“Pemerintah Aceh telah menyusun langkah strategis untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak”
– Pj Gubernur Aceh, Safrizal ZA –
Pemerintah Aceh terus menunjukkan komitmen serius dalam menekan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak. Hal ini dilakukan melalui berbagai upaya strategis yang melibatkan kerja sama lintas sektor.
Data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Aceh angka kekerasan terhadap perempuan dan anak menunjukkan angka yang memprihatinkan. Pada tahun 2020, tercatat 905 kasus kekerasan, meningkat menjadi 924 kasus pada 2021, 1.029 kasus pada 2022, dan mencapai 1.097 kasus pada tahun 2023.
Penjabat (Pj) Gubernur Aceh, Safrizal ZA, melihat meningkatnya pelaporan kasus kekerasan menunjukkan dua sisi mata uang. Di satu sisi, masalah kekerasan ini memerlukan intervensi prioritas.
Namun di sisi lain, peningkatan pelaporan mencerminkan keberhasilan sosialisasi dan edukasi masyarakat tentang keberadaan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).
“Masyarakat telah percaya dengan jaminan dari pemerintah untuk berani speak up/datang melapor kasus kekerasan bersifat rahasia serta mengetahui bahwa layanan yang diterima oleh korban dan keluarga korban didapatkan secara gratis,” kata Pj Gubernur Aceh Safrizal ZA, kepada Waspadaaceh.com, Rabu (27/11/2024).
Meski angka pelaporan kekerasan terus meningkat, Pemerintah Aceh melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Aceh telah melaksanakan berbagai program pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Beberapa langkah strategis tersebut meliputi, menyusun dan menetapkan kebijakan atau regulasi terkait isu perlindungan perempuan dan anak berupa qanun, peraturan gubernur dan keputusan gubernur.
Selanjutnya, melakukan sosialisasi, edukasi dan penyebaran informasi melalui kegiatan pelatihan/bimbingan teknis/workshop terkait upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak kepada aparatur gampong, masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Kemudian, membangun kerja sama atau koordinasi dan kolaborasi dengan stakeholder/instansi LSM terkait isu perlindungan perempuan dan anak.
Selain itu, memberdayakan dan menggerakan masyarakat dalam upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Terakhir, melakukan sosialisasi, edukasi dan penyebaran informasi melalui kegiatan komunikasi, edukasi dan informasi seperti dialog interaktif/ talkshow, baliho, leaflet, brosur, jasa publikasi, iklan media online, iklan pariwara/advertorial.
Isu Perempuan dan AnakÂ
Dalam menyelesaikan isu perlindungan perempuan dan anak, lebih baik dimulai dari hulu (pencegahan) dibandingkan dengan proses hilir (penanganan). Pemerintah Aceh, kata Pj Safrizal berfokus pada upaya pencegahan sebagaimana amanat Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2019.
Di mana, sebanyak 17 instansi diamanahkan untuk berperan aktif dalam penyelenggaraan pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Langkah strategis lainnya adalah mendorong setiap instansi untuk memiliki rencana aksi yang nyata, sehingga terlihat bukti konkret kehadiran pemerintah dalam menurunkan angka kekerasan.
Pemerintah Aceh, kata Safrizal, menyadari bahwa isu perempuan dan anak memerlukan perhatian bersama dari semua pihak.
Untuk menyelesaikan isu tersebut dibutuhkan sinergi dan kolaborasi yang menjadi kekuatan bersama, khususnya dalam penurunan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Semakin besar perhatian dan kerja bersama dari berbagai pihak untuk terlibat dalam penyelesaian isu kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan kondisi yang menggembirakan dan memberikan harapan baru bagi upaya pemerintah memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak,” jelasnya.
Melalui DPPPA Aceh, upaya kolaborasi, sinergi dan kerja sama antar SKPA dan instansi vertikal terus dilaksanakan melalui pertemuan koordinasi dan kerja sama lintas sektor dalam upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak, ABH, TPPO dan perkawinan anak
Dengan kerja sama yang kuat dan dukungan berbagai pihak, Pemerintah Aceh optimistis angka kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat terus ditekan. (*)