Selasa, Agustus 26, 2025
spot_img
BerandaEkonomiBPKS Perlu Perbaikan Tata Kelola dan Inklusi untuk Maksimalkan Investasi Sabang

BPKS Perlu Perbaikan Tata Kelola dan Inklusi untuk Maksimalkan Investasi Sabang

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS) memasuki usia 25 tahun sejak dibentuk pada 2000. Namun, kontribusi lembaga ini terhadap pembangunan Sabang, Aceh, dan Indonesia dinilai belum maksimal.

Hal itu mengemuka dalam diskusi Coffee Afternoon dan Kajian Kritis bertajuk BPKS Investment Update yang difasilitasi ESGE (Environmental, Social, Governance, Economic) Study Center , Selasa (26/8/2025) di Banda Aceh.

Deputi Umum BPKS, Fajran Zain, memaparkan, sejak 2003 hingga 2024 pemerintah telah menyalurkan investasi sebesar Rp4,83 triliun ke BPKS. Namun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang dihasilkan hanya Rp48,71 miliar, atau setara 1,01 persen dari total investasi. Angka ini jauh tertinggal dibanding kawasan khusus Batam.

BPKS saat ini juga menghadapi keterbatasan anggaran. Pagu 2025 hanya Rp 27 miliar, sedangkan DIPA 2026 naik sedikit menjadi Rp 36,4 miliar. “Dengan anggaran minim, sulit bagi BPKS melakukan ekspansi kegiatan,” ujarnya

Menurut Fajran, ada dua kelompok persoalan utama yang menghambat kinerja BPKS yaitu tata kuasa dan tata kelola.

Dari sisi tata kuasa, kewenangan perizinan belum sepenuhnya dilimpahkan, regulasi belum harmonis UU 37/2000 dan UU 11/2005 dengan UU Cipta Kerja, insentif investasi terbatas, serta pembangunan infrastruktur yang tidak konsisten. Dari sisi tata kelola, sumber pendanaan dan pendapatan belum optimal, kapasitas SDM masih terbatas, serta adanya politicking dalam tubuh manajemen.

Selain itu, kapasitas sumber daya manusia (SDM) dan diversifikasi pendanaan masih terbatas. “Politicking ini harus dijawab dengan bijak. Kalau tidak, BPKS akan terus berjalan di tempat,” tegasnya.

Dinamika Manajemen

Situasi internal lembaga itu belakangan juga diwarnai bongkar pasang manajemen. Pergantian posisi dinilai terlalu sering terjadi, sehingga membuat konsistensi program sulit dijaga.

“Pergantian manajemen yang cepat membuat soliditas staf terganggu. Pemerintah pun jadi enggan memberi dukungan penuh,” kata Fajran.

Pada kesempatan itu, Akademisi UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Rizkikan Lhena Darwin, menekankan bahwa BPKS tidak boleh terjebak dalam eksklusivitas dan politisasi internal. Menurutnya, lembaga ini harus berbenah dengan mengedepankan tata kelola yang inklusif, transparan, dan akuntabel.

“BPKS harus keluar dari pola eksklusif dan politisasi. Reformasi tata kelola yang inklusif menjadi kunci agar lembaga ini memberi manfaat nyata bagi ekonomi masyarakat Sabang,” ujarnya.

Para pembicara sepakat, masa depan BPKS sangat bergantung pada kemampuan memperkuat tata kelola dan menghindari praktik eksklusif. Masyarakat Sabang pun didorong untuk ikut mengawal agar lembaga tersebut tidak hanya menjadi simbol, melainkan benar-benar motor penggerak kesejahteraan di kawasan. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER