Banda Aceh (Waspada Aceh) – Pemerintah Aceh memberikan klarifikasi terkait penyegelan 250 ton beras impor di Kota Sabang oleh Kementerian Pertanian.
Juru bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA, menyampaikan sejumlah poin penting mengenai kasus yang tengah menjadi sorotan publik ini.
Menurut MTA, Gubernur Aceh menegaskan bahwa tidak ada regulasi yang dilanggar oleh Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) maupun pihak-pihak terkait dalam impor beras tersebut. Pemerintah daerah pun telah menerima dan memahami laporan terkait kasus ini.
“Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kota Sabang adalah tingginya harga beras apabila dibawa dari daratan, sehingga memberatkan masyarakat di tengah kondisi ekonomi saat ini,” ujar MTA, Selasa (25/11/2025).
Oleh karena itu, kebijakan memasukkan beras dari luar dianggap sebagai langkah transisi strategis yang berpihak kepada masyarakat setempat, memanfaatkan keistimewaan Sabang sebagai kawasan bebas.
MTA menilai pernyataan Menteri Pertanian, Syahrul Amran, terlalu reaksioner dan kurang sensitif terhadap kondisi daerah, terutama Aceh sebagai wilayah bekas konflik. Pernyataan Menteri yang menyebut impor 250 ton beras sebagai ilegal, menurutnya, tidak berdasar karena Kawasan Sabang diatur dengan regulasi khusus dan UUPA pun memaktup hal tersebut.
Selain itu, pernyataan Mentan yang mempertanyakan nasionalisme Aceh atas kasus ini dinilai menyudutkan daerah yang saat ini dipimpin mantan Panglima GAM.
“Pernyataan tersebut terlalu reaksioner dan tendensius,” kata MTA.
Pemerintah Aceh berharap, jika terjadi permasalahan terkait kewenangan dan regulasi, semua pihak, terutama pemegang otoritas, dapat menjaga keharmonisan dan stabilitas nasional.
Hal ini sejalan dengan cita-cita Presiden Prabowo untuk mewujudkan Indonesia maju dan kuat.
Gubernur Aceh juga meminta Menteri Pertanian untuk segera melakukan uji laboratorium terhadap beras 250 ton tersebut sesuai mekanisme perundang-undangan dan melepaskannya kepada masyarakat Sabang. (*)



