Banda Aceh (Waspada Aceh) – UNICEF Perwakilan Aceh bekerja sama dengan Flower Aceh dan Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Aceh bersama Pemerintah Aceh menggelar orientasi khusus untuk tenaga kesehatan dalam melayani ibu penyandang disabilitas.
Kegiatan yang diadakan pada Sabtu (21/9/2024) di Ivory Coffee, Banda Aceh, ini bertujuan meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan dalam mendukung pemberian ASI eksklusif dan pemenuhan gizi optimal selama periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) bagi bayi dari ibu disabilitas.
Kegiatan ini diikuti oleh tenaga kesehatan dari Dinas Kesehatan Aceh, Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Kota Banda Aceh, bidan desa, serta pengurus Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Aceh.
Dalam sambutannya Kabid Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh, Syukriah, mengucapkan terima kasih kepada UNICEF, Flower Aceh yang sudah memfasilitasi kegiatan ini untuk nantinya bisa kita implementasi pada pelayanan kesehatan bagi para disabiltas yang selama ini kurang akses ke posyandu.
Selain itu, Syukriah juga menekankan pentingnya menciptakan lingkungan posyandu yang ramah bagi penyandang disabilitas.
“Posyandu harus memiliki sarana yang memadai untuk menerima ibu-ibu disabilitas. Hal ini meliputi area khusus, alat bantu komunikasi, hingga antrian khusus bagi mereka,”jelasnya.
Koordinator Divisi KPP Flower Aceh,Hendra Lesmana mengatakan fokus utama dalam pelatihan adalah memastikan hak ibu disabilitas dalam mengakses layanan kesehatan yang inklusif dan ramah, terutama dalam aspek pemberian ASI dan pemenuhan gizi untuk mencegah stunting pada anak-anak mereka.
“Kesehatan dan akses layanan bagi penyandang disabilitas, khususnya ibu, kerap terabaikan. Kami ingin mengubah situasi ini dengan meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan agar lebih sensitif terhadap kebutuhan mereka,”ujar Hendra Lesmana
Hambatan Sosial Bagi Ibu Difabel
Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI), Yulidar, menjelaskan banyak ibu disabilitas enggan datang ke posyandu karena merasa tidak ada fasilitas yang memadai.
“Stigma masyarakat terhadap penyandang disabilitas masih tinggi, sehingga mereka merasa tidak penting dan terisolasi. Belum lagi akses ke fasilitas kesehatan yang kurang ramah terhadap penyandang disabilitas,” ungkapnya.
Menurutnya, ibu penyandang disabilitas sering tidak mendapatkan pengetahuan tentang cara menyusui dan merawat anak. Mereka membutuhkan akses khusus di posyandu, seperti antrian dan meja khusus disabilitas, serta tenaga kesehatan yang mampu berkomunikasi dengan bahasa sederhana dan sabar.
Hanum Vine Meilliza dari Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Aceh menambahkan bahwa dalam proses menyusui, ibu harus memiliki ikatan (bonding) dengan bayi. Hal ini menjadi lebih menantang bagi ibu disabilitas, sehingga diperlukan dukungan yang lebih intensif dari tenaga kesehatan.
“Fokus kita adalah memastikan ibu-ibu ini mendapat dukungan yang tepat untuk bisa menyusui,” ujarnya.
Layanan Telekonseling
Pelatihan ini juga memperkenalkan inovasi berupa layanan telekonseling yang didukung oleh UNICEF dan Kementerian Kesehatan RI. Melalui layanan ini, ibu disabilitas dapat berkonsultasi dengan konselor menyusui secara daring, sebuah solusi untuk mengatasi keterbatasan akses ke layanan kesehatan. layanan ini akan sangat membantu ibu disabilitas yang kesulitan datang langsung ke pusat kesehatan.
“Melalui telekonseling, mereka bisa mendapatkan dukungan dan informasi terkait berbagai permasalahan menyusui tanpa harus meninggalkan rumah,”kata dr Natassya Phebe, staff gizi UNICEF perwakilan Aceh. Layanan ini dapat diakses melalui situs resmi Kemenkes https://telekonseling-pmba-kemenkes.com/.
Butuh Pembekalan
Kepala Sekolah SLB YAPDI Banda Aceh Heni Ekawati, sekaligus juru bahasa isyarat, menjelaskan bahwa berkomunikasi dengan penyandang disabilitas membutuhkan pendekatan khusus. Ia juga memperkenalkan bahasa isyarat untuk penyandang tuli kepada pemberi layanan.
“Kita berharap bisa terus bekerja sama untuk memberikan perhatian lebih kepada kelompok difabel,” ujarnya.
Selain itu, forum diskusi kelompok (FGD) juga digelar untuk menggali tantangan dan pengalaman dalam pelayanan gizi bagi kelompok disabilitas. Rekomendasi dari FGD ini antara lain pelatihan bahasa isyarat, penyediaan huruf Braille, serta pendataan ibu hamil disabilitas di desa-desa.
Layanan homecare juga dianggap sebagai solusi efektif untuk mendekatkan layanan kesehatan bagi ibu disabilitas. (*)