dikenal sebagai bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh Utara pada 25 Desember lalu. Dalam peristiwa tersebut, sejumlah warga dilaporkan mengalami luka akibat bentrokan fisik.

“Tujuannya agar seolah-olah orang Aceh ingin kembali memberontak karena pemerintah dianggap tidak menetapkan status bencana nasional. Ini sangat berbahaya,” ujar Wira, alumni Lemhanas Taplai 2008.

Wiratmadinata juga menyoroti lemahnya deteksi dini terhadap potensi konflik. Ia menilai, peristiwa di Aceh Utara seharusnya dapat diantisipasi lebih awal oleh aparat intelijen dan instansi terkait.

“Ini jelas kecolongan. Masa ada pergerakan massa dengan kendaraan dalam jumlah besar tidak terdeteksi sejak awal,” katanya.

Ia menambahkan, jika Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) menjalankan fungsi deteksi dini secara optimal, Gubernur Aceh Muzakir Manaf tidak akan berada dalam posisi sulit.

“Kalau laporan dari Kesbangpol ada, gubernur bisa mengantisipasi bersama Forkopimda. Belum lagi peran BIN, BAIS, dan unsur intelijen lainnya,” ujar alumni Conflict Management Advance Course, University of Maryland, Amerika Serikat tersebut.

Menurut Wiratmadinata, momentum provokasi muncul karena penanganan korban bencana dinilai belum maksimal, khususnya di wilayah paling terdampak seperti Pidie Jaya, Aceh Tamiang, serta kawasan Dataran Tinggi Gayo meliputi Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues.

Ia menyarankan agar Pemerintah Aceh melalui Kesbangpol mulai mengampanyekan gerakan warga untuk saling membantu, dengan menekankan solidaritas sosial dan menolak ajakan bermuatan politik.

“Warga perlu diajak fokus mengurus diri, keluarga, dan lingkungan terdekat. Aksi ‘warga bantu korban’ atau ‘korban bantu korban’ jauh lebih penting daripada demo membawa simbol-simbol yang sensitif,” tegasnya.

Di sisi lain, Wiratmadinata juga mengingatkan aparat keamanan agar bertindak secara terukur jika terjadi aksi unjuk rasa serupa di masa mendatang.

“Aparat bersenjata tidak boleh bertindak berlebihan. Membawa bendera GAM memang sensitif, apalagi di hadapan tentara yang punya memori konflik masa lalu. Ini rawan memicu kekerasan,” ujarnya.

Ia mengakui kekecewaan dan kemarahan korban bencana adalah hal yang wajar, terutama bagi mereka yang kehilangan rumah dan harta benda, sementara kejelasan nasib belum terlihat hingga sebulan pascabencana.

“Saya pribadi juga sedih, marah, dan kecewa. Tapi jangan kita perburuk keadaan dengan ikut dalam aksi politik yang tidak jelas agendanya. Yang untung nanti hanya para provokator, baik elit politik maupun aktor di lapangan,” tegasnya. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER