“Aceh sebagai salah satu daerah penghasil rempah dengan posisi yang strategis sebagai jalur perdagangan. Rempah telah menghubungkan Aceh dengan dunia”
— Kadisbudpar Aceh, Jamaluddin —
Aceh sudah sejak zaman dahulu cukup dikenal dengan keanekaragaman rempahnya. Bahkan bangsa Portugis pun pernah mendarat di Aceh karena tertarik dengan rempah-rempah yang dihasilkan dari bumi Aceh.
Mengutip dari situas jalurrempah.kemdikbud.go.id, Aceh pernah mengalami era kejayaan dan tercatat dalam peta perdagangan global karena keberadaan rempahnya. Pada abad ke-16, titik Jalur Rempah Nusantara ini dikenal sebagai suatu daerah yang kerap disinggahi berbagai kapal dari tiap penjuru mata angin.
Pada era ini, Pelabuhan Aceh Darussalam menggantikan Pelabuhan Malaka yang ditaklukan Portugis pada tahun 1511, yang menyebabkan pusat perdagangan, terutama rempah, pada akhirnya berpindah.
Pada awal abad ke-17, Kesultanan Aceh yang didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah, yang menyatukan Sultan Darud Donya dan Darul Kamal, menjadi negara terkaya, terkuat, dan termakmur di kawasan Selat Malaka.
Di masa sekarang ini, masyarakat Indonesia sangat mengenal rempah khas Aceh. Bahkan selalu menghadirkan bumbu rempah khas Aceh di dapurnya. Ada beberapa jenis rempah khas Aceh yang selalu tersedia di dapur dan digunakan hampir semua masyarakat seluruh dunia, yakni ketumbar, cengkeh, kapulaga, kayu manis, asam sunti, jintan, merica, kemiri dan sebagainya. Begitu juga dengan aneka rempah daun, rimpang, daun kari, daun jeruk, serai, lengkuas dan masih banyak lagi.
Begitu kayanya Aceh dengan hasil bumi dengan beragam jenis rempah-rempah sehingga keberadaannya cukup dikenal di seluruh dunia. Untuk mengingat kembali masa kejayaan Aceh dengan rempah-rempahnya, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh melalui UPTD Museum Aceh akan menggelar thematic exhibition (pameran tematik), “Aroma Rempah Jejak Sejarah Aceh”.
Acara yang digelar di Museum Aceh, Kota Banda Aceh, pada Rabu 16 Maret 2022 ini direncanakan bakal dibuka langsung Kepala Disbudpar Aceh, Jamaluddin.

Pameran tersebut bakal menyuguhkan berbagai jenis rempah dan koleksi yang berhubungan dengan komoditas perdagangan, seperti gading, kain sutera, serta mata uang yang memiliki nilai sejarah yang tinggi.
“Aceh sebagai salah satu daerah penghasil rempah dengan posisi yang strategis sebagai jalur perdagangan. Rempah telah menghubungkan Aceh dengan dunia,” ujar Kadisbudpar Aceh, Jamaluddin di Banda Aceh, Senin (14/3/2022).
Dia berharap, para pengunjung pameran nanti mendapat edukasi tentang sejarah perdagangan dan penjelajahan jalur rempah dan hal-hal lain yang berhubungan dengan kejayaan masa lalu Aceh.
Generasi muda perlu mengetahui bahwa kejayaan Aceh di masa lalu sejalan dengan kemajuan sektor ekonomi dari aktivitas perniagaan atau perdagangannya yang mendunia. Untuk itu apa yang dilakukan para pemimpin Aceh dan saudagar Aceh di masa lalu bisa diaplikasikan oleh generasi di masa sekarang ini.
“Pameran ini kita rancang agar informatif untuk para pengunjung, terutama bagi kalangan pelajar,” katanya. Pelajar bisa banyak belajar tentang majunya perniagaan Aceh di masa lalu dengan mengandalkan hasil bumi berupa rempah-rempah.
Sementara itu, Kepala Museum Aceh, Mudha Farsyah menambahkan, pada acara nanti bakal turut dihadiri perwakilan museum dari sejumlah provinsi di Tanah Air.
Di antaranya dari Museum Sumatera Utara, Museum Riau, Museum Bengkulu, Museum Sulawesi Selatan, Museum Sriwijaya di Sulawesi Selatan, Museum Jawa Tengah, dan Museum Yogyakarta.
“Kehadiran perwakilan museum-museum ini dalam rangka Rapat Koordinasi Pameran Alat Musik Tradisional 2022 yang akan diselenggarakan di Museum Aceh pada bulan Juni nanti,” ungkapnya.
Penyelenggaraan kegiatan ini menerapkan protokol kesehatan (Prokes) sesuai dengan Cleanliness, Health, Safety, Environment Sustainability (CHSE). Tertarik mengunjungi thematic exhibition bertema rempah ini? Silakan berkunjung, tapi taati prokes ya. (Adv)