Rabu, Juli 9, 2025
spot_img
BerandaAcehKaki Penyuluh KB Diamputasi, Tuntutan JPU Kecewakan Keluarga

Kaki Penyuluh KB Diamputasi, Tuntutan JPU Kecewakan Keluarga

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Keluarga Penyuluh Keluarga Berencana (KB), Hayatun Nufus (33), yang kakinya diamputasi karena kecelakaan mengaku kecewa dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan di Pengadilan Negeri Bireuen.

Adian Saputra, kuasa hukum Hayatun Nufus, di Bireuen, Rabu (9/7/2025), mengatakan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang dianggap terlalu ringan kepada terdakwa dan telah mengecewakan keluarga korban.

“Keluarga korban keberatan atas tuntutan JPU yang hanya menuntut terdakwa dengan hukuman penjara selama dua bulan,” kata Adian.

Menurut Adian, peristiwa nahas tersebut mengakibatkan luka berat bagi ketiga korban. Satu kakinya harus menjalani amputasi. Sedangkan seorang anak di bawah umur mengalami cedera kepala serius yang kini mengganggu proses belajarnya.

“Hayatun Nufus menderita luka parah hingga kehilangan kemampuan untuk bekerja dan beraktivitas normal,” kata dia.

Adian memohon kepada majelis hakim agar memutuskan perkara ini dengan adil, objektif, dan sesuai hati nurani.

“Jangan sampai keadilan bagi korban dikalahkan oleh kekuatan atau pengaruh yang tidak seharusnya hadir di ruang sidang,” tegas Adian.

Adian juga mengkritisi tuntutan JPU yang hanya menuntut dua bulan penjara terhadap terdakwa. Tuntutan tersebut jauh dari rasa keadilan dan tidak sebanding dengan penderitaan berat yang masih dirasakan korban hingga hari ini.

“Jelas pihak klien kami sangat kecewa. Korban yang orang tua tunggal dan anak satu, telah kehilangan kaki kanan akibat kelalaian terdakwa di jalan raya. JPU menuntut dua bulan. Di mana letak keadilannya bagi korban,” ujar Adian.

Terdakwa seorang aparatur sipil negara (ASN) berinisial MY. Kecelakaan terjadi pada Senin, 24 Februari 2025, sekira pukul 09.15 WIB. Saat itu korban akan melakukan penyuluhan ke desa binaannya di Gampong Uteuen Gathom, Kecamatan Peusangan Selatan.

Menurut keterangan korban, terdakwa MY pada hari naas tersebut, mengendarai mobil pribadi datang dari arah berlawanan dengan kecepatan tinggi menabrak korban yang menggunakan sepeda motor. Akibatnya korban jatuh ke selokan parit jalan.

Mobil yang masih melaju tersebut kemudian menabrak korban kedua yang juga mengendarai sepeda motor bersama anaknya. Akibatnya, korban kedua mengalami patah tulang dan korban pertama kaki kanannya harus diamputasi.

“Dalam sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Bireuen, jaksa menjerat terdakwa dengan Pasal 310 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Ancaman maksimalnya lima tahun penjara,” jelas Adian.

Abdul Samad, ayah korban, mengatakan pihak keluarga korban berharap majelis hakim dapat memberikan putusan hukum yang seadil-adilnya anak perempuannya dan mempertimbangkan penderitaan berat fisik maupun psikis yang dialami korban, merupakan ibu dan sekaligus ayah bagi anaknya berusia lima tahun.

“Kami berharap hakim tidak ikut-ikutan lunak. Keadilan harus ditegakkan, hukum harus ditegakkan untuk semua golongan, tanpa pandang jabatan atau status,” ungkap Abdul Samad.

Ketua Ikatan Penyuluh Keluarga Berencana (IPeKB) Provinsi Aceh Zulfikar mengatakan pihaknya menyurati Pengadilan Negeri Bireuen terkait tuntutan JPU yang dianggap tidak memberi rasa keadilan kepada korban.

“Kamis 10 Juli 2025 sidang lanjutan dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Bireuen. Namun sebelum putusan dibacakan, dibuka ruang negosiasi pedamaian terdakwa dan korban,” ungkap Zulfikar.

Ada beberapa tuntutan Pengurus Daerah IPeKB Provinsi Aceh yaitu memberikan putusan hukum yang setimpal bagi terdakwa, dan seadil-adilnya bagi korban, yang tidak hanya mempertimbangkan kepentingan terdakwa, tetapi juga penderitaan korban dan keluarga untuk masa hidupnya.

Mempertanyakan dasar tuntutan JPU mengenai masa hukuman, agar sesuai dengan rasa keadilan masyarakat dan memberikan efek jera bagi pelaku serta edukasi hukum bagi masyarakat luas.

Memastikan bahwa dalam proses hukum perkara ini tidak terjadi intervensi atau keberpihakan yang dapat mencederai kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum.

“Kecelakaan tersebut berdampak pada mobilitas korban sebagai penyuluh keluarga berencana yang bekerja di lini lapangan,” sebut Zulfikar. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER