Banda Aceh (Waspada Aceh) – Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong (Kosgoro) 1957 Provinsi Aceh menggelar diskusi publik dengan tema; “Potensi sawit di Aceh dan industri turunannya,” di Hotel Rasamala, Banda Aceh, Rabu (31/3/2021).
Acara diskusi tersebut menghadirkan narasumber, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Agung Laksono dan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh, Marthunis.
Ketua Pimpinan Daerah Kolektif Kosgoro 1957, Jamaluddin, mengatakan acara diskusi publik tersebut untuk mengajak politisi, pengusaha, akademisi serta pemerintah di Aceh, berdiskusi dan memikirkan bagaimana agar geliat ekonomi di Aceh bisa berkembang, terutama terkait potensi sawit.
“Bahwa lebih kurang satu juta seratus ton, kami mengirim CPO ke Sumatera Utara setiap tahunnya. Kalau ini bisa diolah di Aceh akan meningkatkan kesejahteraan rakyat,” ungkapnya.
Sementara itu Agung Laksono mengatakan bahwa potensi sawit di Aceh sangat besar. Untuk itu dia mendorong adanya hilirisasi industri sawit di Aceh
“Kita harus dorong proses hilirisasi, proses manufactur terkait sawit ini sehingga lebih banyak manfaat bagi masyarakat Aceh. Ironisnya begitu banyak hasil CPO, tapi tidak ada satupun dihasilkan sebagai minyak goreng di Aceh,” tuturnya.
Kata Agung Laksono, ada rintangan dalam membentuk hilirisasi industri di Aceh, yaitu terkait keamanan, regulasi dan insfrastruktur.
Kepala DPMPTSP Aceh, Marthunnis, mengatakan perlunya strategi dalam meningkatkan nilai ekspor terutama sawit, yang dapat membantu defisit perdagangan Aceh.
“Bagi kami dari DPMPTSP dari sisi regulasi itu tidak ada masalah. Karena kita berusaha untuk memenuhi standar waktu perizinan dan kita punya SOP, laporan dan sebagainya. Kami juga tidak menemukan adanya pungli di perizinan,” ungkapnya.
Dari sisi kebijakan, katanya, DPMPTSP Aceh mendukung hilirisasi Industri. Marthunnis mengatakan bahwa DPMPTSP Aceh bekerjasama dengan Bank Indonesia untuk mengembangkan investasi.
Dalam diskusi tersebut, Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda), Ramli, mengatakan sudah saatnya ada pabrik di Aceh. Tidak hanya mengharapkan investor masuk ke Aceh.
“Maka dalam hal ini sebenarnya Pemerintah Aceh dan pengusaha di Aceh, bisa bersemangat untuk mendirikan pabrik. Kalau kita terus berharap datangnya investor ke Aceh, itu agak susah, dengan alasan masalah keamanan, kepastian hukum, dan lainnya,” tegasnya. (Cut Nauval Dafistri)