Banda Aceh (Waspada Aceh) – Sekelompok anak muda Aceh menggelar aksi kampanye penyelamatan hutan dan satwa dilindungi saat pawai kemerdekaan memperingati HUT ke-79 Republik Indonesia, di Banda Aceh, Minggu (18/8/2024).
Aksi ini mencuri perhatian ribuan penonton ketika empat maskot satwa dilindungi seperti orangutan, harimau, gajah, dan badak berjalan sambil membawa replika orangutan yang “disekap” dalam keranda penjara. Mereka ingin menyuarakan kondisi nyata satwa yang kerap ditangkap dan diperjualbelikan secara ilegal.
Rute pawai dimulai dari Taman Sri Ratu Safiatuddin, melewati Jl. T Nyak Arief, hingga menuju kantor Gubernur Aceh. Di hadapan Pj Gubernur Aceh Bustami Hamzah dan para pejabat SKPA lainnya, anak muda ini menampilkan drama tratrikal yang menggambarkan upaya mennagkap pemburu liar dan mafia lingkungan.
Dalam aksi tersebut, mereka kemudian “membebaskan” orangutan dari penjara, dan mengingatkan pentingnya melindungi Suaka Margasatwa Rawa Singkil, benteng terakhir bagi populasi orangutan Sumatra, namun ancaman deforestasi terus mengintai.
Beberapa peserta parade membentangkan poster bertuliskan, “Inikah kemerdekaan Indonesia? Kami juga ingin merdeka dan bahagia di hutan. Lepaskan kami!” “Jangan tembaki kami,” dan “Jangan ambil anak-anak kami, mereka bukan peliharaan!”
Dalam pawai itu, mereka juga membacakan puisi tentang kehancuran habitat satwa akibat perambahan hutan yang semakin memprihatinkan. “Hutan habis terbakar, haruskah kita biarkan gajah menangis?”ujar salah satu peserta.
Juru Kampanye Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), Raja Mulkan Azhari, mengatakan parade ini digagas untuk memperingati Hari Orangutan Sedunia yang jatuh pada 19 Agustus. Tujuannya, meningkatkan kesadaran publik terhadap pentingnya perlindungan orangutan dan satwa liar lainnya.
Aksi parade orangutan ini diikuti oleh anak-anak muda dari lintas komunitas yang peduli lingkungan.
Raja menekankan pentingnya menjaga SM Rawa Singkil, habitat orangutan terbesar di Pulau Sumatera yang kini terancam perambahan dan konversi lahan. “Kami tidak ingin Rawa Singkil mengalami nasib seperti Rawa Tripa yang hancur,” tegasnya.
Raja juga berharap pemerintah Aceh lebih serius dalam melindungi satwa liar dan habitatnya. “Satwa ini adalah penghuni Aceh yang lebih dulu ada dibandingkan kita. Jadi, penting bagi kita untuk menjaga keseimbangan ekosistem,” tutupnya. (*)