Sama sama punya “taring”. Masing-masing menunjukan kekuatan. Tidak mau mengalah dengan prinsip. Pertarungan tidak terelakkan. Ibaratnya “singa” dan “harimau” sedang bertarung di Bener Meriah. Akankah rakyat yang menjadi korban?
Empat tahun yang lalu, ibu kandung Bener Meriah, yaitu Aceh Tengah, sudah mempertontonkan pertarungan ini. Karena berebut kepentingan dalam menggapai kursi pimpinan DPRK, wakil terhormat di Aceh Tengah mengabaikan tugasnya mengesahkan anggaran.
Dampaknya sejak Januari sampai Juni 2015, dewan di sana tidak bergaji. Keuangan daerah juga berpengaruh. Kali ini negeri di lembah merapi itu, juga memamerkan peragaan yang sama. DPRK di Bener Meriah sudah memutuskan dalam sidang anggaran, namun tetap tidak mensahkan qanun anggaran 2019.
Persoalannya berbeda dengan Aceh Tengah. Bila negeri Gayo Lut dewannya berebut jabatan pimpinan, untuk Bener Meriah masing masing pihak mempertahankan prinsip. Pemda setempat walk out dari persidangan. Ketua DPRK, Guntara Yadi, tetap melanjutkan sidang anggaran, namun walau palu sudah diketok, tidak ada kesimpulan soal anggaran.
Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Bener Meriah yang dikomandoi Ismarisiska, Sekda setempat, memboyong para SKPK keluar dari persidangan. Kemudian Sekda menggelar temu pers.
Inti persoalan yang disampaikan Siska, pihaknya walk out karena program pemberdayaan ekonomi rakyat melalui Kartu Petani Mulia (KPM) dicoret dewan.
Saat pembahasan KUA – PPS, menurut Siska, telah ada kesepakatan antara legislatif dan eksekutif tentang rancangan qanun anggaran 2019. Ada visi dan misi Pemda yang dituangkan dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). Salah satu programnya adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat lebih dikenal dengan sebutan KPM.
“Kalau program ini dihapus, bagaimana kepala daerah menjalankan visi dan misinya yang sudah termuat dalam RPJM. Karena program ini dicoret, kami tidak lagi menghadiri persidangan,” sebut Sekda.
Muncul isu miring di tengah masyarakat, pencoretan itu karena pihak eksekutif tidak mengabulkan permintaan dewan soal dana aspirasi senilai Rp2 miliar untuk satu anggota dewan. Tapi isu itu ditampik salah seorang anggota dewan.
“Tidak ada persoalanya dengan aspirasi,” sebut Sarhamija, anggota DPRK Bener Meriah.
”Kalau yang tidak mengerti persoalan di Bener Meriah, enggak usah berkomentar yang macam-macam. Apalagi mereka tidak pernah berada di Bener Meriah,” sebut Sarhamija.
“Persoalannya bukan masalah aspirasi dewan. Tapi ada orang yang kebakaran jenggot terkait akan habisnya masa jabatan Sekda bulan Desember ini. Bahkan banyak juga para penjilat, yang membisikkan kalimat tidak benar kepada Plt Bupati. Ini yang harus dipahami,” kata Sarhamija.
Anggota dewan lainnya, Darwin, berbeda pula tanggapannya. “Duh kok dibawa kemana-mana. Tidak benar itu. Persoalanya bukan seperti itu. Semuanya kami lakukan sesuai dengan tatib dewan dan waktunya juga sudah ditentukan,” sebut Darwin.
“Kami bekerja sesuai mekanisme. Kalau soal Kartu Petani Mulia (KPM), sampai sekarang saja belum dijalankan, bagaimana mau dilanjutkan,” kata tokoh politik dari Golkar ini.
“Itu salah besar. Pihak eksekutif terkesan tidak profesional saat menjawab pertanyaan kami. Ketika kami minta penjelasan, terkait program yang diajukan, mereka tak mampu memberikan jawaban secara logis,” tambah Syafri Kaharuddin, anggota DPRK Bener Meriah lainnya.
Justru, sebut Syafri, ada beberapa program yang ditambah, bukan semuanya dicoret. Program yang dicoret misalnya, perbaikan rumah Ketua DPRK, tidak pernah ditempati, mengapa diperbaiki. Demikian dengan pendopo satu dan dua.
“Demikian dengan KTM, tahun anggaran 2018 saja tidak kelar, mengapa tahun 2019 diajukan lagi,” sebutnya.
Soal penyaluran KTM ini, Sekda Bener Meriah dalam keterangan persnya menyebutkan, tahun 2018 program ini sudah ada anggarannya dan akan segera disalurkan kepada masyarakat melalui kelompok tani yang sudah terdaftar.
“Bila ada yang menyebutkan program ini tidak berjalan dianggaran 2018, tidaklah tepat. Tentunya dalam menyalurkannya harus sesuai mekanisme. Kami akan mengundang dewan saat penyaluran program ini,” sebut Siska.
Karena dewan setempat sudah mengetuk palu tanda berakhirnya persidangan, tanpa mengambil kesimpulan apapun tentang anggaran 2019 untuk Bener Meriah, persoalan ini disampaikan ke Gubernur Aceh.
Aceh Tengah sebelumnya sudah menunjukan contoh, bahkan sampai dewan di sana tidak bergaji selama setengah tahun. Kini pertarungan itu terjadi di Bener Meriah. Bagaimana kisah ahir dari pertarungan dua kekuatan di sana? (Bahtiar Gayo)