Tokoh satu ini punya gaya kepemimpinan yang berbeda. Bicaranya ceplas-ceplos, dan selalu terlihat antusias. Akmal Ibrahim,SH, lahir di Aceh Selatan, 12 Maret 1965, adalah Bupati Aceh Barat Daya yang menduduki jabatan bupati dua periode, untuk periode waktu berbeda. Mirip seperti Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, yang menduduki jabatan gubernur untuk dua periode yang berbeda.
Akmal Ibrahim pernah menjabat Bupati Aceh Barat Daya (Abdya) periode 2007 – 2012. Pada Pilkada berikutnya dia gagal terpilih, tapi lima tahun berikutnya – kelang satu periode, dia terpilih kembali menjadi Bupati Abdya untuk periode 2017 – 2022. Untuk periode pertamanya dahulu, bupati ini cukup popular dengan keberaniannya memimpin Sidang Rakyat, karena tidak sejalan dengan para anggota DPRK masa itu.
Di awal dia menjabat bupati kali kedua ini, Akmal – begitu panggilan akrabnya, mengungkapkan keprihatinannya terkait dengan krisis keuangan di pemerintahan kabupaten yang dipimpinnya. “Sepanjang sejarah Pemkab Abdya, baru kali ini menghadapi kejadian luar biasa, krisis keuangan. Bahkan terlilit hutang, ini merupakan warisan pemerintah sebelumnya,” ujar Akmal.
Kegelisahan Akmal ini dapat dimaklumi, karena setelah baru menjabat, dia baru tahu bila ternyata anggaran yang tersisa di dalam APBK-P Abdya, hanya tersisa anggaran Rp40 Miliar dari sebanyak Rp1 Triliun anggaran APBK 2017. Dari anggaran yang tersisa itu pula, Pemkab harus menyelesaikan hutang mencapai Rp27 Miliar. “Uang segar yang tersisa hanya Rp13 Miliar,” kata Akmal.
“Merayu” Pemerintah Pusat
Pengalaman Akmal sebagai Redaktur Pelaksana di Harian Serambi Indonesia, telah menempanya menjadi lelaki yang cukup matang dalam menghadapi segala persoalan. Termasuk soal krisis keuangan yang terjadi di pemerintahan yang dia pimpin.
Beberapa minggu terakhir, suami Ida Agustina ini, bolak-balik Aceh – Jakarta, untuk menemui para petinggi di kementerian. Lelaki ini berusaha “merayu” para petinggi di kementerian agar menurunkan programnya ke Abdya. “ Diskusi hingga tengah malam dengan Menteri Tenaga Kerja RI, Hanif Dhakiri di kantor DPP PKB. Bahas program serius, tapi juga kocak dan ceria,” tulis Akmal di medsosnya.
Bupati yang satu ini juga mendesak Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, berani mengeluarkan Pergub (Peraturan Gubernur) untuk menjawab silang-pendapat antara gubernur dengan para anggota DPR Aceh.
“Jangan salah, Pergub APBA juga solusi hukum yang legal. Dan sumpah jabatan gubernur itu bukan untuk menjalankan kebijakan dan pendapat, tapi menjalankan peraturan perundang-undangan,” tegas Alumni Fakultas Hukum Unsyiah, Aceh tersebut.
Mengapa harus terjebak dalam rimba pendapat kepentingan, sehingga rakyat dan pemerintah bawahan juga dirugikan, lanjut Akmal. “Dalam kondisi badai kencang, ombak besar, dan kapal hampir tenggelam sekalipun, kapten tetap harus pegang kemudi. Jangan lepaskan kemudi menurut kehendak laut tak berbatas. Sebab, ada penumpang yang harus diutamakan keselamatannya terlebih dahulu ketimbang memikirkan banyak sekali pendapat,” kicau Akmal dalam Medsos.
Bukan Akmal namanya kalau tidak berani mengoreksi kebijakan gubernur, atasannya di pemerintahan. Bupati Abdya ini berkali-kali mengkritik kebijakan pembangunan Pemerintah Aceh, yang menurutnya kurang memperhatikan kepentingan orang banyak (publik). Menurut Akmal, Pemerintahan Aceh harus mengoreksi perencanaan pembangunan untuk lebih fokus kepada sektor riil.
Kehidupan Sahabat Waspada 2017 ini, cukup berwarna. Lulus dari Perguruan Tinggi. Dia meniti karir sebagai wartawan hingga menduduki posisi puncak sebagai Redaktur Pelaksana. Ia juga sempat berprofesi sebagai Lawyer dan setelah tidak lagi menjadi bupati di periode pertama, ia beralih profesi sebagai petani dan sukses di bidangnya.
Tidak semua kehidupan Akmal berbanding lurus. karena sikap tegas dan tanpa kompromi, banyak politisi risih dan berseberangan dengan Akmal. Karir politiknya sempat hendak “dibunuh “ dengan tuduhan menyerobot tanah negara.
Sempat beberapa waktu ‘menikmati’ hidup di terali besi, LP Kahju Aceh Besar. Namun, Pengadilan Tipikor Banda Aceh memberikan putusan bebas murni. Segala tuduhan yang dialamatkan kepadanya tidak terbukti, terkait lahan untuk pembangunan pabrik PKS di Desa Pante Rakyat, Kecamatan Babahrot, Abdya.
Jaksa tidak puas dan melayangkan Kasasi. Keadilan berpihak kepada Akmal. Mahkamah Agung menguatkan putusan Pengadilan Tipikor Banda Aceh. Lalu ia kembali bertarung di rimba politik.
Gaya kepemimpinan Akmal yang tidak biasa itu ternyata dirindukan rakyat Abdya. Dalam Pilkada 2017 lalu, Akmal Ibrahim berpasangan dengan Muslizar ST terpilih sebagai Bupati Aceh Barat Daya untuk periode 2017-2022.
Kini hari-hari Akmal, bila tidak ada urusan dengan orang orang (pejabat) penting dan pengambil keputusan di Pusat, dia lebih sering menghabiskan waktu bersama para petani dan nelayan yang harus dibantu agar perekonomian mereka terdongkrak.
Saking dekat dengan rakyat, tidak jarang Bupati Akmal menggelar rapat di luar ruangan bersama para pejabat dinas di lingkungan Pemkab Abdya. “Sudah kita siapkan rumah pondok untuk rapat yang jumlahnya tidak lebih 10 orang,” cetus Akmal Ibrahim, saat bincang santai usai menerima anugerah Sahabat Waspada 2017, di sebuah sudut kota Medan, Rabu (14/2) malam lalu. (B01)