Senin, November 25, 2024
spot_img
BerandaPresiden Jokowi di Aceh: Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Berat Dimulai Dari Rumoh...

Presiden Jokowi di Aceh: Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Berat Dimulai Dari Rumoh Geudong

Sigli (Waspada Aceh) – Presiden RI Joko Widodo menghadiri peluncuran program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non Yudisial pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang dipusatkan di Rumoh Geudong, Gampong (desa) Bilie, Kemukiman Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Pidie, Selasa (27/6/2023).

Kehadiran Jokowi mendapat sambutan antusia dari masyarakat Aceh, khususnya keluarga korban konflik yang telah lama menantikan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat.

“Ada 12 peritiwa, ini adalah langkah awal dimulai dari Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh. Karena di sini ada tiga peristiwa. Yaitu, di Rumoh Geudong, Simpang KKA dan Jampbo Keupok,” kata Jokowi kepada awak media usai menghadiri peluncuran program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non Yudisial pelanggaran HAM berat di bekas Rumoh Geudong.

BERITA TERKAIT: Rumoh Geudong Riwayatmu Kini 

Presiden Jokowi juga mengatakan, di lokasi bekas Rumoh Geudong itu akan dibangun masjid dan Living Park atau taman hidup. Sebelumnya, dalam pidato singkatnya, Jokowi mengatakan pemerintah menutup penyelesaian non Yudisial yang fokus pada pemulihan hak -hak korban.

“Alhamudulilah hari ini mulai direalisasikan pemulihan hak-hak korban pelanggaran HAM berat. Ada 12 peristiwa yang sekaligus menandai komitmen bersama untuk melakukan upaya pencegahan agar hal serupa tidak terulang lagi di masa mendatang,” katanya.

Hadir mendapingi Presiden Jokowi di Kabupaten Pidie, Menteri Hukum dan HAM RI, Prof Yasonna H.Laoly, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) RI Mahfud MD, Kapolri Jendral Pol. Listyo Sigit Prabowo, Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono, Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki, Pj Bupati Pidie Wahyudi Adisiswanto serta sejumlah tamu dan undangan lainnya.

Dalam kesempatan itu Jokowi juga mengungkapkan, korban dan ahli waris korban pelanggaran HAM berat di Aceh, telah mulai mendapat pelatihan untuk meningkatkan keterampilan kerja, jaminan kesehatan, jaminan keluarga harapan, dan perbaikan tempat tinggal serta pembangunan fasilitas lainnya.

BERITA LAINNYA: KPA Mereuhom Daya Kecam Perataan Bekas Rumoh Gedong di Pidie

Presiden Jokowi menyampaikan Indonesia sebagai negara besar, sehingga normal bila terjadi peristiwa-peritiwa yang mengikutinya.

“Kadang-kadang peritiwanya baik tetapi ada juga yang tidak baik. Saya kira normal di negara-negara lain juga pasti memiliki sejarah seperti itu. Oleh sebab itu sekali lagi, pemerintah memiliki niat yang tulus, dan mendapat rekomendasi dari Komnas HAM untuk menyelesaikan pelanggaran Hak Asasi Manusia, di negara kita Indoensia,” kata Presiden Jokowi.

Kepada korban dan ahli waris korban. Jokowi mengucapkan terima kasih atas kebesaran hati untuk menerima proses penyelesaian setelah melalui penantian yang sangat panjang. Dia yakin tidak ada proses yang sia-sia, dan berharap semoga awal dari proses yang baik menjadi pembuka jalan bagi upaya untuk menyembuhkan luka yang ada.

“Awal bagi terbangunnya kehidupan yang adil, damai dan sejahtera di atas pondasi perlindungan dan penghormatan pada Hak hak Asasi Manusia dan kemanusian,” katanya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) RI Mahfud MD dalam pidatonya menyampaikan pasca reformasi 1998, Indonesia mengeluarkan tiga peraturan perundang-undangan, yakni TAP MPR nomor17 tahun 1998, Undang-Undang 39 tahun 1999, dan Undang-Undang no 26 tahun 2000.

BACA: Tokoh Perempuan Aceh Sesalkan Penghancuran Sisa Rumoh Geudong

Kata dia, Isi dari ketiga peraturan perundang-undangan tersebut antara lain agar pelanggaran HAM berat pada masa lalu diselidiki dan diputuskan oleh Komnas HAM untuk diselesaikan. Penyelesaianya ditempuh melalui dua jalur, yaitu penyelesaian yudisial melalui pengadilan HAM, dan penyelesaian non Yudisial melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).

Penyelesaian Yudisial bagi pelanggan HAM berat yang terjadi sebelum tahun 2000, harus ditempuh melalui pengadilan HAM ad hoc. Sedangkan yang terjadi setelah tahun 2000 diselesaikan melalui pengadilan HAM biasa yang sekarang sudah ada undang-undangnya. Lanjut Mahfud MD, tetapi setelah lebih dua dekade upaya penyelesaian melalui dua jalur tersebut hasilnya jauh dari harapan.

Upaya membawa pelanggaran HAM berat masa lalu itu selalu gagal dibuktikan di pengadilan sehingga dari empat peristiwa dengan 35 terdakwa yang dihadirkan ke pengadilan, semua pada akhirnya dibebaskan.

Itulah sebabnya Presiden RI mengabil kebijakan untuk melakukan langkah pemenuhan hak korban pelanggaran HAM berat masa lalu, melalui Kepres nomor 17 tahun 2022 tentang pembentukan Tim Penyelesaian Yudisial Pelanggaram HAM berat masa lalu.

Adanya Kepres PP HAM ini sama sekali tidak meniadakan keharusan dan upaya penyelesaian Yudisial, melainkan semata-mata dimaksutkan untuk memenuhi hak-hak para korban terlebih dahulu sebelum jalur-jalur yang disediakan itu selesai. (*)

Waspada Aceh on TV

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER