Banda Aceh (Waspada Aceh) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar roadshow Movieday sebagai bagian dari Anti-Corruption Film Festival (ACFFest) di Auditorium Ali Hasyimi, UIN Ar-Ranirry Banda Aceh, Jumat (31/5/2024).
Kegiatan bertajuk Satu Dekade: Berantas Korupsi Lewat Seni,” merupakan salah satu upaya KPK untuk mengampanyekan anti-korupsi melalui media film.
ACFFest yang dikelola oleh Direktorat Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK ini digelar di 10 provinsi, dan Aceh menjadi kota kedua dalam rangkaian roadshow tersebut.
Festival tahun ini menampilkan tiga film terbaik hasil ide cerita tahun 2019, termasuk “Unbaedah”, serta film dari Aceh yang mengangkat isu disabilitas berjudul “Eline”. Erlina Marlinda, tokoh utama film dokumenter “Eline”, berhasil meraih penghargaan Film Dokumenter Terbaik di ACFFest 2022.
Medio Venda, Kasatgas Direktorat Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK, menjelaskan bahwa strategi utama dalam pemberantasan korupsi meliputi edukasi, pencegahan, dan penindakan. Kampanye melalui film ini termasuk dalam strategi edukasi kepada masyarakat.
“Kenapa lewat film? Karena film memiliki daya tarik yang kuat untuk menyampaikan pesan-pesan kompleks dengan cara yang mudah dipahami dan menginspirasi penonton,” jelas Medio.
Tema yang diangkat di Aceh fokus pada keberagaman serta peran generasi muda dalam pemberantasan korupsi. Aceh, yang dikenal dengan keislamannya, sebenarnya merupakan masyarakat yang multietnis. Oleh karena itu, edukasi mengenai keberagaman dan inklusivitas sangat penting.
“Peran generasi muda Aceh dalam pemberantasan korupsi sangat krusial. Semakin banyak pemuda Aceh yang terpapar informasi mengenai anti-korupsi, semakin besar potensi peningkatan kesadaran di masyarakat,” tambah Medio.
Ia juga menyoroti antusiasme masyarakat terhadap ACFFest, dengan setiap tahunnya menerima sekitar 600 hingga 1900 ide cerita yang menunjukkan kreativitas dan kesadaran tinggi terhadap isu korupsi.
Sabrina Rochelle Kalangie, sutradara film nasional memgatakan bahwa film dapat mengkampanyekan isu anti korupsi dengan cakupan yang luas, tidak hanya terbatas pada keuangan tetapi juga inklusivitas.
“Peserta festival juga terlihat sudah mulai memunculkan ide isu korupsi yang beragam, ide yang unik dan berani dalam menyampaikan pesan anti korupsi dengan jujur fenomena di lingkungan sekitar,” ujar Sabrina sutradara Noktah Merah Perkawinan dan juga film Terlalu Tampan itu.
Erlina Marlinda, yang terlibat sebagai karakter utama dalam film “Eline”, berbagi pengalamannya terkait isu disabilitas di Aceh.
“Masih banyak masyarakat yang belum paham tentang disabilitas dan bagaimana melibatkan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Banyak disabilitas yang disembunyikan dan tidak diizinkan beraktivitas atau bersekolah karena berbagai alasan, termasuk faktor ekonomi dan kurangnya fasilitas,” ungkap Erlina.
Ia menambahkan bahwa korupsi tidak hanya berbicara tentang uang, tetapi juga soal keadilan.
“Mendiskriminasi orang adalah bagian dari korupsi. Jika kota tidak menyediakan fasilitas publik yang mendukung disabilitas, maka itu menunjukkan ketidakadilan,” jelasnya.
Erlina juga menceritakan tantangan dalam pembuatan film, seperti kendala saat pengambilan video di tempat umum dan stigma terhadap disabilitas.
“Terkadang sempat saya dikira peminta-minta, sempat dikasi uang oleh warga,” ujarnya.
“Namun, setelah pemutaran film, banyak yang menjadi lebih sadar dan mengundang saya sebagai narasumber untuk diskusi mengenai isu disabilitas,” tambahnya.
Melalui ACFFest, KPK berharap dapat mendukung sineas daerah untuk maju ke kancah nasional dan membangun ekosistem perfilman yang kuat. Baik fre dan Pasca produksi, film-film pemenang dibantu dengan pembiayaan, mentoring, dan distribusi film hingga nasional.
“Ini adalah langkah konkret untuk menyebarkan pesan anti korupsi ke seluruh pelosok negeri,” tutup Medio. (*)