Banda Aceh (Waspada Aceh) – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Aceh menggelar pelatihan menulis mendalam terkait isu perempuan dan anak bagi jurnalis perempuan, di Aula AJI Jl. Lueng Bata Banda Aceh, Sabtu (17/4/2021).
Dalam pelatihan tersebut, AJI Banda Aceh menghadirkan dua narasumber, yaitu Sekjen AJI Indonesia yang juga jurnalis Tempo, Ika Ningtyas, menyampaikan materinya secara virtual. Sedangkan Direktur The Flower Aceh, Riswati, hadir secara langsung.
Ketua Divisi Bidang Gender, Anak dan Kelompok Marginal AJi Banda Aceh, Nova Misdayanti, memandu kegiatan tersebut. Pelatihan diikuti 20 peserta jurnalis perempuan, baik dari media cetak, elektronik, online, organisasi pers kampus dan dari Dinas Kominfo Aceh.
Ketua AJI Banda Aceh, Juli Amin, menjelaskan bahwa pelatihan itu bertujuan untuk meningkatkan fungsi pers sebagai kontrol sosial dan kontrol kebijakan pemerintah. Juga kontrol terkait pemenuhan hak perempuan dan anak di Aceh, katanya.
Selain itu pelatihan dimaksudkan untuk membangun sikap kritis jurnalis perempuan pada kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Aceh.
“Pers menjadi tumpuan bagi kalangan yang tidak memiliki kekuasaan (powerless) dalam memperjuangkan hak-haknya. Media memiliki pengaruh besar dalam membentuk opini publik karena sifatnya yang masif menjadikan sarana yang efektif dalam melakukan advokasi persoalan masyarakat,” kata Juli Amin.
Dalam konteks itu, katanya, secara eksplisit keberadaan jurnalis perempuan harus menjadi advokator bagi korban kekerasan. Pendekatan sebagai sesama perempuan, ujarnya, akan memberikan kepercayaan penuh bagi korban untuk menyampaikan harapan dan suara hati mereka.
Direktur The Flower Aceh, Riswati menjelaskan, terkait potret kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Aceh cukup tinggi. Dia juga memaparkan data dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap perempuan (Komnas Perempuan).
“Sesuai data Komnas Perempuan, kasus kekerasan perempuan dan anak meningkat 792 % dalam kurun waktu 12 tahun. Selama tahun 2019 mencapai 4.898 kasus,” tutur Riswati.
Sementara itu, lanjut Riswati, kini juga terjadi kekerasan seksual berbasis cyber. Pada tahun 2019 kasus kekerasan seksual berbasis cyber ini mencapai 126 kasus.
Sekjen AJI Indonesia, Ika Ningtyas mengatakan, pemberitaan media saat ini masih bias gender serta masih minimnya narasumber dari kalangan perempuan.
“Kita sebagai media punya peran mendorong ini agar suara-suara dari perempuan bisa masuk juga dalam pemberitaan. Ini menjadi basis terkait kesetaraan gender dalam pemberitaan,” ungkap Ika melalui virtual.
Ika Ningtyas menjelaskan, eksploitasi tubuh perempuan dalam pemberitaan makin hari makin menjadi. Ika mencontohkan beberapa judul pada pemberitaan di media dengan mengekploitasi tubuh perempuan.
“Stereotipe yang terbentuk melalui pemberitaan tersebut telah memproyeksikan pola pikir masyarakat pada tubuh dan seksualitas perempuan,” tutur Ika. (Cut Nauval Dafistri)