Jumat, Desember 5, 2025
spot_img
BerandaAceh40 Korban Tewas di Aceh Tamiang, Dikhawatirkan Bisa Terus Bertambah Usai 6...

40 Korban Tewas di Aceh Tamiang, Dikhawatirkan Bisa Terus Bertambah Usai 6 Hari Terisolir

Medan (Waspada Aceh) – Korban tewas akibat banjir dan longsor kini tercatat 40 jiwa, namun angka itu dikhawatirkan bisa terus bertambah – seiring dengan kedatangan tim relawan yang baru bisa menjangkau wilayah tersebut dua hari terakhir, setelah lebih enam hari terisolir dari dunia luar.

“Masih banyak titik rawan yang belum terjangkau. Setiap sudut yang belum terjangkau, belum dapat dipastikan kondisinya. Apakah ada lagi korban yang terkurung di balik puing-puing atau terbenam di lumpur,” kata seorang relawan asal Medan yang tiba di Aceh Tamiang, Jumat pagi ini (5/12/2025).

“Kondisi hingga pukul 17.00 WIB, korban sudah mencapai 40 jiwa,” ungkap Agusliayana Devita, juru bicara Pemkab Aceh Tamiang, Kamis (4/12/2025).

Berdasarkan data Posko Terpadu Penanganan Banjir, korban jiwa tersebar di delapan kecamatan: Karang Baru (10 orang), Kejuruan Muda (8 orang), Kota Kualasimpang dan Rantau (masing-masing 6 orang), Bandar Pusaka dan Manyak Payed (masing-masing 4 orang), serta Sekerak dan Tamiang Hulu (masing-masing 1 orang). Terdapat juga tiga orang luka di Kecamatan Bendahara (2 orang) dan Kejuruan Muda (1 orang).

Total warga terdampak mencapai 310.480 orang di 12 kecamatan, dengan 53.835 kepala keluarga (215.652 jiwa) mengungsi. Rincian pengungsian paling banyak berada di Rantau (38.227 jiwa), Kejuruan Muda (36.711 jiwa), dan Manyak Payed (35.900 jiwa), sementara Kecamatan Seruway masih dalam proses pendataan.

Namun, angka-angka itu hanyalah permukaan dari angka yang lebih dalam. Warga sudah mulai terserang penyakit: gatal-gatal yang menyebar, bibir pecah-pecah akibat dehidrasi. Bantuan masih belum sampai ke beberapa daerah yang masih terisolir, membuat kesulitan mereka semakin bertambah.

“Teman-teman, kondisi di Aceh Tamiang masih black out, infrastruktur pemerintah juga nyaris tak berfungsi. Ini kami mendirikan dapur umum, dan sudah mulai melayani pengungsi,” diceritakan Cahyo Pramono, relawan Yayasan Tangan Kanan, Jumat pagi. Suaranya terasa lelah, tapi penuh semangat untuk membantu.

Foto-foto kondisi terkini di Aceh Tamiang yang dikirim relawan Yayasan Tangan Kanan, Cahyo Pramono, pada Jumat siang (5/12/2025).

Warga setempat sendiri menggambarkan kondisi yang mengerikan. “Jenazah di dalam mobil-mobil yang hanyut, terdampak dan terjebak banjir masih belum terevakuasi. Jenazah di sebelah RSUD Kuala Simpang juga belum dievakuasi, dan tergeletak begitu saja. Jenazah terlihat di mana-mana,” katanya dengan nada gemetar.

Tidak ada makanan yang cukup, banyak warga yang belum makan. Air bersih hilang, listrik masih padam. “Bau tak sedap di mana-mana,” lanjut pesan yang penuh kesedihan.

Warga setempat juga mengingatkan teman-teman dan keluarga mereka yang berada di luar: segeralah evakuasi. Meskipun jalur darat sudah aman dilalui – tidak ada genangan air lagi, hanya sisa lumpur bekas longsor dan banjir di Seumadam dan Sungai Liput – kondisi di dalam wilayah masih sangat memprihatinkan.

Hingga pagi Jumat (5/12/2025), tim penyelamat dari TNI, Polri, dan lembaga swadaya masyarakat terus menjelajahi setiap sudut yang belum terjangkau.

Hanya dalam sehari terakhir, mereka berhasil menemukan tiga lokasi baru yang terisolir di perbatasan Kecamatan Tamiang Hulu dan Manyak Payed, di mana puluhan keluarga masih terkurung tanpa bantuan apapun.

“Kami baru saja sampai di situ. Mereka sudah lima hari tidak makan apa-apa selain akar-akar dan daun pohon. Beberapa anak sudah pingsan karena kelaparan,” kata salah satu personel penyelamat.

Sebagian bantuan makanan dan air bersih mulai masuk melalui jalur darat yang sudah terbuka, namun jumlahnya masih jauh dari kebutuhan. Dapur umum yang didirikan relawan hanya mampu melayani sekitar 2.000 orang sehari, sedangkan jumlah pengungsi di sekitarnya bisa mencapai lebih dari 15.000 jiwa.

Listrik masih belum menyala di sebagian besar daerah, dan komunikasi hanya bisa dilakukan melalui radio atau sinyal satelit yang terbatas.

“Tolong share kondisi di sini. Sungguh mengerikan di sini,” pinta relawan lain, berharap suara kesusahan mereka bisa terdengar dan mendapatkan tanggapan yang lebih cepat. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER