Rabu, November 26, 2025
spot_img
BerandaAcehKekerasan Perempuan dan Anak di Aceh Masih Tinggi, Kampanye 16 HAKTP Dimulai

Kekerasan Perempuan dan Anak di Aceh Masih Tinggi, Kampanye 16 HAKTP Dimulai

Banda Aceh (Waspada Aceh) — Peringatan 16 Hari Antikekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP) di Aceh dibuka dengan seruan kolaboratif lintas lembaga untuk memperkuat perlindungan bagi perempuan dan anak.

Seruan ini mengemuka dalam konferensi pers yang digelar Balai Syura Ureung Inong Aceh (BSUIA) bersama jaringan masyarakat sipil di Sirnagalih Coffee, Banda Aceh, Selasa (25/11/2025).

Dalam kesempatan itu, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Aceh melaporkan adanya 801 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang tercatat sepanjang 10 bulan terakhir.

Data tersebut dikumpulkan dari UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak yang saat ini baru tersedia di 13 kabupaten/kota dari total 23 kabupaten/kota di Aceh.

“Artinya masih ada 10 kabupaten/kota yang belum memiliki layanan perlindungan yang memadai. Kondisi ini berdampak pada lambatnya penanganan korban,” ujar Kepala DPPPA Aceh, Mutia Juliana.

Seruan “Kembalikan Ruang Aman”

Pembukaan 16 HAKTP di Aceh mengusung tema nasional “Kita Punya Andil: Kembalikan Ruang Aman!”, yang dibacakan oleh Presidium BSUIA, Rukiah Hanum.

Menurut Rukiah, tema ini relevan dengan tingginya kasus kekerasan dan terbatasnya akses perlindungan bagi korban di berbagai daerah.

Kampanye tahun ini akan berlangsung hingga 11 Desember di lima kabupaten/kota, dengan rangkaian kegiatan berupa diskusi publik, roadshow, webinar, sosialisasi, dialog lintas generasi, kunjungan sekolah, hingga seminar publik sebagai acara puncak.

Gerakan perempuan Aceh yang tergabung dalam #GerakBersama mulai dari BSUIA, DPPPA Aceh, Polda Aceh, Mahkamah Syariyah Banda Aceh, Komnas Perempuan, Flower Aceh, AWPF, KKR Aceh, YouthID, hingga komunitas akar rumput mendorong penguatan kebijakan dan layanan perlindungan.

Kekerasan Online dan Kerentanan Disabilitas

Perwakilan anak muda, Gebrina Rezeki dari Sekolah HAM Flower Aceh, menekankan meningkatnya kekerasan berbasis online yang berdampak signifikan terhadap perempuan.

“Ini perlu mendapat perhatian lebih karena efeknya panjang dan sering tidak terlihat,” ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua KKR Aceh, Onie Imelva, menyampaikan bahwa masih banyak korban dampingan mereka yang belum menerima layanan pemulihan.

Perwakilan CYDC, Erlyn, menyoroti tingginya risiko bullying yang dialami penyandang disabilitas dan perlunya edukasi lebih menyeluruh di tingkat sekolah dan komunitas.

Gerakan perempuan Aceh juga mendorong pemerintah segera mengimplementasikan Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Penanganan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak serta Pergub Aceh Nomor 57 Tahun 2023 mengenai pencegahan dan penanganan terpadu kekerasan.

Implementasi ini mencakup pembentukan UPTD PPA di seluruh kabupaten/kota, penyediaan anggaran yang cukup, serta penempatan petugas layanan yang kompeten dan berintegritas.

“Pemenuhan hak atas rasa aman adalah kewajiban negara. Pemerintah harus hadir dan memastikan upaya perlindungan berjalan efektif,” kata Rukiah.

Kampanye 16 HAKTP di Aceh diharapkan dapat memperkuat solidaritas publik dalam upaya menghapuskan kekerasan terhadap perempuan dan memperluas ruang aman bagi seluruh warga tanpa terkecuali. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER