Banda Aceh (Waspada Aceh) – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh menilai temuan aliran uang sebesar Rp 360 miliar dari aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang mengalir ke aparat penegak hukum menjadi bukti kuat adanya praktik mafia tambang di Aceh.
Direktur Walhi Aceh Ahmad Shalihin di Banda Aceh, Senin (29/9/2025), mengatakan fakta ini mempertegas bahwa tambang ilegal selama ini bukan hanya dibiarkan, tetapi juga dilanggengkan oleh oknum aparat yang semestinya melindungi masyarakat dan lingkungan.
“Selama lebih dari 10 tahun, Walhi Aceh sudah mengingatkan soal keterlibatan aparat berbaju seragam maupun tidak berseragam dalam praktik tambang ilegal. Temuan ini membuktikan hal itu nyata adanya,” ujar Ahmad Shalihin.
BERITA TERKAIT
Laporan Pansus Minerba: Ada Indikasi Konflik Kepentingan dan Persekongkolan Izin Tambang di Aceh
Menurutnya, momentum ini harus menjadi pintu masuk untuk membongkar jaringan mafia tambang hingga ke akar-akarnya. Jangan sampai proses hukum hanya berhenti pada pekerja tambang kecil yang dijadikan kambing hitam, sementara aktor besar dan pemodal tetap dilindungi.
Walhi Aceh mendesak agar aparat penegak hukum yang terbukti menerima aliran dana segera diseret ke pengadilan melalui proses hukum yang transparan dan terbuka bagi publik.
Polisi juga ditantang untuk membuktikan keberanian dengan membongkar siapa pemodal, siapa yang mengendalikan jaringan, serta siapa yang menikmati keuntungan dari perusakan hutan dan sungai di Aceh.
BERITA LAINNYA:
Mualem Ancam Tindak Tegas Tambang Ilegal, Instruksi Gubernur Segera Diterbitkan
Lebih jauh, Walhi mengingatkan bahwa kerugian lingkungan jauh lebih besar dibandingkan angka Rp360 miliar. Kerusakan hutan, pencemaran sungai akibat merkuri dan sianida, hingga hilangnya sumber air bersih masyarakat tidak bisa dinilai dengan uang semata.
Oleh karena itu, pemerintah dan aparat diminta tidak berhenti pada hitungan kerugian keuangan negara, melainkan juga menanggung kewajiban untuk melakukan pemulihan ekologi.
Walhi juga menilai praktik mafia tambang tak bisa dipandang sebagai pelanggaran pidana biasa, melainkan sudah masuk kategori kejahatan lingkungan yang terorganisir.
BERITA LAINNYA:
DPRA Kritik Keras Dana Rp8 Triliun Bank Aceh Mengalir ke Luar, UMKM Lokal Terabaikan
Untuk itu, mereka mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilibatkan dalam menelusuri aliran dana yang diduga masuk ke kantong aparat, pejabat, maupun politisi.
“Kerusakan hutan dan pencemaran sungai di Aceh sudah sangat parah. Kalau negara tidak serius, artinya negara ikut melanggengkan mafia tambang,” jelasnya.
Walhi menegaskan, jika temuan ini hanya berhenti sebagai isu sesaat tanpa penindakan nyata, publik akan semakin kehilangan kepercayaan terhadap institusi hukum. (*)
BERITA LAINNYA:
Babak Baru Migas Aceh: Energi untuk Lapangan Kerja dan Dorong UMKM