Banda Aceh (Waspada Aceh) – Dua puluh satu tahun setelah gempa dan tsunami meluluhlantakkan Aceh, ribuan warga kembali memadati Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Jumat (26/12/2025).
Mereka datang untuk berdoa, mengenang, sekaligus merawat ingatan kolektif atas tragedi kemanusiaan yang menelan ratusan ribu korban jiwa.
Sejak pagi, ruang utama masjid dipenuhi jamaah. Sebagian lainnya duduk di pelataran hingga halaman luar, mengikuti doa bersama yang digelar Pemerintah Aceh melalui Dinas Syariat Islam.
Peringatan ini berlangsung di tengah situasi Aceh yang kembali diliputi duka akibat banjir bandang dan tanah longsor di sejumlah daerah.
Doa bersama dimulai pukul 08.00 WIB dan berlangsung hingga menjelang salat Jumat. Zikir dan tahlil mengalun pelan, menciptakan suasana khidmat di masjid yang menjadi salah satu saksi bisu kedahsyatan tsunami 26 Desember 2004.
Wakil Gubernur Aceh Fadhlullah mengatakan, peringatan tsunami tahun ini tidak sekadar menjadi momen mengenang tragedi kemanusiaan terbesar dalam sejarah Aceh, tetapi juga refleksi atas bencana yang kembali terjadi saat ini.
“Dua puluh satu tahun lalu, Aceh diterjang tsunami yang merenggut ratusan ribu jiwa. Kini, Aceh kembali diuji dengan banjir bandang yang dampaknya jauh lebih luas,” kata Dekfadh dalam sambutannya.
Menurut dia, banjir bandang yang terjadi sejak akhir November 2025 telah melanda 18 dari 23 kabupaten/kota di Aceh. Sekitar 504 gampong terdampak, dengan jutaan warga merasakan langsung dampak bencana, baik kehilangan tempat tinggal maupun terganggunya aktivitas ekonomi.
Di tengah situasi tersebut, Dekfadh mengingatkan seluruh pihak agar mengedepankan persatuan dan fokus pada misi kemanusiaan. Ia menyinggung peristiwa yang terjadi di Aceh Utara pada malam sebelumnya dan meminta semua pihak menahan diri.
“Kita sedang menghadapi bencana. Misi kita adalah kemanusiaan, membantu saudara-saudara kita yang tertimpa musibah. Karena itu, semua pihak harus menahan diri dan menjaga kekompakan,” ujarnya.
Ia juga meminta aparat di lapangan menghindari tindakan yang berpotensi memperkeruh suasana, serta mengedepankan kerja sama dalam penanganan bencana.
Pantauan Waspadaaceh.com, ruang utama Masjid Raya Baiturrahman dipenuhi jamaah sejak pagi hari. Sebagian jamaah lainnya mengikuti doa bersama dari pelataran dan halaman masjid. Panitia menyiapkan layar di beberapa titik agar jamaah tetap dapat mengikuti rangkaian kegiatan.
Doa bersama diawali dengan zikir dan tahlil, kemudian dilanjutkan tausiah oleh Ustaz Abdul Somad.
Dalam tausiahnya, ia mengajak masyarakat Aceh menjadikan peringatan tsunami sebagai pengingat akan kebesaran Tuhan sekaligus momentum memperbaiki hubungan manusia dengan alam.
Ia menyinggung kerusakan lingkungan sebagai salah satu faktor yang memperparah dampak bencana, seraya mengingatkan pentingnya menjaga hutan dan kawasan penyangga alam.
“Banjir membawa gelondongan kayu ke pemukiman. Itu tanda ada yang tidak beres dengan cara kita memperlakukan alam,” kata Ustaz Abdul Somad.
Salah seorang jamaah, Mutia, warga Banda Aceh, mengatakan peringatan tsunami selalu menjadi momen emosional baginya.
“Setiap 26 Desember, suasananya selalu berbeda. Datang ke Masjid Raya seperti mengingatkan kami bahwa Aceh pernah jatuh, lalu bangkit, dan sekarang sedang diuji lagi,” kata Mutia.
Usai doa bersama, jamaah melanjutkan ibadah dengan melaksanakan salat Jumat di Masjid Raya Baiturrahman. (*)



