Sabtu, Juli 12, 2025
spot_img
BerandaEditorial150 Hari Gebrakan Mualem Memimpin Aceh

150 Hari Gebrakan Mualem Memimpin Aceh

“Aceh membutuhkan pemimpin yang tidak hanya paham tentang masa lalu, tetapi mampu menjadikan sejarah sebagai bahan bakar untuk masa depan”.

Sejak dilantik sebagai Gubernur Aceh pada 12 Februari 2025, Muzakir Manaf atau akrab disapa Mualem, terus membuktikan bahwa kepemimpinan bukan semata soal retorika, melainkan hasil nyata.

Dalam kurun waktu 150 hari masa kerja, gebrakan demi gebrakan ditorehkan Mualem untuk kepentingan Aceh. Ia tampil sebagai figur yang bukan hanya paham peta politik nasional, tetapi juga pintar menjadikan kedekatan emosional sebagai senjata diplomasi yang efektif.

Salah satu langkah monumental adalah keberhasilannya mengembalikan empat pulau yang sempat “dilepas” ke Sumatera Utara, kembali ke pangkuan Aceh.

Keputusan yang semula diambil Kementerian Dalam Negeri itu berhasil dibalikkan, berkat lobi langsung ke Presiden Prabowo Subianto. Di sinilah kecerdikan politik Mualem diuji dan terbukti.

Peristiwa ini membuat masyarakat Aceh bangga terhadap Mualem. Banyak juga masyarakat Indonesia, tanpa mengenal latar belakang Mualem justru melihatnya sebagai pejuang daerah yang cerdas membaca peluang dan menjaga marwah wilayah.

Memang boleh diakui dan bukan menjadi rahasia lagi, Mualem punya kedekatan dengan Presiden Prabowo Subianto. Tapi yang luar biasa adalah bagaimana ia mengubah hubungan personal itu menjadi kekuatan politik dan ekonomi bagi Aceh.

Tak hanya soal pulau, baru-baru ini kunjungan Hashim Djojohadikusumo ke Meulaboh untuk meresmikan pabrik karet menjadi sinyal kuat bahwa investasi mulai mengalir ke Serambi Mekkah

Hal ini menandai, semakin meningkatnya kepercayaan pemerintah pusat terhadap Aceh. Tentunya ini berkat promosi Presiden Prabowo tentang Aceh yang dipimpin Mualem.

Bahkan dalam forum internasional di St. Petersburg, Rusia, Presiden Prabowo menyebut nama Mualem secara terbuka di hadapan pemimpin dunia sebagai simbol rekonsiliasi Indonesia.

“Dulu kami berperang, kini kami bersaudara,” ujar Prabowo.

Kata itu, sebuah pernyataan yang tidak hanya menggugah, tetapi juga berhasil menghapus stigma terhadap mantan kombatan sekaligus menegaskan posisi Aceh dalam bingkai persatuan nasional.

Meski di tengah keterbatasan kemampuan public speaking yang sering dikritik, Mualem justru tampil efektif dalam bernegosiasi dan melobi, termasuk dengan Presiden Prabowo langsung.

Kini, Mualem sedang berada di garis depan untuk memperjuangkan agar Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh diperpanjang secara permanen, mengingat pembangunan di Aceh masih tertinggal. Baginya, keberlanjutan Otsus adalah kebutuhan mendesak, bukan lagi sekadar wacana.

Tak hanya itu, ia juga sedang mengusulkan pembangunan Terowongan Gurutee. Jika proyek ini terwujud, akan menjadi jalur strategis dan simbol kemajuan infrastruktur Aceh.

Tak semua orang mampu memainkan peran sebesar ini. Mualem membuktikan bahwa transisi dari pejuang bersenjata ke pemimpin daerah bisa dilakukan dengan kepala dingin dan visi yang jauh ke depan.

Seperti disampaikan Guru Besar USK, Prof. Ahmad Humam Hamid: “Kecerdikan dan kecerdasan politik Mualem adalah prasyarat pertama. Ia harus mampu membaca tanda zaman, menjembatani sejarah dan masa depan, mengelola aspirasi lokal tanpa menjauh dari irama nasional.”

Kini, publik Aceh menanti, apakah Mualem akan terus mampu menjaga ritme lobi politik ke pusat? Apakah gebrakan berikutnya akan kembali mengejutkan seperti sebelumnya?

Satu hal yang pasti: Aceh membutuhkan pemimpin yang tidak hanya paham tentang masa lalu, tetapi mampu menjadikan sejarah sebagai bahan bakar untuk masa depan.

Untuk saat ini personafikasi itu ada pada diri Mualem. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER