Banda Aceh (Waspada Aceh) – PT Flora Agung akan merealisasikan investasinya di Aceh dengan membangun pabrik minyak goreng dan kilang pengolahan minyak sawit (refinery) di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun, Lhokseumawe.
Proyek ini merupakan bagian dari strategi hilirisasi industri dan ketahanan pangan di provinsi ujung barat Indonesia itu.
CEO PT Flora Agung, Ivansyah, menyampaikan bahwa pembangunan pabrik akan dimulai dalam enam bulan ke depan, setelah penandatanganan kerja sama yang dijadwalkan pada Rabu (30/4/2025) sore ini.
“Target kami, enam bulan ke depan pembangunan awal sudah selesai. Kami berencana meletakkan batu pertama bulan depan,” kata Ivansyah dalam audiensi dengan Pemerintah Aceh di Banda Aceh.
pembangunan pabrik minyak goreng pertama di Aceh itu akan menelan biaya sekitar Rp100 hingga Rp150 miliar
Dalam kesempatan tersebut, Ivansyah didampingi Chief Operational Officer Zia Muhammad dan Chief Business Development Muhammad Iqbal.
Menurutnya, konsumsi bahan pokok di Aceh, seperti minyak goreng, masih sangat bergantung pada pasokan dari luar daerah, padahal Aceh memiliki potensi besar sebagai penghasil Crude Palm Oil (CPO), dengan produksi mencapai 800 ribu hingga 1 juta ton per tahun dari 64 pabrik kelapa sawit (PKS).
“Namun, hingga kini belum ada satu pun refinery di Aceh. Nilai tambah justru dinikmati daerah lain,” ujarnya.
Pembangunan refinery ini ditargetkan memiliki kapasitas produksi 1.000 hingga 1.500 ton per hari, dengan nilai investasi mencapai sekitar Rp1,5 triliun untuk satu jalur produksi.
Lebih lanjut, Ivansyah menjelaskan bahwa Pantai Timur Aceh memiliki pelabuhan yang stabil dan dalam, sehingga lebih cocok untuk lokasi refinery. Sementara Pantai Barat juga memiliki potensi besar, namun belum didukung fasilitas pelabuhan yang memadai untuk kapal besar.
Selain pabrik minyak goreng, PT Flora Agung juga merancang pembangunan rice mill dan silo sebagai fasilitas penyimpanan dan pengeringan hasil panen seperti padi dan jagung. Hal ini ditujukan untuk menjaga kualitas komoditas serta memperkuat ketahanan pangan daerah.
Tak hanya itu, perusahaan juga menjajaki pengembangan sektor peternakan seperti penggemukan sapi, ayam petelur, serta pembangunan pabrik pakan ternak. Lokasi-lokasi potensial untuk proyek ini akan ditentukan bersama Pemerintah Aceh melalui survei lapangan.
Asisten I Sekda Aceh, Azwardi, menyambut baik rencana investasi tersebut. Ia menyatakan proyek ini sejalan dengan arah pembangunan Aceh 2025–2030 serta prioritas nasional dalam memperkuat industri hilir.
“Pemerintah Aceh berkomitmen mendukung investasi dengan regulasi yang jelas, kepastian hukum, serta percepatan perizinan,” ujarnya.
Menurut Azwardi, luas perkebunan di Aceh mencapai 1,17 juta hektare dengan 22 komoditas unggulan seperti kelapa sawit, kopi, nilam, dan pala. Namun, selama ini pengolahan hasil perkebunan masih terbatas.
“Hilirisasi penting untuk meningkatkan nilai ekonomi daerah,” katanya.
Ivansyah juga mengapresiasi iklim investasi di Aceh yang dinilainya cukup kondusif. Ia memastikan tidak menemui hambatan serius, termasuk pungutan liar.
“Kalau pemimpinnya sudah menjamin, saya yakin pungli tidak akan terjadi. Ini sangat berpengaruh terhadap biaya dan kepercayaan investor,” katanya.
Audiensi tersebut turut dihadiri oleh perwakilan Pemerintah Aceh, Dinas Perkebunan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, DPMPTSP Aceh, serta sejumlah instansi terkait lainnya. (*)