Rabu, November 6, 2024
BerandaPariwaraPernikahan Anak Mewarikan Kemiskinan Antar Generasi

Pernikahan Anak Mewarikan Kemiskinan Antar Generasi

“Kalau pernikahan anak itu seperti melahirkan kemiskinan antar generasi”

Pernikahan anak di bawah usia 19 tahun masih marak terjadi di Aceh. Jumlah peristiwa nikah di bawah usia 19 tahun yang dikeluarkan Kantor Wilayah Kemenag Aceh tahun 2023 sebanyak 671.

Angka ini meningkat dari tahun 2022 yang sebelumnya berada pada angka 651. Walaupun di tahun 2021 angka perkawinan anak lebih tinggi dari dua tahun terakhir, yaitu mencapai 730 orang, namun angka ini masih tergolong tinggi dan perlu diwaspadai.

Plt Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Aceh, Tiara Sutari AR, mengatakan prihatin terhadap tingginya pernikahan anak di Aceh.

Menurutnya ada beberapa hal yang menyebabkan pernikahan di bawah umur terjadi. Seperti pergaulan bebas, kehamilan di luar nikah, pengaruh budaya dan tradisi serta pola asuh orangtua yang keliru.

Kondisi ini menurutnya, berdampak pada hilangnya masa depan anak. Sebab anak tidak sempat merasakan pendidikan.

Menurutnya jenjang pendidikan itu penting karena berdampak bagaimana dia mencari pekerjaaan. Ketika seseorang memiliki pekerjaan yang layak pasti mendapatkan penghasilan yang layak juga. Jika sudah punya penghasilan yang layak dipastikan kehidupan juga layak.

“Namun malah sebaliknya, jika seseorang menikah setelah SMP dan SMA, pekerjaan yang didapat juga tidak menentu alias serabutan,” jelas Tiara saat ditemui di Kantor DP3A Aceh, di Banda Aceh.

Makanya, kata Tiara, penting sekali jenjang pendidikan itu bagi seseorang. Karena apabila tidak mendapat kehidupan yang layak berpengaruh besar terhadap keharmonisan rumah tangga, menimbulkan cekcok dalam rumah tangga, rentan KDRT, melahirkan anak stunting, bisa menyebabkan kemiskinan dan perceraian.

“Ketika bercerai akhirnya mereka pulang ke rumah orangtua, anaknya tentu ikut sama ibunya. Dengan kembalinya dia ke rumah orangtua tentu menjadi beban orangtuanya lagi,” sebutnya.

Alih-alih meringankan beban orang tua, pernikahan ini justru berpotensi mewariskan kemiskinan antar generasi, melanggengkan kekerasan, hingga gangguan alat reproduksi.

“Ada siklus kemiskinan pada perkawinan pada anak yang tidak terputus. Ketika ada anak dipaksa untuk menikah, kemudian nantinya dia berpikir untuk menikahkan anaknya demi memutuskan kemiskinan, padahal yang terjadi justru perkawinan anak ini jadi kemiskinan yang terus diwarisi antar generasi,” jelas Tiara.

Maka karena itu, pencegahan ini harus dilakukan mulai dari lingkungan keluarga, tetangga, aparatur desa, hingga pemerintah untuk memutuskan mata rantai pernikahan usia anak. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER