Senin, November 25, 2024
spot_img
BerandaPolitikIsu Penolakan Jadi Pemimpin di Pilkada, Gerakan Perempuan Aceh Angkat Bicara

Isu Penolakan Jadi Pemimpin di Pilkada, Gerakan Perempuan Aceh Angkat Bicara

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Balai Syura Ureung Inong Aceh bersama elemen gerakan perempuan di Aceh menegaskan bahwa perempuan Aceh memiliki hak untuk berpartisipasi dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Pernyataan ini dikeluarkan menanggapi kontroversi di media sosial segelintir pihak yang menolak partisipasi perempuan berdasarkan penafsiran sempit terhadap ajaran Islam.

Ketua Presidium Balai Syura Ureung Inong Aceh, Khairani Arifin, menyatakan memilih dan dipilih dalam Pilkada adalah hak politik setiap warga negara Indonesia, termasuk perempuan Aceh.

“Hak ini dijamin dalam konstitusi dan berbagai peraturan perundang-undangan, baik UU maupun Qanun,” kata Khairani, Selasa (23/7/2024).

Menurut Khairani, UU Pemerintah Aceh (UUPA), UU Pemilihan Kepala Daerah, dan Qanun Aceh tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota, tidak melarang perempuan mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Bahkan, UUPA mewajibkan Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melindungi hak-hak perempuan.

“Larangan bagi perempuan Aceh untuk mencalonkan diri dalam Pilkada merupakan pelanggaran terhadap hukum dan perampasan hak konstitusional perempuan,” tegasnya.

Khairani juga mengingatkan sejarah Islam mencatat peran penting perempuan seperti Sayyidah Khadijah, Sayyidah Aisyah, dan Sayyidah Fatimah dalam menyebarkan ajaran Islam. Aceh sendiri memiliki warisan kepemimpinan perempuan yang kuat dengan empat ratu yang memimpin selama 59 tahun.

“Perempuan memiliki tempat penting dalam sejarah kepemimpinan di Aceh,” tambahnya. Khairani mengajak publik di Aceh untuk mempelajari kembali sejarah ini guna menghindari kesalahpahaman.

Menyikapi berbagai tantangan yang dihadapi perempuan Aceh dalam dunia politik, Balai Syura Ureung Inong Aceh mendesak Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk memastikan setiap warga negara, termasuk perempuan, terlindungi dan terpenuhi hak konstitusionalnya sesuai dengan UUD 1945.

Pemerintah perlu mengambil langkah konkret untuk mempromosikan dan melindungi hak-hak perempuan dalam politik, serta mendukung keterlibatan mereka dalam Pilkada dan posisi kepemimpinan politik lainnya. Selain itu, penting untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang hak-hak perempuan dalam politik dan menghapus stereotip serta prasangka gender yang menghalangi partisipasi perempuan.

Balai Syura juga meminta Panwaslih Aceh dan Panwaslih Kab/Kota untuk meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan konten atau materi kampanye yang mengarah pada hoax dan politisasi SARA dalam penyelenggaraan Pilkada sejak tahap persiapan, serta melakukan langkah-langkah konkret untuk pencegahan.

Khairani juga menyerukan kepada seluruh bakal calon dan calon kepala daerah serta tim suksesnya agar berkompetisi secara fair dalam keseluruhan tahapan proses Pilkada tanpa melakukan politisasi agama atau Syariat Islam untuk menjegal perempuan menggunakan hak politiknya.

“Partisipasi penuh perempuan dalam kepemimpinan politik adalah kunci untuk membangun masyarakat yang lebih adil dan berdaya,” tutup Khairani. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER