Senin, Juli 7, 2025
spot_img
BerandaEkonomiUMKM Binaan PEMA, Indatu D’Coco: Siapkan Kelapa Aceh Tembus Pasar Modern dan...

UMKM Binaan PEMA, Indatu D’Coco: Siapkan Kelapa Aceh Tembus Pasar Modern dan Ekspor

Tak hanya bantuan modal, PEMA juga memberikan pelatihan manajemen keuangan bagi pelaku UMKM.

Ratusan kelapa segar tersusun rapi. Sebagian di dalam boks dan sebagian di atas meja kayu, di gudang sederhana di Jl. T. Pawang Daud, Gampong Panteriek, Kecamatan Lueng Bata, Banda Aceh.

Aroma kelapa yang baru dikupas langsung memenuhi ruangan. Seorang pemuda terlihat sibuk mengaduk adonan kelapa jeli di dalam panci besar. Ia memastikan teksturnya sempurna sebelum dituangkan kembali ke dalam kelapa yang telah dikerok bersih.

Di sudut ruangan, Rahmad Kudri (56), pria asal Tapaktuan, berdiri memperhatikan setiap detail proses produksi. Tangannya cekatan menata kelapa satu per satu, sambil sesekali menunjukkan cara kerja mesin shrink label yang baru dibelinya dari Tiongkok.

“Ini mesin baru, beli pakai dana binaan dari PEMA. Sekarang kita masih manual, nanti Agustus kita mulai pakai mesin ini setelah labelnya datang,” ujar Rahmad saat ditemui waspadaaceh.com, Senin (7/72025) sembari merapikan kelapa yang sudah dipotong.

Dari gudang sederhana ini, Rahmad membangun merek Indatu D’Coco, usaha kelapa yang ia mulai sejak 16 Januari 2016, tak lama setelah pulang merantau dari Malaysia. Melihat melimpahnya kelapa di kampung halaman, ia tergerak memanfaatkan potensi tersebut. “Waktu itu saya lihat kelapa banyak, tapi belum dimanfaatkan secara maksimal,” kenangnya.

Nama Indatu diambil dari bahasa Aceh yang berarti “nenek moyang”, menegaskan filosofi bisnis yang ia yakini sebagai warisan turun-temurun yang tak akan pernah usang dimakan zaman. Rahmad memulai dari nol, dengan peralatan seadanya di dapur rumahnya.

Seorang pekerja di ruang produksi Indatu D’Coco menuangkan jeli yang barusaja matang ke dalam kelapa, Senin (7/7/2025). (Foto/Cut Nauval D).

Setiap hari, ia membeli kelapa sendiri, mengupas, memasak, hingga menjual kelapa jeli dan kelapa segar ke kafe-kafe dan tempat wisata di Banda Aceh.

“Alhamdulillah dulu masih jual keliling, pas ke tempat wisata atau ke kafe, kita titip jual,” tuturnya.

Produk kelapa jeli Indatu D’Coco sempat mencapai puncak popularitas pada 2018–2019, terutama setelah diliput media nasional. Permintaan melonjak, bahkan Rahmad membuka cabang di luar Aceh, seperti Yogyakarta, Batam, dan Pekanbaru.

Namun, pandemi COVID-19 menjadi pukulan berat. Permintaan anjlok karena kafe-kafe tutup dan pariwisata terhenti. Produksi Indatu D’Coco sempat tersendat.

Meski begitu, Rahmad tak menyerah. Ia justru melihat peluang baru: pasar kelapa segar modern yang selama ini banyak dipasok dari Thailand, khususnya ke Medan.

“Kalau produk Thailand harganya Rp45.000–Rp46.000 per kelapa. Kita target kelapa kita cukup dijual Rp22.000 per piece, kualitas sama, harga jauh lebih terjangkau,” ungkapnya.

Indatu D’Coco kini memproduksi beberapa varian kelapa segar: original, Coco Tap (dengan kemasan net buah), dan yang akan dikemas menggunakan shrink label modern. Produksi harian berkisar 100–150 kelapa, tergantung pesanan. Untuk pasar Medan, pengiriman rata-rata dua box, masing-masing berisi sekitar 120 kelapa.

Seiring cuaca panas, Rahmad mengaku permintaan kelapa segar meningkat, terutama lewat pesanan online seperti GoFood. “Sekarang lagi musim panas, permintaan naik. Apalagi kalau kita lihat di GoFood, orderan juga tambah,” katanya.

Namun di balik peluang besar, Rahmad mengakui tantangan tetap ada. Pangsa pasar lokal di Aceh stagnan dan mulai banyak kompetitor yang bermain di produk sejenis, memunculkan persaingan harga.

“Pasar di Aceh kan tetap, sementara kompetitor mulai banyak, jadi terjadi persaingan harga. Pangsa pasar terbagi,” jelasnya.

Menghadapi itu, Rahmad memilih meng-upgrade produk. Ia menambah varian kelapa segar dengan kualitas lebih baik agar dapat bersaing di pasar modern.

Untuk memastikan produknya memiliki kualitas terbaik, Rahmad memilih kelapa jenis hibrida yang terkenal lebih manis, berdaging tebal, dan memiliki kulit yang lebih lunak sehingga lebih mudah dikupas. Keunggulan ini membuat kelapa hibrida tidak hanya lebih praktis diolah, tetapi juga memberikan rasa yang lebih segar dan tahan lama setelah dipanen.

PT PEMA bantu Indatu D’Coco Berkembang

Momentum kebangkitan usaha Rahmad datang saat ia dilirik oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh. Dari program ini, Indatu D’Coco kemudian mendapat dukungan pembinaan dari PT Pembangunan Aceh (PEMA).

Berita Terkait:   2 UMKM Aceh Raih Dana Binaan PT Pema untuk Pengembangan Bisnis

“Kita diminta buat proposal bisnis, kemudian presentasi, akhirnya terpilih jadi binaan,” ungkap Rahmad.

Indatu D’Coco memperoleh dana binaan senilai Rp225 juta. Dana ini dimanfaatkan untuk membeli mesin, peralatan, dan kemasan dalam jumlah besar, seperti shrink label dan net buah yang sebelumnya hanya bisa ia beli sedikit demi sedikit.

“Dengan dana dari PEMA kita bisa beli mesin shrink label, pemotongnya, kemasan plastik, dan net buah dalam kuantitas besar,” terangnya.

Tak hanya bantuan modal, PEMA juga memberikan pelatihan manajemen keuangan bagi pelaku UMKM seperti Rahmad. Ia menyebut pelatihan ini sangat penting karena banyak pelaku UMKM kerap mencampur keuangan usaha dengan keuangan keluarga.

Penyerahan dana binaan kepada UMKM terpilih dalam acara Malam Penobatan UMKM Binaan PT Pema, Senin (23/12/2024). (Foto/Cut Nauval D).

“Manajemen keuangan itu paling penting. Kami diajarkan memisahkan keuangan usaha dengan keluarga, dan PEMA hadir untuk membimbing kami,” ujarnya.

Indatu D’Coco kini rutin berkomunikasi dengan PEMA melalui grup WhatsApp, untuk terus mendapat pendampingan. Ia berharap dukungan ini tidak hanya berhenti di produksi, tapi juga bisa membantu membuka akses pasar yang lebih luas, termasuk peluang ekspor.

“Kalau selama ini kita impor dari Thailand, kenapa kita tidak coba ekspor kelapa kita ke luar negeri?” ucap Rahmad penuh semangat.

Meski target ekspor belum bisa segera diwujudkan karena keterbatasan modal dan prosedur, Rahmad optimis ke depan produknya bisa menembus pasar internasional.

“Kita sudah buat proposal target ekspor ke PEMA, kita harap nanti bisa terealisasi,” katanya.

Dengan inovasi kemasan yang lebih menarik dan rencana produksi modern menggunakan mesin, Rahmad yakin produknya mampu bersaing dengan kualitas global.

“Kita optimis, kalau produk Thailand saja bisa, kenapa produk kelapa Aceh tidak? Minimal kita ambil 10–20% pasar dulu,” pungkas Rahmad, menutup obrolan siang itu di gudang produksinya yang kini semakin ramai dengan aktivitas dan aroma segar kelapa.

Rahmad berharap Indatu D’Coco bisa menjadi contoh sukses UMKM Aceh yang mampu menghasilkan produk lokal dengan kualitas global. Ia ingin produk kelapa Aceh tak hanya bersaing dengan impor di pasar dalam negeri, tetapi juga menembus pasar internasional.

Siang itu, Rahmad menawarkan kami mencicipi kelapa jeli hasil produksinya. “Silakan dicicipi,” kata Rahmad.

Dengan tekstur kenyal dan rasa manis alami kelapa, sensasi segarnya langsung mengalir di tenggorokan, menuntaskan dahaga di tengah cuaca Banda Aceh yang terik.

Dari kesederhanaan di sudut Banda Aceh, Rahmad terus merawat mimpinya agar kelapa Aceh tak hanya bertahan di pasar lokal, tetapi juga mampu menembus pasar global. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER