PEMA tidak cukup hanya menjual produk, tapi juga harus menawarkan nilai tambah, seperti akses pasar, konsolidasi produk unggulan siap ekspor seperti kopi, hasil laut, pertanian, serta skema kerjasama yang sehat.
Pemerintah Aceh menargetkan rute pelayaran dari Krueng Geukueh, Kecamatan Dewantara, Aceh Utara, menuju Penang, Malaysia, direncanakan beroperasi akhir Oktober 2025.
Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah, menyampaikan bahwa sebelumnya pernah ada rute pelayaran dari Kuala Lumpur ke Aceh, namun tidak berjalan optimal. Karena itu, ia berharap rute pelayaran langsung dari Krueng Geukueh-Penang ini dapat beroperasi secara maksimal dan berkelanjutan.
“Dulu itu sempat ada rute pelayaran dari Kuala Lumpur ke Aceh, namun berhenti di tengah jalan. Kita harapkan semoga rute pelayaran yang baru ini bisa beroperasi maksimal dan berkelanjutan,” ucap Wagub Fadhlullah, baru-baru ini.
Dalam kesempatan yang sama, Wagub Fadhlullah juga menyoroti persoalan keterbatasan transportasi udara, terutama bagi jamaah umrah yang belum memiliki akses penerbangan langsung dari Aceh ke Arab Saudi. Ia turut menyampaikan keluhan terkait minimnya pendapatan daerah dari sektor investasi. Sementara, Aceh memiliki potensi besar, tetapi masih terkendala pada regulasi.
PEMA Harus Baca Peluang
Untuk menjawab tantangan tersebut, PT Pembangunan Aceh (PEMA) sebagai BUMD andalan diminta mengambil peran strategis.
Sekretaris Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Hadi Surya, menegaskan bahwa PT PEMA harus lebih proaktif dalam melihat peluang dari dibukanya jalur pelayaran Aceh–Penang ini.
“Langkah awal yang harus dilakukan adalah menyiapkan business plan yang jelas. Memperkuat tata kelola, dan membangun komunikasi intensif dengan mitra usaha di Malaysia,” ungkapnya kepada Waspadaaceh.com, Rabu (1/10/2025).
Menurutnya, PEMA perlu menghadirkan infrastruktur pendukung seperti gudang, cold storage, dan pusat distribusi. Dengan begitu, produk-produk unggulan Aceh seperti kopi, hasil laut, dan komoditas pertanian bisa dikonsolidasikan, distandarkan mutunya, lalu disalurkan ke pasar ekspor secara profesional bekerja sama dengan Pelindo Lhokseumawe.

“PEMA tidak cukup hanya menjual produk, tapi harus menawarkan nilai tambah. Misalnya, jaminan akses pasar, konsolidasi produk siap ekspor, serta skema kerja sama yang sehat, transparan, dan menguntungkan kedua pihak,” jelas Hadi.
Dengan penawaran seperti itu, investor akan melihat adanya kepastian usaha sekaligus peluang keuntungan jangka panjang di Aceh. Efisiensi biaya angkut melalui ekspor-impor juga akan semakin terwujud.

Pelayaran Aceh-Penang
Menurut Hadi Surya selaku Anggota DPRA dari Komisi III yang merupakan Mitra Kerja PEMA, menilai kontribusi PEMA terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Aceh sejauh ini masih terbatas, bila dilihat dari peran dan fungsi PEMA serta aset daerah yang dikelola oleh PEMA saat ini.
Namun, dengan hadirnya jalur pelayaran Aceh–Penang, ia optimistis peluang baru terbuka lebar.
“Jika PEMA benar-benar serius membangun diri sebagai HUB perdagangan dan ekspor, maka saya yakin kontribusinya terhadap PAD akan meningkat signifikan dan PEMA bisa menjadi bagian dari motor penggerak ekonomi Aceh,” sebutnya.
Komisi III DPRA, lanjut Hadi, akan terus mendorong langkah tersebut. Ia juga menyarankan PEMA memperkuat sektor pangan dan berperan sebagai induk atau bapaknya bagi BUMD kabupaten/kota di seluruh Aceh. (*)