Minggu, September 8, 2024
Beranda75 Persen APK di Banda Aceh Langgar Aturan

75 Persen APK di Banda Aceh Langgar Aturan

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Sejak 2018, Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) kota Banda Aceh telah menertibkan lebih dari 700 alat peraga kampanye (APK) yang melanggar aturan dan tidak ramah lingkungan.

Meski telah beberapa kali memberi sosialisasi ke seluruh partai politik, pelanggaran ini masih terjadi sampai saat ini, kata Ketua Panwaslih kota Banda Aceh, Afrida kepada wartawan, Senin (11/2/2019).

Afrida mengatakan, baik Panwaslih maupun Komisi Independen Pemilihan (KIP) Banda Aceh sudah mensosialisasikan Peraturan KPU Nomor 23 dan 33 tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum ke partai politik sebagai peserta Pemilu.

“Banyak caleg beralasan, mereka tak pernah diberi sosialisai. Padahal, partai politik lah yang harusnya memberitahu ke caleg mereka agar aturan ini dipatuhi,” ujar Afrida, saat mengisi materi dalam diskusi publik ‘Pemilu Ramah Lingkungan: Menyambut Pemilu Damai 2019’ yang berlangsung di Banda Aceh.

Dari seluruh pelanggaran APK yang ditangani Panwaslih Banda Aceh, yang paling dominan yakni pelanggaran lokasi pemasangan APK. Namun, Afrida mengaku sanksi yang diterapkan belum mampu memberi efek jera. Sesuai peraturan, pelanggaran semacam ini hanya diganjar dua bentuk sanksi, yaitu teguran dan penertiban.

Sebagaimana tertuang dalam PKPU 23 tahun 2018, pasal 31 menegaskan bahwa pemasangan APK dilarang di sejumlah lokasi. Lokasi terlarang itu yakni tempat ibadah, termasuk halamannya, di rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan, gedung milik pemerintah, dan lembaga pendidikan (gedung dan sekolah).

Selain itu, APK juga tidak boleh dipasang di jalan protokol, jalan bebas hambatan, sarana dan prasarana publik, taman dan di pepohonan.

Untuk mengarahkan lokasi mana saja yang diperbolehkan memasang APK, sambung dia, sudah ada surat keputusan dari KIP. Keputusan hasil koordinasi dengan Pemko inilah yang seharusnya dipatuhi oleh peserta pemilu.

“Namun sayangnya, bisa saya sebut 75 persen dari APK yang terpasang itu nyaris semua melanggar aturan,” sesal Afrida.

Untuk menertibkannya, Panwaslih telah bekerjasama dengan instansi lainnya. Salah satunya dengan Satpol Pamong Praja Banda Aceh. Kendati, secara operasional upaya itu masih terbatas.

“Satpol PP hanya memiliki dua truk untuk mengangkut APK bermasalah. Maka itu kita berharap kerjasama dengan Dinas Kebersihan, karena ada beberapa APK yang melanggar perlu crane untuk menurunkannya. Masalah seperti ini yang terus kita hadapi setiap hari,” ujar Afrida.

Tak Ramah Lingkungan
Sementara Yusri Razali dari KIP kota Banda Aceh dalam kesempatan itu menjelaskan aturan pemasangan APK.

Salah satunya pada pasal 23 PKPU Nomor 23 tahun 2018, yang berbunyi “Peserta Pemilu mencetak Alat Peraga Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan mengutamakan penggunaan bahan yang dapat didaur ulang.”

“Jadi aturan tentang kampanye ramah lingkungan ini sudah ada dan sudah kita sosialisasikan berulang kali ke peserta pemilu,” kata Yusri.

Meneruskan pernyataan Yusri, perwakilan dari lembaga Zero Waste Aceh, Gemal Bakri mengatakan, seharusnya peserta pemilu mengedepankan etika dalam kampanye. Salah satunya dengan memperhatikan kesehatan lingkungan sekitar.

“Jadi seharusnya caleg memberi contoh bagaimana lingkungan itu dipelihara. Tidak menancapkan paku di pohon, dan sebagainya. Tapi saya belum lihat caleg di Banda Aceh ini yang mengedepankan ramah lingkungan dalam kampanyenya. Mudah-mudahan tidak demikian,” ujar dia.

Gemal mencermati, dari total anggaran pemilu, sebesar 20-30 persen dananya digunakan untuk alat peraga. Besarnya dana ini tidak diimbangi dengan kesadaran para peserta untuk menggunakan alat peraga yang ramah lingkungan.

Zero Waste sendiri, jelas Gemal, memahami minimal ada tiga skema dalam daur ulang sampah, yakni reuce, reduce, dan recycle.

Reuse berarti menggunakan kembali sampah yang masih dapat digunakan untuk fungsi yang sama ataupun fungsi lainnya. Reduce berarti mengurangi segala sesuatu yang mengakibatkan sampah, dan Recycle berarti mengolah kembali (daur ulang) sampah menjadi barang atau produk baru yang bermanfaat.

“Sementara sampah seperti spanduk itu di Banda Aceh belum dapat kita recycle. Bahan yang digunakan tidak ramah lingkungan,” kata Gemal. (Fuady)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER