Kamis, Desember 18, 2025
spot_img
BerandaAcehDi Atas Tanah Yang Terluka: Ketika Sambal dan Nasi Membawa Harapan di...

Di Atas Tanah Yang Terluka: Ketika Sambal dan Nasi Membawa Harapan di Aceh Tamiang

Anak-anak dengan mata kosong menatap truk, orang tua dengan wajah lelah menanti. Tim segera membuka gerobak, dan aroma nasi hangat serta sambal khas Waroeng SS mulai menyebar.

Udara di Aceh Tamiang masih membawa bau lumpur dan kesedihan. Setiap hembusan udara seolah menceritakan kisah tentang rumah-rumah yang hancur, sawah yang tenggelam, dan perut yang kosong.

Korban banjir bandang dan tanah longsor yang melanda beberapa minggu lalu, meninggalkan jejak penderitaan yang masif. Di tengah kegelapan itu, sebuah truk berwarna hijau muda melaju dengan kecepatan hati-hati, melewati jalan yang retak dan genangan air. Di atasnya, tulisan besar: Waroeng Spesial Sambal – Genggam Jemari untuk Indonesia.

Itu adalah awal dari perjalanan Unit Dapur Tanggap Cepat (UDTC) Waroeng Spesial Sambal (SS) Indonesia, yang mulai pelaksanaannya sejak hari Jum’at, 12 Desember, dan akan berlanjut hingga 22 Desember 2025. Di dalam truk, 14 orang kru duduk rapat, mata mereka penuh semangat meskipun wajah masih terlihat lelah. Mereka akan melayani warga korban langsung dari keganasan bencana ekologis ini, tanpa ada kata berhenti, tanpa ada kata cukup.

Di depan, di kursi pengemudi, Yoyok Hery Wahyono memegang setir dengan erat. Pemilik Waroeng SS Indonesia ini tidak mau hanya memberi perintah dari jauh. Dia harus turun ke lapangan, menyaksikan sendiri kondisi saudara-saudaranya, memberi “komando” dengan kehangatan yang bisa menyentuh jiwa.

“Setiap lokasi, kita bawa 150 sampai 350 pack menu siap makan dan air mineral,” katanya dengan nada yang tegas namun lembut. “Setiap pack itu bukan cuma makanan, itu harapan yang kita bawa.”

Keesokan harinya, ketika truk berhenti di Dusun Bahagia, Desa Bundar Kecamatan Karangbaru, warga sudah berkumpul dengan antrian yang panjang. Anak-anak dengan mata kosong menatap truk, orang tua dengan wajah lelah menanti. Tim segera membuka gerobak, dan aroma nasi hangat serta sambal khas Waroeng SS mulai menyebar.

Seorang nenek dengan badan kurus mendekat, tangan menggenggam ember kosong. “Terima kasih, anak-anak,” katanya, air mata menggenang di sudut mata. “Sudah tiga hari kita hanya makan ubi yang terambil dari lumpur.”

Selain makanan cepat saji, kata Yoyok ketika berbicara dengan wartawan Waspadaaceh.com pada Kamis (18/2/2025), tim juga menyebarkan paket sembako, sekitar 30 hingga 50 pack per lokasi. Ada juga paket buka puasa yang diisi dengan nasi, lauk, dan minuman, serta alat tulis sebanyak 25 hingga 40 paket untuk anak-anak yang tak bisa ke sekolah lagi.

Tidak hanya itu: paket perlengkapan mandi, sabun dan pembalut, paket kebutuhan balita dengan susu dan makanan tambahan, genset yang akan menyalaakan lampu di malam hari, dan terpal tenda yang akan menjadi tempat berteduh dari hujan yang masih turun sesekali.

“Kita juga memberi bantuan tunai langsung ke warga,” ujar Yoyok, yang kini telah membangun 100 cabang Waroeng Spesial Sambal di Indonesia dan Malaysia.

Dia ingat masa lalu, ketika WSS baru dimulai tahun 2002 di Yogyakarta, hanya sebuah warung tenda dengan modal minim, di mana dia memasak sambal dengan tangannya sendiri. Kini, WSS telah tumbuh menjadi keluarga besar yang memiliki lebih dari 4.000 karyawan, semua yang berbagi cerita, bercita-cita untuk berbagi.

Perjalanan kebaikan ini bukan pertama kalinya. Sejak bencana Gempa Bumi Besar melanda Lombok, Nusa Tenggara Barat, Yoyok telah mendirikan UDTC untuk membantu korban di sana. Kini, ketika Aceh Tamiang membutuhkan, dia tidak ragu untuk kembali melangkah.

Total anggaran yang dikeluarkan mencapai setengah milyar rupiah (sekitar Rp500 juta) sebagian dari donasi yang dibuka Waroeng SS, sebagian lagi dari laba usaha.
Rinciannya jelas: menu siap konsumsi Rp250 juta, barang non-konsumsi Rp160 juta, dan uang tunai Rp50 juta, semuanya belum termasuk biaya operasional yang dikeluarkan untuk bahan bakar, transportasi, dan kebutuhan tim.

Sebelumnya, WSS Yogyakarta juga telah mendonasikan Rp25 juta ke Posko Pemanusiaan SMSI Aceh, menambahkan dedikasi dalam upaya menenangkan penderitaan.

Hari itu, ketika tim tiba di Desa Menanggini Kecamatan Kuala Simpang pada tanggal 14 Desember, suasana menjadi lebih hangat. Kepala Desa, Hasan, mendekat dengan langkah pelan, tangan memegang topi. Ketika Yoyok menyerahkan paket bantuan, Hasan tiba-tiba memeluknya erat. “Terima kasih, Pak Yoyok,” katanya, suaranya terengah-engah.

Kepala Desa, Hasan, mendekat dengan langkah pelan, tangan memegang topi. Ketika Yoyok menyerahkan paket bantuan, Hasan tiba-tiba memeluknya erat. (Foto/Ist)

“Kita sudah putus asa, tapi kalian datang seperti malaikat.” Yoyok merasa dada terasa sesak. Tanpa disangka, dia spontan berkata: “Maaf Pak, hanya ini yang bisa saya bagikan, untuk membantu saudara-saudara kita yang diuji dengan penderitaan yang teramat berat, yang luar biasa atas musibah bencana ini.” Hasan mengangguk, air mata menetes di pipinya.

Hari demi hari, truk Waroeng SS melaju ke berbagai tempat. Pada Selasa, 16 Desember 2025, mereka turun ke Desa Tupah, Desa Johar, Desa Sukajadi Kecamatan Kuala Simpang, serta Dusun Satelit Graha dan Desa Tanah Terban Kecamatan Karangbaru, tepat di depan Polres Aceh Tamiang, di mana tanda-tanda bencana masih terlihat jelas: rumah yang roboh, pohon yang tumbang, dan orang-orang yang masih mencari barang-barang berharga di antara puing-puing.

Setiap kali mereka berhenti, antrian warga semakin panjang, tapi senyum di wajah mereka juga semakin banyak.

Dan hari ini, Kamis, 18 Desember 2025, truk sedang menuju ke tempat-tempat yang lebih sulit dijangkau. Desa Lubuk Sidud, Desa Arah Sembilan, Desa Manggi, dan Desa Tanjung Kawang Bawah, tempat-tempat yang terisolir, jalan yang sempit dan licin, sehingga truk harus melaju dengan sangat hati-hati.

Tapi Yoyok dan tim tidak mau menyerah. Mereka tahu, di sana ada orang-orang yang lebih membutuhkan bantuan. Di sana, ada anak-anak yang menunggu nasi hangat, ada orang tua yang menunggu uang tunai untuk membeli obat, ada keluarga yang menunggu terpal tenda untuk melindungi diri dari hujan.

Di atas truk, angin masih membawa bau lumpur, tapi kini ada juga aroma sambal yang harum dan rasa harapan yang tumbuh. Yoyok memandang jauh ke depan, ke arah desa-desa yang terisolir. Dia tahu, perjalanan ini tidak akan mengembalikan semua yang hilang, tapi setidaknya, ia bisa memberikan sedikit kehangatan di tengah kegelapan.

Sebuah sentuhan kecil dari Waroeng Spesial Sambal yang tidak hanya menjual sambal dan nasi, tapi juga menjual harapan kepada mereka yang membutuhkannya. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER