Banda Aceh (Waspada Aceh) – Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh untuk segera menuntaskan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan dana beasiswa Pemerintah Aceh di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Aceh.
Kasus ini disebut melibatkan tiga pihak yang diduga berperan aktif dalam penyimpangan anggaran senilai lebih dari Rp420 miliar.
Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani, mengungkapkan bahwa modus dugaan korupsi tersebut merupakan pengulangan dari kasus serupa yang pernah terjadi pada tahun 2017.
“Perkara lama saja belum tuntas, tapi sudah ada lagi yang berani melakukan tindak pidana dengan model serupa. Ini menunjukkan ada niat jahat untuk memperkaya diri dengan memanfaatkan program beasiswa,” kata Askhalani kepada Waspadaaceh.com, Selasa (28/10/2025).
Menurutnya, dugaan perbuatan pidana dalam kasus ini dilakukan secara sistematis oleh tiga pihak. Pihak pertama, ada mahasiswa penerima beasiswa yang sengaja memanipulasi data untuk memperoleh keuntungan.
Pihak kedua, ada penyelenggara dalam hal ini pihak dinas dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) di BPSDM Aceh, yang diduga menerima kickback dari penyaluran beasiswa.
Pihak ketiga, ada lembaga pihak ketiga yang ditunjuk oleh BPSDM Aceh dan berkedudukan di Jakarta, yang bertugas menyalurkan dana beasiswa kepada mahasiswa luar negeri.
“Tiga pihak ini harus dimintai pertanggungjawaban karena ada perbuatan berencana untuk memperoleh keuntungan pribadi maupun bersama-sama, yang jelas merugikan keuangan negara,” tegas Askhalani.
GeRAK menilai unsur pidana dalam kasus ini sudah terpenuhi, karena adanya bukti dan indikasi kuat penyimpangan pada proses penyaluran beasiswa. Oleh sebab itu, GeRAK meminta Kejati Aceh segera menetapkan tersangka dan menuntaskan penyidikan agar memberikan efek jera.
“Karena perkara ini memang menjadi perkara yang ditunggu oleh publik sebab ada perbuatan pidana yang berulang dari kasus yang sama,” sebutnya.
Hanya saja, kasus beasiswa tahun 2017 bersumber dari dana Pokok Pikiran (Pokir) anggota DPR Aceh, sedangkan kasus yang kini disidik Kejati bersumber dari dana reguler APBA tahun 2021-2024.
“Tapi yang perlu dikemas, bahwa perbuatan pidana ini memang dirancang secara sistematis oleh pihak-pihak ini. Jadi tiga pihak itu yang harus diminta pertanggung jawaban,” jelasnya.
Mualem Diminta Tegas Benahi Sistem
Lebih lanjut, GeRAK meminta Gubernur Aceh, Muzakir Manaf alias Mualem, untuk bersikap tegas dalam membenahi sistem pengelolaan beasiswa agar kejadian serupa tidak terulang.
“Mualem perlu melakukan perbaikan manajemen dan rendesain ulang mekanisme pemberian beasiswa di Aceh. Regulasi sudah bagus, tetapi penyelenggaraannya masih memberi celah untuk disalahgunakan,” ujar Askhalani.
Dia juga meminta Gubernur Aceh, Mualem, untuk bisa melakukan upaya proteksi dan pencegahan baru terkait dengan penyelenggaraan pada pemberian beasiswa kepada anak Aceh. Dengan jalan melakukan proses perbaikan terhadap cara pengelolaannya.
Ia juga mendesak agar pihak-pihak yang terlibat aktif maupun pasif dan menyebabkan kerugian negara segera diberikan sanksi tegas, termasuk pencopotan dari jabatan guna mempermudah proses penyelidikan Kejati Aceh.
“Kasus tahun 2017 seharusnya menjadi pelajaran agar tidak terulang. Tapi ternyata berani dilakukan lagi dengan pola yang berbeda, namun dengan tujuan yang sama yaitu memperkaya diri,” ujarnya.
Karena dia berharap kasus ini segera ditindaklanjuti dengan tuntas. Dengan menyeret semua orang yang terlibat, termasuk tiga pihak yang terlibat.
Diketahui, Kejati Aceh saat ini sedang menyidik dugaan korupsi dalam pengelolaan dana beasiswa Pemerintah Aceh di BPSDM. Anggaran tersebut dialokasikan dalam APBA tahun 2021 hingga 2024, dengan nilai total lebih dari Rp420 miliar.
Berdasarkan dokumen pertanggungjawaban keuangan BPSDM Aceh, diduga terjadi penyimpangan dalam penyaluran dana yang tidak sesuai ketentuan. Akibatnya, negara berpotensi mengalami kerugian hingga miliaran rupiah.
Saat ini, penyidikan terhadap kasus ini masih terus berlangsung di Kejati Aceh. (*)



