Banda Aceh (Waspada Aceh) – Pertandingan sepak bola antara Aceh dan Sulawesi Tengah di PON XXI 2024 Aceh-Sumut yang berakhir dengan insiden rusuh, telah memicu kontroversi.
Laga yang berlangsung di Stadion Haji Dimurthala, Banda Aceh, pada Sabtu (14/9/2024), berujung pada protes keras dari tim Sulawesi Tengah menyusul sejumlah keputusan wasit yang dinilai berat sebelah.
Ketegangan memuncak ketika di menit-menit akhir babak kedua, wasit EAS memberikan penalti kepada tim Aceh setelah pemain Muhammad Nur Mahyuddin terjatuh di kotak penalti.
Keputusan ini memicu kemarahan tim Sulawesi Tengah, yang merasa bahwa kontak yang terjadi tidak cukup untuk dianggap pelanggaran. Insiden ini memicu ketegangan di lapangan antara pemain dan ofisial.
Ketua Panitia Pengarah dan Pengawas PON XXI 2024 Aceh-Sumut, Mayjen TNI (Purn) Suwarno, mengungkapkan dalam konferensi pers bahwa pertandingan awalnya berlangsung normal. Namun, ketegangan mulai terasa sejak babak pertama ketika keputusan wasit utama tidak sinkron dengan asisten wasit.
“Salah satu insiden di babak pertama melibatkan keputusan wasit yang tidak sesuai dengan isyarat dari asisten wasit, yang sempat mengangkat bendera tanda pelanggaran. Hal ini menimbulkan protes keras dari pelatih Sulawesi Tengah, yang kemudian diganjar kartu kuning,” jelas Suwarno, Minggu (15/9/2024).
Ketegangan semakin memuncak di detik terakhir ketika penalti diberikan kepada Aceh. Reaksi keras dari pemain Sulawesi Tengah memperburuk suasana, yang berujung pada tindakan kasar terhadap wasit. EAS, wasit yang memimpin pertandingan, bahkan sempat terjatuh akibat dugaan kekerasan dari salah satu pemain Sulawesi Tengah, sehingga harus dilarikan ke rumah sakit.
Koordinasi dengan PSSI
Menanggapi insiden tersebut, Suwarno menegaskan bahwa Panitia PON telah berkoordinasi dengan PSSI untuk melakukan investigasi menyeluruh.
“Kami sudah berkoordinasi dengan PSSI. Investigasi akan dilakukan terhadap pemain yang terlibat insiden serta wasit yang memimpin pertandingan. Sanksi tegas akan dijatuhkan kepada sianpapun yang terbukti melanggar aturan,” tegasnya.
PSSI, menyebutkan pemain yang terbukti melakukan tindakan kekerasan terhadap wasit bisa dihukum larangan bermain minimal delapan bulan. Namun, hukuman bisa lebih berat tergantung hasil investigasi.
Suwarno menambahkan PON XXI bukan hanya sekadar ajang olahraga, melainkan juga sebagai wadah mempererat persatuan.
“PON adalah kesempatan untuk menjalin silaturahmi antar anak bangsa. Semangat ini harus tetap dijaga, dan insiden di lapangan seharusnya tidak mencederai kebersamaan tersebut,” ungkapnya.
Ia berharap kejadian serupa tidak akan terulang di pertandingan lainnya, mengingat sepak bola sering kali menimbulkan ketegangan akibat keputusan wasit yang dianggap kontroversial.
“Sportivitas harus tetap dijunjung tinggi. Investigasi ini adalah langkah tegas untuk mencegah insiden serupa di masa depan,” tutup Suwarno.
Insiden ini menjadi perhatian publik, mengingat sepak bola adalah salah satu cabang olahraga paling diminati di PON. Keputusan yang diambil dari investigasi diharapkan mampu menegakkan keadilan dan menjaga semangat fair play dalam setiap pertandingan. (*)