Banda Aceh (Waspada Aceh) – Pemerintah menargetkan menurunkan angka stunting pada 2024 sebesar 14 persen. Salah satu elemen strategis untuk merealisasikan target tersebut adalah posyandu (Pos Pelayanan Terpadu).
Posyandu diharapkan tidak saja menjadi garda terdepan dalam pencegahan dan penurunan stunting di provinsi terujung di Pulau Sumatera ini, tetapi juga merupakan salah satu program kesehatan yang sangat penting bagi masyarakat.
Berbicara sebagai garda terdepan pencegahan stunting, posyandu diyakini dapat menurunkan angka stunting di Aceh.
Hal itu disampaikan Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Aceh Safrina Salim dalam talkshow Hari Posyandu di Jantho, Aceh Besar, Senin (29/4/2024).
Tema talkshow ‘Meminimalisir Angka Stunting Melalui Kegiatan Posyandu’. Turut hadir sebagai narasumber Pejabat Ketua TP-PKK Kabupaten Aceh Besar, Cut Rezky Handayani, dan perwakilan Dinas Kesehatan Aceh Nurlaily.
“Salah Satu cara melakukan monitoring kesehatan dan perkembangan bayi dan balita adalah melalui posyandu. Begitu juga dengan kesehatan ibu hamil dan remaja. Peran posyandu di tengah masyarakat sangat besar.”
“Apalagi perannya dalam upaya pencegahan stunting, sebagai garda terdepan, karena di posyandu rutin dilakukan pemantauan perkembangan kesehatan anak dan ibu hamil,” kata Safrina.
Ia menyebutkan, dari data Pemutakhiran Pendataan Keluarga (PPK) Tahun 2023, jumlah bayi di bawah usia dua tahun (baduta) di Aceh sebanyak 74.366 orang dan balita 337.798 orang.
Sementara jumlah keluarga dengan baduta sebanyak 71.665 keluarga dan keluarga dengan balita berjumlah 301.694 keluarga. Sedangkan Keluarga Berisiko Stunting (KRS) menurut SIGA 2023, sebanyak 275.505 keluarga.
“BKKBN memiliki data keluarga berisiko stunting. Data ini bisa dipakai untuk melakukan intervensi, siapa melakukan apa, bersinergi dan berkolaborasi, sehingga tidak lahir stunting-stunting baru di Aceh,” ucapnya.
Hasil aplikasi elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) dari Januari-Februari 2024, tercatat ada 21.400 anak stunting dari 472.261 sasaran yang ada di Aceh. Target Aceh pada 2024, angka stunting menurun hingga 14%.
Dalam upaya pencegahan dan percepatan penurunan stunting, sebut Safrina, BKKBN memiliki program Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS), elektronik Siap Nikah dan Hamil (Elsimil), Dapur Sehat Atasi Stunting (Dashat), Bina Keluarga Balita (BKB),dan Bina Keluarga Remaja (BKR).
“Upaya pencegahan stunting dilakukan melalui program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, Keluarga Berencana (Bangga Kencana), dari mulai merencanakan kehidupan berkeluarga, merencanakan kehamilan, 1000 Hari Pertama Kehidupan, dan pola asuh,” paparnya.
Sementara strategi yang dilakukan, lanjutnya, yaitu mengintegrasikan layanan posyandu dan paud dengan BKB, Dashat dengan Rumoh Gizi Gampong (RGG), dan singkronisasi data Elsimil dengan data Simkah dari Kementerian Agama.
“BKKBN bersinergi dan berkoordinasi dengan lintas sektor terkait, baik upaya pencegahan maupun penurunan stunting. Sinergi ini terus kita perkuat, sehingga 14 persen pada 2024 bisa tercapai,” kata Safrina.
Persoalan stunting di Aceh, menurut Safrina, sangat komplit, dan perlu penanganan yang tepat. Tidak saja persoalan gizi, tetapi juga sanitasi, lingkungan, dan perilaku hidup bersih dan sehat.
Kaper BKKBN Aceh juga menyebutkan hasil Survey Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 yang menunjukkan capaian prevalensi stunting di Aceh dari 31,2 persen (SSGI 2022) menjadi 29,4 persen atau turun 1,8 persen. Capaian ini, menurutnya, menjadi PR besar untuk bisa turun menjadi 14% pada 2024.
Safrina yakin angka tersebut bisa dicapai jika pemerintah, swasta, dan masyarakat bersama-sama, bergotong-royong, menuntaskan persoalan stunting di Aceh.
Aceh Besar salah satu kabupaten/kota di Aceh yang hasil SKI 2023 naik kasus stuntingnya. Hasil SSGI 2022 prevalensi stunting sebesar 27% dan pada 2023 (hasil SKI) naik menjadi 31,1% atau naik 3,1%. Berbagai upaya, diakui Pejabat Ketua TP-PKK Aceh Besar, Cut Rezky Handayani, sudah dilakukan. Termasuk mengukur ulang dan meningkatkan angka kunjungan ke posyandu.
Data dari aplikasi e-PPGBM Januari hingga Februari 2024, tercatat di Aceh Besar ada sebanyak 3.925 anak stunting dari 35.983 sasaran.
“November 2023 lalu kami telah melakukan ukur ulang dengan alat SNI. Tahun ini, kita akan melakukan hal yang sama, mengukur ulang seratus persen. Ini salah satu upaya kami, sehingga pada 2024 tidak terjadi kenaikan tetapi penurunan,” ucapnya.
Cut Rezky mengatakan, kenaikan angka kasus stunting hasil SKI 2023 tidak mengendorkan semangat mereka untuk terus melakukan berbagai upaya guna menekan angka stunting turun di Aceh Besar pada 2024.
Masing-masing tupoksi menguatkan perannya melakukan upaya pencegahan dan penurunan stunting. Ibu hamil kekurangan energi kronis (bumil KEK) dan bumil tidak KEK dipantau terus. Hasilnya, bumil KEK tidak melahirkan anak stunting, sementara bumil tidak KEK justru melahirkan anak stunting.
“Untuk itu kami akan terus mengedukasi dan meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat dan keluarga berisiko stunting dari kecamatan hingga ke desa, sehingga tidak lahir anak stunting baru,” kata Cut Rezky via zoom.
Sementara itu perwakilan dari Dinas Kesehatan Aceh, Nurlaily, menyebutkan Provinsi Aceh memiliki 7.527 posyandu dan 37.635 kader yang menyebar di 23 kabupaten/kota di Aceh. Upaya yang telah dilakukan Dinkes Aceh, kata Nurlaily, melakukan peningkatan kapasitas para kader.
“Di Aceh Besar sekira 500 kader posyandu telah kita latih. Kami meminta agar kader-kader yang sudah kami latih ini tidak diganti,” demikian harapnya. (*)