Singkil (Waspada Aceh) – Tim dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dari Jakarta, Jumat (3/6/2022), melakukan verifikasi faktual keberadaan empat pulau yang diklaim masuk wilayah Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Sedangkan Pemerintah Aceh mengakui keberadaan keempat pulau tersebut di wilayah Provinsi Aceh.
Tim yang turun bersama rombongan dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Aceh dan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), serta didampingi unsur Forkopimda Kabupaten Aceh Singkil, meninjau langsung keberadaan Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek dan Pulau Mangkir Besar serta Pulau Lipan.
Direktur Toponimi dan Batas Daerah Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri, Sugiarto, setiba dari Pulau Panjang di Pelabuhan Syahbandar, kepada Waspada mengatakan, rombongan tim utusan dari Kemendagri didampingi unsur dari Angkatan Laut (AL) telah mendarat langsung di Pulau Panjang.
Di sana mereka telah melihat langsung bukti-bukti fisik yang ada di lokasi itu.
Diakuinya, di Pulau Panjang tersebut ada bangunan monumen yang tertulis dan tergambar lambang Pemerintah Aceh. Kemudian ada bangunan lainnya seperti dermaga, gapura, rumah singgah, mushalla dan ada makam tua yang bertuliskan Hamba Allah, dan sering diziarahi orang-orang sekitar yang dekat dengan pulau itu.
“Oh iya tapi di Pulau Panjang itu tidak ada penduduknya ya,” sebutnya.
Sugiarto mengatakan, saat hendak mendarat di Pulau Lipan tidak bisa, lantaran kondisi air pasang dan pulau tersebut terendam. “Pulau Lipan pada posisi tinggi air tidak ada keliatan pulau. Tapi pas arah balik pukul 12:18 WIB, air surut sudah keliatan pulaunya. Dan ini tidak layak disebut pulau,” bebernya.
Kemudian saat rombongan mendarat di Pulau Mangkir Ketek, ada terlihat dua tugu yang dibuat oleh Pemerintah Aceh Singkil. Seluruhnya sudah didokumentasikan. Namun saat hendak mendarat di Pulau Mangkir Gadang, nakhoda kapal mengingatkan situasi ombak mulai tinggi dan harus segera kembali dan tidak bisa mendarat.
“Dan benar sampai pelabuhan Singkil hujan turun dan badai,” terangnya.
Sugiarto menjelaskan, tujuan peninjauan tersebut bersama tim dilakukan sebagai verifikasi faktual untuk menarik titik koordinat, termasuk menaikkan drone dan mewawancarai langsung masyarakat yang mengontrak kebun di sana, termasuk camat dan lurah.
“Kita sudah lihat langsung dan amati serta mengambil dokumentasi. Semua tim mempunyai tugas verifikasi masing-masing dan tidak pada tugas untuk memutuskan tapi hanya untuk verifikasi di lapangan,” bebernya.
Termasuk Bupati Aceh Singkil juga sudah menunjukkan bukti-bukti dokumen yang ada. Pemerintah Tapteng juga sudah menunjukkan bukti kepemilikan pulau itu, dan sudah masuk di Peraturan Daerah (Perda) Tata Ruang serta ada tanda tangan kedua belah pihak dan ada kesepakatan. Termasuk ada saksi dari tokoh masyarakat dan lurah.
Kendati secara faktual bukti fisik dari Tapteng tidak ada, ucapnya, namun saat disinggung adanya bukti surat kepemilikan tanah, kata Sugiarto, harus melalui BPN. Namun akan dicermati secara mendalam. Dari Aceh ada membawa ahli waris yang membawa surat, tapi bukan kepemilikan sertifikat, tapi hak kepemilikan atau hak pengelolaan.
Dari hasil wawancara ternyata orang yang mengontrak di Pulau Panjang mengelola kebun kelapa berasal Sumut. Tapi kita dalami, mereka tidak kenal mengontrak kepada siapa, tapi kemungkinan masih satu ahli waris dari nenek ke nenek. Ahli warisnya orang Aceh, terang Sugiarto.
Sebelumnya, kata dia, rombongan hendak berangkat dengan kapal Angkatan Laut (AL) dari Sibolga, Kamis kemarin. Namun karena badai maka ditunda dan menuju Aceh Singkil melalui jalur darat.
“Hari ini kita paksakan dan bisa sampai di Pulau Panjang bersama rombongan dari Aceh,” sebut Sugiarto yang menyebutkan akan segera menyelesaikan sengketa pulau tersebut. (B25)